Path-22 : Suspicious

901 118 30
                                    

Seminggu telah berlalu. Setiap tiga hari sekali rapat Dewan diadakan. Kelas diliburkan selama seminggu penuh setelah ujian kenaikkan tingkat berakhir. Romeo meletakkan berkas-berkas yang sekiranya tidak terpakai lagi ke dalam almari kayu. Dibantu oleh Hanz dan Sena―setelah dipaksa berkali-kali oleh Hanz―yang ikut membereskan dokumen-dokumen di Ruang Dewan seusai rapat.

Rapat yang melelahkan pikiran. Menebak pola pikir penjahat memang sulit. Tak ada siapapun yang terbesit untuk dicurigai sebagai pelaku. Hari ini juga―setelah rapat―Wanda dan Rosseline segera menuju Kerajaan yang kepala pelayannya dicurigai. Semua orang berharap, semoga pelakunya dapat segera ditemukan.

Sebenarnya, ada maksud lain Romeo dan Hanz memaksa Sena untuk membantu membereskan berkas. Romeo bermaksud meminta Sena secara pribadi untuk menyembuhkan Riana, menetralkan sihir hitamnya. Tampaknya, Sena belum menyadari maksud terselubung Hanz dan Romeo.

Untuk waspada jika Sena menolak, Romeo sudah mengunci pintu Ruang Dewan. Dan jika memang tidak berjalan sesuai rencana, mungkin Romeo akan memaksa Sena dan memakai sedikit kekerasan.

Tidak ada yang memiliki kekuatan untuk menetralisir sesuatu sebaik kekuatan Sena. Kekuatan Yura hanya dapat memblokkir, bukan menghilangkan. Meski kekuatan Yura dan Sena mirip, namun tentu saja efeknya berbeda. Kekuatan blockade Yura dapat menghilang sewaktu-waktu. Berbeda halnya dengan Sena.

Sena mengangkat tumpukan dokumen terakhir dan memasukkannya ke dalam almari. Lelaki itu menutup pintu almari, menghela napas pelan. Hanya melakukan hal seperti ini saja energinya cukup terkuras. Dia benar-benar harus melatih kembali staminanya.

"Sudah," Sena mengunci pintu almari, lalu melemparkan kuncinya kepada Romeo.

Romeo menangkap kunci itu dengan sigap. Dia melirik Hanz ragu. Hanz balas melirik Romeo. Dari mana mereka harus memulai?

"Kalau ada yang ingin kalian katakan, katakan saja," ucapan Sena yang tiba-tiba membuat Romeo dan Hanz tersentak. Jadi Sena menyadari kejanggalan diantara mereka?

Romeo memasukkan kunci almari ke dalam saku almamaternya, lalu berdeham pelan. "Erm ... begini Sena―"

"Tidak mau."

Kening Romeo terlipat. "Hei, aku bahkan belum mengatakan apapun!"

Sena menatap malas. "Kau mau memintaku untuk menetralkan sihir hitam, bukan?"

"B-Benar sih ..." Romeo menggaruk tengkuknya, canggung.

"Kalau begitu, tidak mau."

"Tapi Sena," kali ini Hanz bersuara, "Jika kau menghilangkan efek sihir hitam pada Riana, mungkin kita bisa menemukan dalangnya. Kumohon, sekali saja ..."

"Jawabanku tetap sama."

"Sena ... kumohon," Romeo menatap frustasi. "Apakah aku harus bersujud di kakimu agar kau mau?"

"Bahkan hingga kau menangis darah, takkan aku lakukan," ujar Sena dingin. Lelaki itu berjalan menuju pintu keluar. Tangannya meraih kenop pintu. Akan tetapi, ketika ia memutar kenopnya, pintu tetap tidak terbuka. Terkunci. Sena menghela napas pendek, "Seharusnya sudah kuduga."

"Sena, ayolah!" Hanz mengacak rambut biru menyalanya. "Kami tidak perlu menggunakan kekerasan, 'kan?"

"Kalau kalian membunuhku, sihirnya tidak akan bisa dinetralkan."

"Kami tidak akan membunuh seorang teman," Romeo memutar jari telunjuknya. Angin puting beliung kecil terbentuk lima senti dari atas telunjuknya yang berputar. "Kami hanya akan membuatmu menurut. Itu saja."

"Iya," Hanz membuka telapak tangannya. Gelembung air tercipta di sana. "Sena, kita bisa bicara baik-baik."

"Tch," Sena mendesis, "Kalian merepotkan."

The Tales: Broken PandoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang