Hafidz's POV
Jantungku langsung sumringah ketika aku menangkapnya dengan manik mata yang rindu akan wajah manisnya. Wajah yang cantik tanpa polesan apapun yang harus menambahkan kecantikannya. Buat apa? Toh, tanpa tabaruj pun dia sudah seperti bidadari bagiku. Huh, Ya Rabb! Kenapa kau jatuhkan cinta ini pada dia yang begitu belia? Apa pantas, lelaki matang seperti Hamba begitu menginginkan belia sepertinya? Ah! Tak ada yang salah dalam cinta. Ini bukan masalah usia, tapi masalah rasa.
Kulihat wajah cerianya langsung hilang ketika menyadari keberadaanku. Menggemaskan bagaimana dia begitu antipati padaku karena ulahku yang menipunya saat itu. Tak apalah. Toh cepat atau lambat dia harus menerima pinanganku. Memangnya ada yang berani membantah Mustafa Bin Salam, Kyai Besar pemilik Darus Salam, Abiku yang berwibawa? Rasa-rasanya tidak.
Dia lapar. Aku mendengarnya tadi. Kasihan sekali gadisku. Beruntungnya Abi, Ummi dan Teh Hasna yang kedapatan tugas membantunya mengejar ketinggalannya, sedang aku, berdua saja kami tak boleh saat ini. Aku bahkan sampai rela diledekin Teh Hasna karena ketahuan ingin bertemu bidadari jutekku ini. Alya Syahnaz, si Pemilik Hati ini.
Setelah mengambil alih wadah sayur yang asapnya masih mengepul, kami pun menikmati makan malam yang jarang ini dengan hikmad.
Kulihat dia makan dengan sangat lahap. Apa dia benar-benar kelaparan? Atau gadis ini memang doyan makan?
Wajar kan jika aku heran? Ummi dan Teh Hasna bergantian memotong ayam bagian mereka lalu memberikannya ke gadisku yang langsung dihadiahi senyuman surga dunia. Ah! Aku mau dia juga tersenyum seperti itu padaku.
Ada 6 potong ayam goreng yang disajikan, masing-masing dari kami mengambil satu bagian, sisanya, well, si Doyan Makan itu yang mengambilnya lagi, lagi dan lagi. Tak ada yang menghentikannya. Aku sampai takjub melihat nafsu makannya yang besar. Siapapun yang melihat betapa mungilnya gadisku ini takkan percaya jika tak melihatnya sendiri. Si Mungil yang doyan makan.
'Ayolah, Fidz! Kalau kau tidak berusaha mana bisa dia jatuh hati padamu.' Batin Hafidz sebelum menunjukkan perhatiaanya secara terang-terangan.
"Habiskan! Mubazir kalau dibuang." Ucapku sedatar mungkin lalu menikmati tempe goreng dengan sambal terasi yang terasa begitu nikmat di lidahku. Jangan lupa lalapan selada dan timun sambil sesekali melirik wajah manis yang masih kurindukan. Benar-benar makan malam mantap bagiku. Tak apalah, ayam goreng jatahku dimakan olehnya. Apapun akan kuberikan untuknya, meski ayam goreng kesukaan.
Karena sudah dipelototi Abi, dia pun tak punya pilihan selain menikmati ayam goreng dari akang tampan sepertiku. Ya, kurasa aku lumayan beruntung bisa memanfaatkan situasi dan kondisi saat ini.
***
"Mang, bareng sekalian, ana juga mau balik ke pondok." Ucapku pada mang ujang. Supir Abi yang selalu bertugas mengantarkan gadisku ke pondok setiap usai belajar di rumahku. Ya. Lagi-lagi aku hanya bisa gigit jari. Jalan dengan mang ujang yang rambutnya telah memutih semua lebihlah baik dan menghindari fitnah ketimbang jalan dengan pangeran tampan sepertiku. Tapi, aku harus memperbaiki masalah kami, well, masalahnya sebenarnya, karena jujur aku tak punya masalah apapun dengannya kecuali masalah hati yang menggebu. Aih, Hafidz. Bicaramu sudah seperti pujangga cinta saja.
Kulihat gadis manisku mencebik, tapi di depan mang Ujang dia bisa apa. Haha. Allah berada di pihakmu, Fidz! Teruslah berusaha! Allahu Akbar!
Aku berjalan beriringan dengan Mang Ujang sambil bercengkrama sepanjang jalan, sedang Gemuruh Jiwaku berada di belakang, mengekor di belakang Mang Ujang sambil menahan kesal. Aku tersinggung? Tidak sama sekali. Kelakuan ABGnya yang ajaib itu justru membuatku tambah kepincut dengannya. Apa aku sudah bilang kalau dia menggemaskan?
KAMU SEDANG MEMBACA
SURGA DI TAMAN HATI
RomanceAlya Sahnaz adalah remaja metropolitan kebanyakan. Pergaulan telah menjadikannya urakan dan tidak tahu aturan. Lalu bagaimana jika sang ayah akhirnya memasukkannya ke pesantren yang tidak disukainya? Akankah Nanaz bertahan di pondok yang ketat denga...