Path-20 : Out Of The Box

925 113 9
                                    

Seseorang tolong katakan padaku, apa maksud dari ucapannya?

Dia yang merubah peraturannya? Tidak ada seorang muridpun yang berhak merubah peraturan seenak itu!

Kalau begitu ... apakah jangan-jangan ...

Dia penyusup yang selama ini menyebarkan sihir hitam?!

Sebuah bola api raksasa tercipta beberapa meter di atas kepala Riana. Tangan gadis itu terangkat, lalu membantingkannya ke arahku.

Bola api melesat begitu cepat kepadaku, hingga tidak memberikanku waktu yang cukup untuk menciptakan tameng. Beruntung, sisa dinding es yang tadi sempat kubuat berhasil menahan sebagian efek serangan, meskipun tidak semuanya. Alhasil, tubuhku terpental, menghantam dinding anti-sihir. Sial. Dinding anti-sihir kali ini dibuat agar tidak dapat ditembus manusia. Aku tahu ini untuk mencegah agar tidak ada kehancuran, tapi kalau di situasi seperti ini bagaimana?!

Aku merasa tulangku akan remuk saat ini juga. Menyakitkan sekali. Aku mencoba berdiri, meringis menahan sakit. Baiklah, jika dia sudah melanggar, aku juga akan melanggarnya.

Aku memang tidak membawa tongkat sihir, namun aku sudah mempelajari cara menggunakan sihir tanpa bantuan tongkat. Aku mengangkat tanggaku, merapalkan mantra panah, kembali menyerang Riana.

Riana menghindar dengan mudahnya. Dia mengucapkan sebaris mantra yang sangat panjang, lalu tersenyum culas.

Tubuhku merinding. Perasaanku tidak enak. Aku menoleh ke belakang dan mendapati sebuah boneka kayu raksasa tercipta beberapa meter di belakangku. Mataku membola. Ini 'kan salah satu sihir tingkat tinggi yang dilarang digunakan di area Sekolah! Sekolah juga tidak pernah mengajarkan sihir ini karena untuk melakukannya, energi kehidupan akan terserap jika belum cukup umur. Lantas, dari mana dia mempelajarinya?!

Boneka kayu raksasa itu menghantamkan tangan kayunya ke arahku. Aku membanting tubuhku ke samping, berusaha menghindar meski harus merasakan rasa sakit akibat terhantam kerasnya pijakan. Setidaknya, itu lebih baik dari pada dihancur leburkan oleh boneka kayu itu.

Tawa Riana melengking, begitu memekakkan telinga. "Kau takut Ice? Menyedihkan sekali."

Tidak. Aku tidak takut. Yang aku khawatirkan itu kau, tahu! Energi kehidupanmu bisa terhisap!

Bagaimanapun, dia masih murid di sini, 'kan? Aku adalah seorang Dewan, dan sudah menjadi tugasku untuk melindungi murid. Tapi, jika seperti ini, bagaimana caraku melindunginya?

Ah! Sihir akan terhenti jika penggunanya kehilangan kesadaran. Aku harus membuat Riana tak sadarkan diri!

Tapi pertama-tama, aku harus menghentikan ulah gila boneka kayu ini!

Tanganku menyentuh lantai Arena. Es menjalar di lantai, membekukan kaki boneka kayu itu hingga ke tubuh bagian bawah. Hal yang membuatku mendecih, adalah boneka itu berhasil melepaskan diri dari bongkahan esku dalam waktu kurang dari semenit.

Semenit bukanlah waktu yang cukup untuk membuat Riana tak sadarkan diri. Apalagi, saat ini gadis itu tengah merapalkan sihir bola api. Dasar gila!

Sebuah ide terlintas di benakku. Aku tak tahu ini akan berhasil atau tidak, tapi tidak ada salahnya dicoba. Aku berlari, membiarkan boneka kayu itu mengejarku. Aku merapalkan sihir melayang, lalu terbang hingga setinggi dada boneka kayu tersebut.

Riana telah selesai merapalkan sihir bola api. Dia mengarahkannya kepadaku. Tepat sebelum bola api itu menyentuhku, aku segera menon-aktifkan mantra melayang, membiarkan tubuhku terjatuh bebas ke lantai Arena, sedangkan bola api itu menghantam boneka kayu.

Riana memekik, tampak murka aku berhasil membuat boneka kayunya roboh. Selagi gadis itu menjerit, aku membekukan seluruh lantai Arena.

Awalnya, kupikir Riana menjerit karena marah. Ternyata aku salah telak. Riana menjerit untuk mengalirkan kekuatannya. Gelombang suara dari jeritannya perlahan-lahan membuat kepalaku pening. Telingaku serasa pengang. Aku menutup telingaku rapat-rapat menggunakan telapak tangan. Berisik. Sangat berisik sekali hingga aku merasakan cairan hangat keluar dari telingaku.

The Tales: Broken PandoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang