Path-40 : Despairness

786 103 98
                                    

Jantungku berdegup begitu cepat. Tubuhku gemetar hebat. Keringat dingin sudah membanjiri tubuh. Otot kaki seakan melemas, nyaris tak sanggup menopang bobot tubuh. Aku menatap lurus kepada sosok Sena yang berdiri di sampinh Coctyus. Tatapan lelaki itu begitu hampa. Aku tak bisa menemukan cahaya kehidupan dari manik emerald-nya.

"Sena ...," panggilku lemah. Berharap Sena bisa mengenali suaraku barang sedikit.

"Dia tak bisa mendengarmu," Coctyus bersidekap tangan, menyeringai sinis. "Yang dia dengarkan saat ini, hanya perintahku. Haha, kau mau bukti?"

Aku menegup air liur dengan susah payah. Clyde yang berdiri di hadapanku memasang kuda-kuda, bersikap waspada.

"Hei, pangeran api," Coctyus menoleh, menatap Sena. Senyum miring terukir di wajahnya. "Aku perintahkan kau ... untuk menyerang tuan putrimu itu."

Clyde melotot. "Tak akan kubiarkan!"

Sena bergeming sesaat. Lelaki itu melangkah maju, lalu melesat cepat ke arahku. Di tangannya tercipta sebilah pedang api. Suasana hutan yang gelap dan hanya mengandalkan cahaya bulan sebagai penerang tiba-tiba saja tampak terang benderang akibat cahaya yang berasal dari api pedang Sena.

Sena mengangkat mata pedang, lantas menghunuskannya ke arahku dan Clyde. Dengan cepat, aku menghentakkan kaki ke tanah. Tebing es muncul dari tanah, melindungiku dan Clyde dari serangan Sena.

Namun, serangan Sena terlalu kuat. Dalam sekali tebasan, tebing es ciptaanku terbelah menjadi dua. Aku menjerit tertahan. Sena kembali menerjang dengan buasnya. Mata pedang api kini mengarah padaku.

"Kena!" Clyde merapalkan sebaris mantra sihir. Detik berikutnya, tiga bola api raksasa muncul dan melesat dengan cepat ke arah Sena. Refleks Sena begitu cepat. Dia melompat mundur jauh ke belakang. Menghindari serangan sihir dari Clyde.

Tak menyiakan kesempatan persekian detik, aku segera menciptakan beberapa tombak es, kemudian melesatkannya ke arah Sena.

Sena menghindar dengan gesitnya. Meliuk mudah menghindari tombak esku. Lelaki itu berlari ke arahku dengan mengarahkan mata pedangnya kepadaku untuk yang kedua kalinya.

Aku segera menciptakan pedang es, mencoba menangkis serangan Sena.

Tang.

Suara pedang beradu berdenting begitu nyaring, memekakkan telinga. Tanganku bergetar, tubuhku terdorong karena kekuatan Sena terlalu besar. Aku tak bisa menahannya lebih lama lagi.

Clyde baru saja hendak membantuku, namun tiba-tiba saja Miss Ann menyerang Clyde dengan sihir.

Gadis itu mendesis. "Miss Ann, sadarlah!"

Miss Ann adalah seorang penyihir yang cukup kuat. Dia bahkan berhasil menguasai enam buku sihir saat masih sangat muda. Melawannya dalam bidang sihir sama saja dengan bunuh diri.

Situasi kami begitu terdesak. Kami kalah dalam kekuatan. Sena dan Miss Ann jelas sangat sulit dikalahkan.

Kakiku yang menapak tanah, menahan tubuhku semakin terdorong mundur. Tanganku gemetar hebat. Pedang esku mulai retak seiring berjalannya detik. Pedang api Sena terlalu kuat. Hanya soal waktu, pedang es ciptaanku akan hancur lebur.

Aku harus memikirkan cara lain. Harus cepat. Tapi ... bagaimana?

"S-Sena ...," aku membuka suara, begitu parau dan serak. Jika aku tak bisa mengalahkannya dalam fisik, maka, inilah jalan satu-satunya. Aku harus menyadarkan Sena. "Sena ... tolong sadarlah!"

Meski aku tahu ini mustahil, tapi setidaknya aku telah mencoba.

"Sena, ini aku ... Kena." Retakkan pada pedang esku semakin bertambah. Waktuku menipis. "Aku tahu saat ini kamu tidak bisa mengenaliku, tapi setidaknya ... tolong dengarlah suaraku. Sadarlah, Sena. Sadarlah ..."

The Tales: Broken PandoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang