Hafidz's POV
Setelah drama air mata dari bidadariku karena elegi di rumah makan sate "PINCUK", kami pun akhirnya tiba di Lebak Sawah, sebuah desa kecil yang mulai dikembangkan SDMnya. Nyai adalah sesepuh kampung ini, beliau dan paman bibiku yang merupakan adik dari Abi adalah motor pengembangan desa ini. Alhamdulillah, adik sepupuku, Rianti, adalah anak muda yang kreatif. Dari tangannya, di kampung itu telah lahir usaha mikro yang akhirnya menjadi lapangan kerja masyarakat Lebak Sawah.
Dengan sigap aku keluar dan hendak membukakan pintu untuk bidadari yang cantiknya masya Allah di mataku, tapi sayang, memang dasar remaja nggak peka, bukannya sabar menanti pangeran tampan Darus Salam ini membukakan pintu, dia malah sudah keluar lebih dulu. Mau romantis sama istri saja susah.
( Kurang lebih outift Nanaz seperti pic di atas 👆, sayang nggak ada gradasi putihnya 😥😥. Keyra itu nama brandnya bukan nama modelnya )
Kulihat dia berlari kecil ketika melihat Nyai sudah menantinya di teras. Manja. Giliran ke suami malah nggak manja. Huh! Nasibmu Fidz.. Fidz...
Kami bersalam-salam ria lalu dipersilahkan masuk. Istriku sudah tidak kelihatan, dia mengikuti sepupuku ke dapur.
*
"Enak kan Fidz nikah, jadi ada yang dikangenin?" Ledek pamanku yang membuatku langsung tersenyum. Itu benar, aku selalu kangen padanya.
"Bibi do'ain semoga cepet dapet momongan, nyak? Istrimu meni geulies pisan, kamu juga kasep. Pasti anak kalian nanti kasep dan cantik." Itu Bibiku.
Aku meringis. Aku sih mau. Detik ini tembak gol juga mau, tapi apalah daya punya istri lugu yang bahkan di samping pria tampan sepertiku tidak membuatnya lupa daratan.
Kulihat Nyai berbisik dan Bibiku langsung senyam-senyum. Taulah Bibi rahasiaku. Suami Tampan yang terabaikan.
"Sabar ya, kasep. Pelan-pelan saja. Kalau gadis desa mungkin nggak perlu nunggu, tapi buat bidadari secantik istrimu nggak rugilah nunggu, yang penting sudah jadi milikmu."
"Iya, Bi. Dibawa mengalir saja. Anaknya juga masih kolokan sama Abi dan Ummi, tanya saja sama Nyai."
"Bayi Besar Darus Salam eta mah Yun. Kalau nggak ada si eneng rasanya sepi. Budaknya ngegemesin pisan." Tambah Nyai yang membuatku tersenyum lagi. Ya ya ya, itu benar. Istriku adalah bayi besar. Haha.
Tak lama, Rianti dan si Bayi Besar keluar dari dapur. Masing-masing membawa nampan. Rianti membawa kudapan tradisional pais singkong dan getuk yang sudah terhidang di meja, sedang istriku yang agak kerepotan karena gamisnya yang panjang sedang sangat berhati-hati membawa nampan yang berisi minuman. Karena tak tega, aku langsung berinisiatif mengambil nampan bermotif bunga itu darinya. Tapi innaalillah, tanganku tidak sengaja menyentuh tangannya. Aku sih tidak masalah, cuma perawan ting-tingku itu terkejut karena sentuhanku hingga setengah lusin es jeruk yang dibawanya tumpah berhamburan dan hebatnya, mayoritasnya membasahiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURGA DI TAMAN HATI
RomansaAlya Sahnaz adalah remaja metropolitan kebanyakan. Pergaulan telah menjadikannya urakan dan tidak tahu aturan. Lalu bagaimana jika sang ayah akhirnya memasukkannya ke pesantren yang tidak disukainya? Akankah Nanaz bertahan di pondok yang ketat denga...