Hari-hari berikutnya terasa seperti perang dingin bagi siapapun. Nanaz menjalani kehidupannya yang hambar, Hafidz pun menjalani kehidupannya yang super duper sibuk di Mesir karena dia langsung migrasi ke Mesir di hari pernikahan Nanaz dan Reza.
Kenapa Keluarga Bandung tidak hadir dalam pernikahan Nanaz? Jawabannya simple. Karena Hafidz sudah menghadap mereka sehari setelah ia bertemu dengan Nanaz. Masih teringat jelas, keterkejutan mereka dan yang paling membekas adalah kemarahan mereka.
***
FLASH BACK ON
Plak.
"Abi tidak redho dengan segala settingan kamu ini. Walau bagaimanapun, kebenaran harus diungkapkan, tapi lihat apa yang kau lakukan? Kau malah menalak istrimu dan menyuruhnya melanjutkan pernikahan?"
Hafidz langsung bersujud di kaki ayahnya dan memohon ampun. Dia hanya berusaha agar tidak ada pihak yang dirugikan. Walau bagaimanapun, hutang budinya terlalu besar pada keluarga Alawiyah, kalau bukan karena mereka, pasti Hafidz pasti akan tetap buta, luntang-lantung di negeri orang tanpa identitas, dan kalau saja Reza tidak mengirimkan foto Nanaz, mungkin ingatan Hafidz tidak akan pernah kembali.
"Ampun, bi, ampun! Hafidz berdosa sama Abi dan Ummi, ampuni Hafidz Bi."
"Pergilah Fidz. Kalau kau memang ingin meneruskan hidup sebagai Nazzar Alawiyah, lanjutkanlah. Mohon ampunlah pada Allah atas kezaliman yang kau lakukan pada putriku, mulai saat ini, putraku telah mati."
Ummi histeris sambil memeluk Hafidz, begitu pun Nyai yang kebetulan berada di Darus Salam. Semurka itulah K.H. Mustofa As-Salam? Ayahandanya?
*
Dengan gontai, Hafidz pergi meninggalkan rumahnya. Dia mulai bertanya-tanya? Apakah keputusannya salah? Apakah benar dia telah menzalimi Nanaz? Bukankah Reza pasti akan membahagiakannya?
"Afwan Tuan. Sapu tangan Tuan." Ujar seorang bocah kecil yang menghentikan langkah Hafidz. Hafidz pun berbalik dan melihat bocah kecil yang memanggilnya. Si bocah memasang wajah senyum sambil mengulurkan sapu tangan Hafidz yang terjatuh.
"Syukran, Nak. Ma ismuka?"
"Ismi Aqil Farras Hakim ya Abu."
Hafidz langsung terpana. "MasyaAllah, si Tampan yang berakal dan bijaksana. Semoga Allah menjadikanmu seperti do'a yang disematkan pada namamu, Nak."
"Syukran Jazakallah khairan katsiir Abu. Maaf, ana harus mengikuti kajian ashar. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumus salam."
Hafidz masih saja memandangi bocah tampan yang entah mengapa menarik hatinya itu. Kalau saja dia dan Nanaz tidak terpisah selama tujuh tahun, mungkin mereka juga sudah memiliki anak yang tampan seperti bocah yang sudah menghilang itu. Ah, tapi apalah daya, Nanaz bahkan bukan miliknya lagi saat ini.
FLASH BACK OFF.
***
Bukan hanya Nanaz dan Hafidz yang melanjutkan hidupnya seperti perang dingin, tapi juga Reza. Dia harus menahan diri dari ledekan pengantin baru di rumah sakit tempatnya bekerja.
Kalian bisa bayangkan, tinggal serumah dan bekerja di tempat yang sama, tapi perang dingin itu terus saja berlanjut walau usia pernikahan Reza dan Nanaz telah memasuki satu minggu. Mereka bukan hanya tidur terpisah, tapi interaksi mereka hampir dibilang tak ada kecuali basa-basi di depan umum.
*
Bugh.
"Afwan afwan.. saya tidak sengaja. Saya..."
Reza memberikan jurnal yang dijatuhkan wanita bergamis kuning gading itu. Tapi Reza membeku ketika melihat wajah yang menatapnya dingin itu. Wanita itu mengambil jurnal dengan dari tangan Reza dengan kasar, mengucapkan terima kasih dengan ketus, dan berlalu.
Tapi tak lama, si wanita berwajah ketus itu kembali. Entah kenapa dia iba melihat tampang Reza yang hampa itu. Reza yang masih membeku di tempat menatap si Wajah Ketus.
"Kau butuh teman bicara?"
*
Akhirnya, Nissa, si Wajah Ketus itu kini berada di salah satu cafe dekat rumah sakit tempat Reza bekerja.
"Kulihat wajahmu tak jauh beda dengan Nanaz. Syukurlah lebam di pipinya sudah hilang, kalau tidak, aku pasti tidak akan sesabar ini dengan menemanimu di sini."
Reza masih belum berkata apapun. Dia hanya mengaduk-ngaduk moccacinonya dengan lambat.
"Jawab pertanyaanku Tuan Reza." Kesal Nissa yang tak diindahkan sama sekali.
Tak.
Dengan tega, Nissa memukul tangan Reza dengan sendok puddingnya, menyadarkan Reza dari lamunannya.
"Kenapa kau memukulku?" Ucapnya lalu mengambil serbet untuk mengelap tangannya yang lengket.
"Karena aku tidak mau bicara dengan patung." Jawabnya asal.
"Oh!"
Nissa memutar malas bola matanya. Pria yang menyebalkan, itulah penilaian Nissa terhadap Reza.
"Kau tetap mau melanjutkan kegilaan ini? Karena sungguh, ini kezaliman namanya."
"Apa yang sedang kau bicarakan?" Tanya Reza tak mengerti.
"What else? You miserable marriage of course. Kau tidak berpikir aku tidak tahu apapun kan?"
Reza menyeringai setelah mengerti. Wanita ini ternyata menarik. Tidak jauh beda dengannya. Merasa sangat memiliki kemampuan dan over confident. Reza menyesap moccacinonya dan bersedekap. Dilihatnya Nissa yang memicingkan mata. Ya. Wanita ini menarik. Dia sibuk melihat Nanaz yang selalu sempurna di matanya, sampai dia lupa bahwa mungkin banyak wanita lain yang menarik di luar sana. Seperti wanita menarik di hadapannya, yang ternyata cantik juga.
"So. Mrs. Solver, Bagaimana Anda akan menyelesaikan kasus seperti saya? Anda sudah tahu masalahnya kan?" Tanya Reza dengan senyum yang akhirnya muncul setelah seminggu penuh dirundung muram.
"Pertama, Miss, not Mrs karena saya belum menikah."
Okay, Reza tersenyum lagi. Wanita ini benar-benar sudah mencuri perhatiannya.
"Kedua. Apa anda ingin melanjutkan pernikahan anda, jika anda sadar, kalian berdua tidak mungkin bahagia?"
Reza menarik kursinya, lalu menumpu dagu tirusnya dengan kedua tangannya. Ya, sepertinya Reza sudah tahu apa yang akan ia lakukan.
"Pertama, aku anggap option pertamamu sebagai promosi."
Nissa membelalak mendengar ocehan Reza, dan lebih membelalakkan lagi matanya tat kala dia mendengar option kedua pria maskulin itu.
"Kedua, kalau aku melepasnya, apa kau mau menjamin kebahagiaanku?"
Di luar dugaan, semburat merah muncul di pipi mulus itu, membuat Reza tanpa sadar telah menata hati yang baru. Nissa benar. Dia dan Nanaz tak mungkin bahagia. Reza pun sudah memikirkan hal itu. Yang jadi masalah, apa yang akan terjadi pada Nanaz setelah ia melepasnya? Apa Nanaz akan kembali menutup diri dari para pria? Karena sungguh, Reza tetap ingin Nanaz bahagia walau tak bersamanya.
Dan ucapan Nissa berikutnya, membuat semua jawaban akan segera terkuak.
"Baiklah. Why Not? Asal kau berani saja segera menghadap papaku. Dia sedang menjodohkanku dengan pengusaha kaya asal negeri Jiran soalnya. Dan ah ya. Carilah tahu tentang Hafidz Ali Saujana di internet. Di sanalah semua jawaban atas kesedihanmu."
Semoga semua kebahagian kembali ke tempatnya. Semoga saja Allah Ta'ala membayar segala kebaikan setiap orang dengan kebaikan pula. Semoga saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURGA DI TAMAN HATI
RomanceAlya Sahnaz adalah remaja metropolitan kebanyakan. Pergaulan telah menjadikannya urakan dan tidak tahu aturan. Lalu bagaimana jika sang ayah akhirnya memasukkannya ke pesantren yang tidak disukainya? Akankah Nanaz bertahan di pondok yang ketat denga...