Perang.
Satu kata dengan aksi yang dapat mengubah dunia.
Aku tak pernah menyukai perang, karena bagiku hanya akan menimbulkan perpecahan.
Namun, jika dengan berperang aku dapat melindungi orang-orang yang aku sayang, maka aku tidak keberatan melakukannya.
Dan sekarang, perang sihir ketiga akan segera dimulai, dengan persiapan hanya dalam dua minggu saja.
Ini gila!
"Kena? Kena??" Aku berkedip beberapa kali saat mendapati Xia-xia tengah melambai-lambaikan tangannya yang mungil di depan wajahku. "Kok kamu melamun terus? Kamu dengar apa yang aku sampaikan tidak?"
"Eh, maaf." Aku menggaruk kepala bagian belakangku yang tidak terasa gatal. "Bisa tolong diulang lagi?"
"Huh, kamu ini kebiasaan, deh!" Xia-xia mendengus sebal. "Tadi Romeo berpesan kepadaku untuk menyampaikan hal ini kepadamu. Katanya, jam tujuh malam nanti akan ada rapat khusus di ruang dewan. Ini bukan rapat dewan saja, namun juga melibatkan para guru serta beberapa murid. Jadi, kamu jangan sampai ketiduran, ya!"
"Kalau aku ketiduran, kan ada kamu sebagai alarm hidup," ujarku diikuti tawa.
Xia-xia mencibir, "Enak saja aku dibilang alarm hidup! Kamu saja tuh yang tidur sudah seperti orang mati!"
"Kamu berani mengejekku?"
"Jelas, kamu 'kan majikanku yang bodoh," kini, gantian Xia-xia yang tertawa. Huh, dasar hewan tidak berakhlak. "Habis ini aku harus pergi lagi. Sama seperti perang sebelumnya, tugas pixieball adalah sebagai pengantar pesan dan membantu persiapan persenjataan. Jadi, kita tidak bisa terlalu sering bertemu. Kuharap kamu tidak merindukanku, Kena."
"Kamu percaya diri sekali aku akan merindukanmu!"
"Ya, siapa tahu," ujar Xia-xia dengan nada mengejek. "Kan bisa saja kamu tiba-tiba merindukan alarm hidupmu ini. Kamu 'kan sebentar lagi lulus, jadi besar kemungkinan kita tidak akan bertemu lagi setelah kamu keluar dari sekolah ini."
Tubuhku membeku setelah mendengar hal itu. Meski aku sudah tahu sejak lama, namun aku tetap tidak rela akan kehilangan Xia-xia setelah aku lulus. Maksudku, Xia-xia sudah menemaniku sejak saat pertama kali aku menginjakkan kaki di sekolah ini. Lebih dari dua tahun kami menghabiskan waktu bersama. Tidak bisa bertemu lagi dengannya terasa seperti mimpi buruk bagiku.
"Ah, jangan memasang wajah seperti itu!" Xia-xia memajukan bibirnya beberapa senti. "Itu sudah menjadi takdir kami sebagai pixieball. Saat majikan mereka dinyatakan lulus dari sekolah ini, maka kami akan ditiadakan. Lagipula, kami diciptakan dari cerminan sifat kalian para murid. Sejak awal, tugas kami adalah memandu kalian, tidak lebih. Kami tidak diizinkan meninggalkan sekolah yang mengikat perjanjian dengan kami."
Aku hanya terdiam mendengar penjelasan Xia-xia. "Jadi kalau aku tidak lulus dari sini, apa itu berarti kamu akan selau ada?"
"Heh, jangan melakukan tindakan bodoh!" Xia-xia menjitak kepalaku dengan tangan mungilnya. Meski rasanya tidak menyakitkan, namun aku tetap mengelus kepala. "Sudah kubilang, ini sudah menjadi takdir kami, Kena. Tidak ada yang bisa membantahnya. Kalau kamu tidak pernah lulus dari sekolah ini hanya karena aku, lantas siapa yang akan memimpin Kerajaan Utara? Ingat, kamu adalah calon Ratu di sana. Kamu mengemban lebih banyak tugas di pundakmu. Jangan sia-siakan semua itu hanya demi binatang bodoh seperti aku!"
"Duh, kenapa kamu jadi cerewet sih?" Aku mencubit pipi Xia-xia dengan gemas. "Aku paham kok, terima kasih hewan peliharaanku yang manis."
"Berisik, ah! Aku cerewet karena kamu juga cerewet, tahu!" Xia-xia mencoba melepaskan pipinya dari cubitanku. "Kena, aku tahu kamu mau menangis. Tapi simpan saja air matamu. Aku bosan melihatmu menangis."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tales: Broken Pandora
Fantasy[The Tales: School of Magic Sequel] Setelah tragedi yang menyebabkan populasi penyihir menurun, kini kami dikejutkan kembali oleh bencana yang baru. Sebagian besar penyihir terkena sihir hitam, dan membuat kekuatan mereka tersegel. Kehilangan kekuat...