Chapter 22

733 54 2
                                    

Tahun terakhir Nanaz dan semua santri senior Darus Salam berjalan dengan tenang. Mereka semua giat menggempur diri mereka sendiri agar semua mata pelajaran, praktik dan hafalan mereka kuasai saat ujian nanti. Tak terkecuali dengan Nanaz yang alhamdulillah sudah tahfidz 7 juz. Walau masih kalah jauh dengan suaminya yang sudah khatam 30 juz di luar kepala, tapi Nanaz tidak akan berhenti menambah hafalannya.

Bicara tentang suami Nanaz, beberapa bulan terakhir ini membuatnya lebih mudah sensi. Bagaimana tidak? Pantaslah Pangeran Tampan Darus Salam itu tenang-tenang saja dan mantap menolak lamaran Nissa yang notabene ayahnya adalah donatur terbesar pondok, selidik punya selidik, ternyata Hafidz Ali Saujana bukanlah pria pondok biasa, bukan pula anak Kyai semata yang hanya mengurus pondok dan mengajar mata pelajaran Qurdist. Hafidz Ali Saujana, ternyata si Pangeran Tampan juga calon bintang masa depan, ah salah, mungkin sudah malah. Kenapa? Karena ternyata, Hafidz adalah seorang Youtuber dengan lebih dari 1 juta subcriber, belum lagi Blog tanya jawabnya memiliki follower yang juga di atas 1 juta, belum lagi ternyata, Hafidz juga merupakan penulis karya kenamaan dengan nama pena Firdaus. Penulis buku best seller novel islami dan buku motivasi. Bah! Tahulah sekarang Nanaz kenapa suaminya itu sangat mudah berkata-kata manis, ternyata dia memang seorang penulis roman. Hebatnya, hal itu dilakukan semua oleh Hafidz hanya dengan bersenjatakan 1 buah laptop terkini. Intinya, dia tidak perlu wara-wiri sana sini, meeting kesana kemari demi rejeki. Yang perlu ia lakukan hanyalah duduk di depan laptop, mengetik atau mengupload video yang sudah dibuatnya dan multijobnya selesai bahkan tanpa harus orang-orang tahu bagaimana rupa si Firdaus itu. Kok bisa? Bisalah. Karena Hafidz hanya mengupload video kamera belakang hingga hanya suaranya yang terekam. Dan lagi, untuk urusan penerbitan, Hafidz mempunyai satu asistent yang hanya ia temui sesekali.

Lantas apa yang membuat Nanaz sensi? Hufft! Karena dua bulan belakangan ini, selalu ada seorang wanita cantik yang bertamu dan menemui suaminya di pesantren. Setahu Nanaz, si wanita itu adalah PR sebuah perusahaan yang menunjuk penulis sekelas Hafidz untuk menulis biografi perusahaan tempat si tamu cantik itu bekerja. Sahabat Hafidz di ICF yang katanya ditugaskan membuat biografi anti mainstream agar lebih membuat orang tertarik untuk membacanya. Alhasil, Hafidzlah sasarannya.

"Tuh tuh, si bibir cabe datang lagi, coba lihat gelagatnya Naz. Kelihatan banget kan kalo dia mupeng sama pangeran tampan kita, eh pangeran kamu maksudnya."

Kata-kata Fatimah tidak terlalu ditanggapi Nanaz, hatinya sudah sangat panas melihat sang suami sangat rajin menyambut dan mengantar si Tamu Cantik sampai ke area mobilnya yang selalu terparkir cantik di garasi depan.

"Wanita idaman banget yak tuh pelakor. Udah cantik, body goal, berhijab lagi, senyumnya itu loh, Masya Allah." Ujar Nur Aini polos yang lalu dihadiahi pukulan di lengannya oleh Fatimah yang sudah melotot. Jangan tanya kemana Maisyaroh, dia sudah lulus tahun lalu dan menyisakan Fatimah, Nur Aini dan Nanaz yang memang seangkatan. Tempat Maisyaroh sekarang ditempati junior yang sangat susah bergaul selain dengan kitab-kitab tebalnya.

'Dasar laki tebar pesona. Sok kegantengan.' Batin Nanaz yang langsung sembunyi di balik semak bersama 2 kroninya ketika Hafidz melihat ke arah persembunyian mereka.

"Tenang aja Naz, kalo tuh akhwat berani macam-macam sama Pangeran Tampan kita, eh maksudnya pangeran kamu, kita akan pasang badan buat kamu." Hibur Fatimah sembari menepuk bahu sahabatnya yang galau itu.

"Kayaknya kamu harus belajar dandan deh Naz, biar aura aphrodhitemu lebih keluar gitu." Tambah Nur Aini, sambil sesekali mengemut permen kojeknya.

"Aku kalah saing ya? Dia udah cantik, pinter dandan, feminim abis, belum lagi pasti udah mandiri. Lah aku, dikit-dikit ngambek, dikit-dikit kolokan, dikit-dikit jutek,"

"Dikit-dikit cemburu." Sambung suara bariton nan merdu.

"Iya." Jawab Nanaz lesu. Kedua sahabatnya menarik-narik kemeja madrasah aliyah Nanaz, tapi sahabatnya itu hanya menekuk kakinya dan menumpukan kepalanya di atas lutut.

SURGA DI TAMAN HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang