Chapter 31

666 51 3
                                    

Nanaz mengerjap-ngerjap. Matanya mulai menangkap bayang-bayang putih di sekitarnya dengan bau obat-obatan yang menusuk hidungnya. Nanaz sangat yakin dia tengah berada di rumah sakit saat ini.

Air mata Nanaz terjatuh mengingat hal yang tak mungkin lagi ia dustakan. Wajah itu jelas-jelas wajah dia yang telah tiada tujuh tahun yang lalu. Tapi apa hubungan wajah itu dengan Reza? Kenapa Reza mengatakan jika wajah itu adalah Bang Nazzar, kakak kandung Reza yang belum pernah sekalipun Nanaz temui?

Tapi.... bukankah Nanaz pernah melihat fotonya, dan wajah Bang Nazzar yang ia lihat di foto tidaklah sama dengan wajah yang ia lihat di monitor kaca itu. Air mata Nanaz berhenti dan menjadi kehampaan. Apa Hafidz tahu kalau Nanaz berhubungan dengan Reza, karena itu dia selalu membatalkan pertemuan jika ada Nanaz di pertemuan itu? Atau semua hanya kebetulan semata? Oh Ya Allah! Rasanya kepala Nanaz tidak sanggup menerima beban pikiran seberat ini.

"Alhamdulillah. Kamu sudah sadar, Naz? Kamu membuatku takut. Apa udah enakan?"

Nanaz menatap Reza, tak tahu apa yang harus ia lakukan dengan tunangannya ini jika memang ternyata Hafidz dan Nazzar adalah orang yang sama.

Mematahkan hati Reza? Tidak. Nanaz tidak akan sanggup melakukannya. Walau bagaimanapun, Reza lah yang selama tiga tahun belakangan ini selalu mendampinginya dan membantu segala kesulitannya. Lalu apa? Apa yang harus ia lakukan?

"Hey, kenapa malah melamun? Kau haus?"

Nanaz mengangguk dan membiarkan dokter tampan itu memberikan minum padanya.

"Kamu demam dan dehidrasi. Sepertinya bukan hanya aku saja yang stress karena pernikahan hehe.." Ledek Reza lebih untuk menghibur dirinya sendiri.

"Kita akan cek CCTVnya nanti lagi ya, setelah keadaanmu pulih. Aku sudah coba meminjam video mereka, tapi tidak boleh. Jadi kita harus ke sana lagi nanti."

"Za." Panggil Nanaz lirih.

"Hmm." Gumam Reza yang sudah duduk di samping ranjang Nanaz. Menatap dalam wajah pucat yang ia cintai, tapi mungkin tidak akan pernah mencintainya.

"Kenapa kamu bilang kamu lihat Bang Nazzar? Aku pernah melihat foto Bang Nazzar, dan aku yakin bukan orang di monitor itu."

"Ya Allah! Apa aku belum pernah cerita?" Pekik Reza sambil menepuk jidatnya.

Nanaz mengerutkan dahi. Hebat sekali Reza, pikir Nanaz. Dia tetap berusaha ceria di depan Nanaz, padahal Nanaz yakin, Reza pun sama gundahnya seperti dirinya.

"Aku nggak tahu pasti detail kejadiannya, yang jelas, 7 tahun yang lalu, Bang Nazar kecelakaan saat dalam perjalanan mengungsi dari war zone ke Mesir. Mobil yang ia tumpangi terbakar dan wajah Abang hancur. Karena itu, Abang melakukan operasi plastik. Saat itu aku tengah kuliah di Jerman, jadi aku baru bertemu lagi abang sekitaran 5 tahun yang lalu dengan wajah barunya. Kalau tidak melihat warna matanya yang coklat, aku pasti mengira dia bukan abangku."

'7 tahun yang lalu? Kenapa kebetulan?'

Tiba-tiba handphone Reza berbunyi. "Bentar sayang. Abang telepon."

Tatapan Nanaz tak berpaling sedikitpun dari Reza.

"Ah, tidak. Dia baik-baik saja. Hanya kecapean. Anaknya bandel soalnya, susah dibilangin."

Nanaz melihat Reza melirik ke arahnya dan memeletkan lidahnya. Sengaja meledeknya. 'Itu pasti dia.' Batin Nanaz meyakinkan dirinya sendiri.

"Baiklah. Ya, nanti akan aku sampaikan. Hmm. Wa'alaikumus salam."

*

"Abang titip salam. Semoga cepat sembuh katanya."

Nanaz tersenyum getir. Ada orang yang sudah mahir berakting rupanya.

SURGA DI TAMAN HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang