Aku memang memiliki kebiasaan buruk, yaitu bangun terlalu siang. Entah mengapa alarm yang kupasang tidak pernah berhasil membangunkanku. Alarm otomatisku juga terkadang tidak bisa membuatku terjaga, meski terkadang juga berhasil membangunkanku. Oh, kalian pasti bertanya, apa perbedaan alarm biasaku dengan alarm otomatis? Yah, perbedaannya tidak banyak. Jika alarm biasa hanya berbunyi pada saat-saat tertentu saja. Nah, ini perbedaannya. Alarm otomatis berbunyi setiap saat, berkoar-koar tanpa merasa lelah. Dia juga berisik sekali, dan sangat cerewet. Hobi mengotori tempak tidurku dengan serbuk yang keluar dari sayapnya hingga membuatku bersin-bersin. Dan jika aku bangun pagi seperti ini, dia pasti akan menganggap bahwa aku adalah alien yang menyamar sebagai Kena.
"Eh ...? KENA?! KOK KAMU BISA BANGUN SEPAGI INI?!!"
Ah, itu dia alarm otomatisku. Sedang melotot menatapku seakan dia tengah melihat hal paling menyeramkan seumur hidupnya. Xia-xia mulai mengepakkan sayapnya. Serbuk-serbuk bercahaya bertebaran di atas ranjangku, membuatku meringis pelan. Padahal aku baru saja mengganti seprainya, tapi Xia-xia sudah mengotorinya lagi.
Xia-xia melesat ke arahku, dia mengecek setiap sudut tubuhku dengan tergesah-gesah. Dia mengerutkan keningnya, lalu dengan seenaknya melompat-lompat di atas kepalaku, membuatku mengerang sebal. "Kembalikan Kena, alien murahan! Aku tahu kamu sudah menculik Kena!!"
Sudah kubilang, ini rutinitas kami selama dua tahun terakhir. Xia-xia tak pernah percaya jika aku bisa bangun pagi tanpa bantuannya, dan ini menyebalkan.
Dengan decakan kesal, aku menepis tubuh bulat gempal Xia-xia. Hingga hewan bodoh itu terpental dan memantul di atas ranjangku. "Aduh," keluhnya sembari mengelus kepalanya yang mendarat lebih dulu. "Ternyata benar-benar Kena, ya. Kasar sekali."
Aku mendengus, "Xia jangan menyebalkan, ya! Hari ini aku ada ujian individu kelas Amature!"
Xia-xia terbang dan beranjak duduk di atas meja belajarku, lalu menatapku sedikit lama. "Jam berapa mulainya?"
"Jam sepuluh."
"KENA, SEKARANG MASIH JAM LIMA PAGI!!!"
Mataku berkedip sebanyak dua kali, lalu aku bergegas melihat arloji yang melingkari pergelangan tanganku. Ah, benar. Karena terlalu bersemangat, aku jadi bangun terlalu pagi. Aku menghela napas panjang, lalu melepas jubah dan armor kulit yang menjadi persyaratan untuk mengikuti ujian, lantas memasukannya ke dalam pocket. Aku membuka lemari pakaianku, lalu mengambil jaket pendek yang biasa kupakai untuk berolahraga.
"Kena mau apa?" tanya Xia-xia bingung.
"Olahraga," jawabku sembari memakai jaket.
Xia-xia melotot, "Kamu ... benar-benar Kena, kan?"
Aku memutar bola mataku, malas. "Aku berangkat dulu, ya. Mau lari pagi."
Hewan bodoh itu masih menatapku horror, hingga aku pergi. Aku tak mengacuhkannya, dan lebih memilih berlari mengelilingi wilayah Sekolahan.
Langit masih sedikit gelap, suhu sekitar pun masih sangat dingin. Meski memiliki kekuatan es, tapi aku tak terlalu menyukai udara dingin. Aku lebih menyukai sesuatu yang hangat. Ini memang ironis. Aku berlari kecil, menikmati setiap hembus angin yang menerpa tubuhku. Pikiranku mulai melayang kemana-mana. Aku cemas memikirkan tentang ujian individu nanti. Bagaimana jika aku kalah? Tidak. Bagaimana jika aku tak sengaja melukai lawanku? Itu yang paling kukhawatirkan. Kuakui, aku memang belum siap mental. Aku tahu bagaimana rasanya membunuh, karena dua tahun lalu aku pernah melakukannya. Dalam perang, hal itu berdampingan. Membunuh atau dibunuh, aku harus memilih salah satunya.
Sebisa mungkin, aku ingin semua orang bahagia. Setelah lulus dari sini, aku akan diangkat menjadi Ratu. Dan aku ... tak ingin rakyatku hidup menderita.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tales: Broken Pandora
Fantasy[The Tales: School of Magic Sequel] Setelah tragedi yang menyebabkan populasi penyihir menurun, kini kami dikejutkan kembali oleh bencana yang baru. Sebagian besar penyihir terkena sihir hitam, dan membuat kekuatan mereka tersegel. Kehilangan kekuat...