35

884 39 0
                                    

Yang seharusnya menjadi hari bahagianya Sahara pun tiba. Seharusnya? Berarti tidak bahagia? Tidak, bukan begitu. Sahara bahagia, hari ini akan bertunangan dengan Fathur. Tapi dia juga sedih, tidak ada ayah, mama dan kakaknya hari ini. Kebahagiaannya kurang  total rasanya.

Berkali-kali Sahara menghembuskan nafas, menatap pantulan dirinya di cermin. Gaun coklat susu dipadukan kerudung senada dengan beberapa hiasan di atasnya, membuat Sahara tampak anggun hari ini. Dia sangat cantik.

Meski baru bertunangan, ada perasaan Deg-degan juga di hati Sahara. Seharusnya disaat-saat seperti ini, ada mamanya yang menenangkannya. Tapi kata-kata Bi Onah semalam membuatnya sadar, keadaannya sedang tidak memungkinkan untuk mewujudkan keinginannya. Dia tidak boleh egois, Arafah sedang sakit di rumah sakit.

Ckrrreeeekk...

Pintu kamar Sahara terbuka, menampilkan soksok Farah yang tersenyum menatapnya. Farah mendekati Sahara dan mengusap lembut lengan gadis itu.

"Kamu cantik banget" puji Farah.

"Makasih, tante" Sahara tersenyum tersipu.

"Sudah siap?"

Sahara diam. Beberapa kali Sahara mencoba mengatur ritme detak jantungnya yang menggebu, juga nafasnya yang sedikit memburu.

"Deg-degan ya?" tebak Farah.

Sahara mengangguk "Tau nih, dari tadi kaya gini perasaannya Tan."

Farah terkekeh "Baru tunangan aja udah nervous."

"Kan Ara belom pernah tunangan, tante" Sahara memutar bola matanya.

Farah semakin terkekeh sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Dasar anak muda!

"Yaudah, sekarang kita keluar. Udah pada di tungguin tuh!" Ajak Farah.

"Tamunya banyak ya Tan?" tanya Sahara polos.

"Cuma keluarga kita sama orang pesantren kok. Udah nggak usah berlebihan gitu, ah. Yuk!"

Sahara berdiri dan beranjak keluar dari kamarnya dituntun Farah. Dan masih saja Sahara mengatur nafasnya, mengundang kekehan kecil Farah.

***

Prosesi pertunangan Sahara dan Fathur dibuat singkat, cepat, dan langsung pada intinya. Kini tinggal acara beramah-tamah.  Ada yang mengobrol santai, ada yang makan, dan ada yang bercanda ria. Tapi Sahara dan Fathur lebih memilih keluar ke pendopo untuk menikmati udara segar di sana.

"Setelah ini, menikah?" tanya Fathur ambigu.

Sahara melirik Fathur sekilas, kemudian menatap lurus ke depan lagi sembari tersenyum.

"Buat apa tunangan kalo akhirnya nggak nikah, mas?"

"Kalau saja kamu berubah fikiran..."

Sahara membenahi posisi duduknya kemudian menatap Fathur yang masih menengadah menatap langit biru cerah siang itu.

"Yang mau berubah pikiran itu mas Fathur apa aku?" tanya Sahara.

Fathur mengalihkan tatapannya kepada Sahara. Senyum simpulnya muncul, membuat tingkat ketampanan ustadz itu meningkat beberapa oktaf.

"Aku tidak pernah berubah fikiran, Sahara.  Kamu saja yang belum tahu semuanya."

Sahara mengernyitkan alisnya "Maksud mas Fathur?"

Di Atas Langit [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang