Chapter 13

688 53 0
                                    

Amyotropic Lateral Sclerosis atau ALS adalah penyakit langka yang menyerang otot yang menyebabkan penderitanya akan mengalami kelumpuhan motorik. Namun, pasien yang mengidap penyakit ini meninggal justru bukan karena kelumpuhan otot tangan dan kaki, melainkan karena kelumpuhan otot pernafasan.

Penyebab ALS bisa karena alasan sporadis ataupun genetik. Pengobatan dilakukan melalui suntikan tulang belakang, namun tetap saja pasien akan meninggal karena lumpuhnya otot pernafasan.

Penderita yang mengidap penyakit ini hanya bisa bertahan 3 - 4 tahun. Pemasangan alat bantu pernafasan bisa dilakukan tapi tetap saja tidak bisa mencegah kematian pasien itu sendiri, karena walau bagaimanapun, ketika otot syaraf dan pernafasannya lumpuh, maka organ-organ yang bersinergis tidak akan berfungsi lagi hingga mengakibatkan gagal sistem yang berujung kematian.

Tubuh Nanaz roboh di depan benda pipih persegi yang membantunya mencari tahu tentang penyakit yang diderita ibunya.

Hati Nanaz hancur karena selama ini, ibunya berjuang melawan maut sedangkan dia hanya menambah masalah dan beban pikiran ayahnya.

Nanaz menangis dan terus menangis, digenggamnya tangan sang ibu yang sangat lemah itu.

"Bunda jahat. Bunda nggak biarin Nanaz menemani sisa waktu yang kita punya. Nanaz bahkan nggak punya kenangan yang bisa Nanaz kenang. Kenapa Bun? Kenapa?"

Nanaz melihat air mata di pelupuk ibunya. Hanya menangis dan mengedipkan mata yang kini bisa dilakukan wanita tegar itu. Bayangkan saja, alih-alih membiarkan anak-anaknya melihat penderitaannya, dia lebih memilih dibenci anak-anaknya. Dia rela kehilangan masa-masa mereka karena dia tahu, anak-anaknya tidak akan kuat melihat penderitaannya. Dia saja sudah merasa bersalah pada suaminya yang selalu menitikkan air matanya ketika ia bertahajud dalam temaram kamar inapnya yang selalu diintai Malaikat Izrail. Ya, dia bisa melihatnya dengan jelas. Sosok berjubah hitam besar itu pastilah Malaikat Izrail yang siap menjemputnya atas perintah Allah.

Nanaz mengingat surat yang ditulis ibunya. Di sana ada permintaan berat yang sudah disanggupi Nanaz. Permintaan yang jika saja bukan karena bakti terakhirnya pada sang ibu, dia tidak akan mau menjalankannya.

***

Jakarta, 12 Mei 20XX

Untuk putri cantikku tersayang,

Alya Syahnaz

Sebelum jemari ini kehilangan kemampuannya, Bunda sengaja menulis ini dan meminta ayahmu untuk menyerahkannya jika waktu Bunda sudah dekat. Umur tidak ada yang tahu sayang, Bunda ridho dengan semua yang Allah Mubramkan untuk Bunda.

Tapi, Bunda akan menyesal jika Bunda tidak melihat putri cantikku ini bersanding dengan pria yang baik, yang akhlakul karimah, yang santun budi pekertinya, yang insya Allah bisa jadi imam adek di dunia hingga ke surga.

Bunda tahu Bunda egois sama adek, tapi Bunda mohon sayang, menikahlah di hadapan Bunda dengan lelaki yang sudah kami pilihkan untukmu, yang sudah Bunda lihat sendiri wajah tampannya, santun tutur katanya, dan sinar yang terpancar karena wudhunya.

Hanya itu permintaan terakhir Bunda sayang, Adek mau kan menurutinya?

Biarkan Bunda melihat bayi kecil Bunda menikah dengan pria sholeh, setelah itu, Bunda ikhlas dan bahagia menghadap Yang Maha Kuasa. Allah Ta'ala.

Dari wanita yang selalu menginginkan kebahagiaan untukmu,

Fid dunya wal akhirah

Bunda.

*

"Nanaz sayang bunda.... Nanaz tidak mau bunda pergi tinggalin Nanaz." Isak Nanaz sambil memeluk erat Bundanya yang sudah tak bisa bergerak lagi.

Mata itu terpejam. Bahkan hanya untuk membuka matanya saja wanita lemah itu tak bisa berlama-lama. Menambah sesak di dada Nanaz yang menyesali segalanya. Segala masa yang terbuang percuma, segala masa yang harusnya ia isi dengan memberi semangat pada ibu yang telah melahirkannya. Sayangnya, semua sudah seperti ini. Semua sudah hampir berakhir di sini.

***

Nanaz's POV

Dengan segala sesak di dada, dengan air mata tak terkira, di sinilah aku. Di dalam ruang inap Bunda yang memekikkan suara kardiograf yang membuat harapanku terus menciut. Apakah setelah aku menuruti kemauannya, Engkau akan memperpanjang umurnya ya Rabb?? Akankah?

Aku tidak sendiri di sini. Ada Ayah, Kak Vian, Abi, Ummi, Nyai, beberapa dokter dan perawat, seorang pria berjas rapi, serta pria berbaju kurung hitam bermotif emas, calon suamiku.

"Qabiltu nikahaha wa tazwijaha Alya Syahnaz bintu Wijaya Mahendra alal mahril madzkur wa radhiitu bihi wallahu waliyu taufiq."

"Sah?" Tanya catatan sipil yang langsung dibeokan oleh yang lainnya.

Air mataku turun semakin deras. Bundaku sedang sekarat dan aku malah menikah.

Ummi membantuku berdiri dan berhadapan dengannya. Pria yang tak pernah terbayangkan akan menjadi suamiku kelak, pria yang bahkan tidak pernah terpikirkan dalam kesakralan semacam ini.

Dia juga mencoba menahan air mata, sama seperti yang lainnya. Aku mencium lengan yang wangi itu, dan diapun mengecup keningku lembut dan penuh penghayatan.

Harusnya semua pengantin bahagia kan di hari pernikahannya? Iya kan? Tapi tidak denganku, karena tak lama, kardiograf sialan di ruangan berbau obat itu berbunyi ngilu, menandakan dia yang melahirkanku telah pergi, untuk selama-lamanya.

"BUNDAAAA.......BUNDAAAA.. NGGAK... NGGAK.... NANAZ MAU SAMA BUNDA... NANAZ MAU PELUK BUNDA... NANAZ..."

***

Semua menjadi gelap bagi gadis yang bahkan tak sadar bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas. Bisa kalian bayangkan, kehilangan orang yang kita cintai pada hari jadi kita. Sungguh, Nanaz akan mengartikan lain hari jadinya mulai saat ini. Takkan ada lagi ulang tahun bagi seorang Alya Syahnaz. Tidak akan lagi.

Innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun_Sesungguhnya segala sesuatu adalah milik Allah, dan hanya kepada-Nyalah kita semua akan kembali.

SURGA DI TAMAN HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang