1

2.1K 83 0
                                    

Seorang gadis duduk di halte bis di depan sebuah gedung sekolah SMA negeri di Jakarta, yang sudah terlihat sepi. Bukan! Dia bukan menunggu bis. Dia menunggu jemputan supirnya, dan halte itu adalah tempat favoritnya untuk menunggu.

Sahara Azalia nama gadis itu. Dia masih sangat belia, usianya masih 17 tahun. Baru saja masuk kelas XI jurusan IPA-1. Hebat? Tentu saja. Dia memang gadis yang pandai.

Sebuah mobil berhenti di halte tempat Sahara duduk menunggu. Seorang gadis berhijab turun dari mobil itu dan menghampiri Sahara.

"Maaf lama ya jemputnya? Mbak Fa tadi mampir ke rumah temen dulu ambil buku. Yaudah yuk, pulang!" Ajaknya pada Sahara.

Gadis berhijab itu Arafah Zahra, kakak kandung Sahara. Usia mereka terpaut 5 tahun. Kini Arafah sedang menyelesaikan studinya di salah satu Universitas ternama di Jakarta. Sudah semester 6, sebentar lagi akan skripsi.

"Mampir beli makan dulu ya, mbak? Ara laper" pinta Sahara memelas.

"Tapi harus pake nasi. Nanti maag kamu kumat!" Peringat Arafah.

"Siap bos!" Sahara hormat kepada kakaknya, kemudian berjalan memasuki mobil.

Arafah terkekeh kecil melihat tingkah adik semata wayangnya itu sembari menggelengkan kepalanya. Lucu memang si Sahara. Manja tapi menyenangkan. Arafah kemudian menyusul Sahara masuk mobil dan melaju membelah hiruk-pikuk kota Jakarta siang itu.

***

"Ara pulang!" Seru Sahara sembari memasuki rumah mewah dengan design klasik Jawa itu.

Mereka memang tinggal di Jakarta, tapi keluarga Sahara adalah orang asli Jogjakarta. Jiwa ke-Jawa-an mereka masih sangat kental, meski bahasa mereka tidak medhok lagi. Tradisi Jawa yang mereka yakini baik juga masih mereka ikuti.

"Eh, anak mama udah pulang" Sambut Fatma, mama Sahara dan Arafah "Sana ganti baju dulu!"

Sahara mengangguk patuh kemudian beranjak menaiki tangga menuju kamarnya. Arafah yang baru datang langsung duduk disamping mamanya. Meski terlihat capek, dia sedikit terhibur dengan keceriaan Sahara.

"Capek mbak?" Tanya Fatma.

"Sedikit, ma" Arafah tersenyum simpul "Ayah belum pulang?".

"Udah. Itu, lagi belajar ngaji sama ustadz di pendopo belakang" jelas Fatma.

"Alhamdulillah ya ma, ayah mau belajar ngaji" Arafah menghela nafas "Andai adek juga mau ikut belajar".

"Pasti ada saatnya adekmu mau dengan kesadaran dia sendiri" Fatma menepuk-nepuk lembut tangan anak sulungnya.

"Iya, ma! Yaudah kalo gitu mbak ke kamar dulu ya ma. Habis itu mbak bantuin nyiapin makan malem" ujar Arafah.

"Iya. Yaudah sana! Pantesan dari tadi ada bau-bau aneh" goda Fatma.

Arafah mendelik kesal dibuat-buat tapi langsung terkekeh karena dia tahu mamanya cuma bercanda, kemudian segera beranjak menuju kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Sahara.

***

Makan malam pada malam itu begitu berbeda. Ada tambahan satu orang lagi di meja makan medium itu. Biasanya mereka makan berempat, kini berlima. Dia duduk di samping Fatma, persis berhadapan dengan Sahara.

Orang beruntung itu adalah Fathurrahman Syahid. Ustadz yang mengajari Bahar mengaji. Bahar adalah ayah Arafah dan Sahara. Direktur utama sebuah perusahaan properti kenamaan di Jakarta.

Di Atas Langit [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang