31

698 34 0
                                    

Sahara berjalan gontai. Entah sudah berapa jauh Sahara berjalan, rasa lelahnya sudah memuncak. Sahara memutuskan untuk duduk meluruskan kakinya di trotoar pinggir jalan. Sahara mengurut-urut sebentar kakinya yang terasa pegal. Sesekali Sahara celingukan, berharap Fathur tidak mengejarnya lagi.

Sahara kembali teringat kata-kata Desi tadi. Rasanya menyakitkan bagi Sahara. Angan-angan bisa hidup bahagia bersama Fathur kembali kelabu. Tapi bukankah memang belum secerah yang diharapkan Sahara? Sahara menghela nafas berat.

"Ara!" Seseorang menyapa.

Sahara mendongak dan mendapati Yoga kini berada tepat di depannya. Dengan cepat Sahara berdiri dan akan beranjak. Dia sedang tidak ingin meladeni Yoga. Sahara berpikir Yoga menghampirinya hanya akan menghasutnya untuk membatalkan perjodohannya dengan Fathur lagi.

Baru akan melangkah, Yoga dengan cepat menarik lengan Sahara agar gadis itu tidak pergi.

"Lepas, mas!"

Sahara meronta, berusaha melepaskan genggaman tangan Yoga.

"Ra, gue ke sini cuma mau nemenin Lo. Gue tau Lo lagi sedih. Please, biarin gue nemenin Lo kali ini aja" mohon Yoga.

Sahara diam. Sahara membuang muka, tidak ingin Yoga tahu seberapa sedih dirinya. Tapi mustahil, Yoga tau Sahara sedari kecil. Yoga teramat kenal Sahara, bahkan jika Sahara menutupi hal yang kecil saja Yoga pasti tahu.

"Gue nggak kenapa-kenapa!" Elak Sahara datar.

"Gue tau Lo. Bahkan sebelum Lo sadar sesuatu yang terjadi di diri Lo, gue bisa tahu lebih dulu. Jangan bohong sama gue!"

Tangan Yoga kini beralih menggenggam kedua tangan Sahara. Yoga tahu Sahara sedang rapuh. Sangat rapuh. Sahara sendiri tidak berani menatap mata Yoga. Dia tahu Yoga lelaki yang sangat peka terhadap perasaan perempuan, atau mungkin hanya peka terhadap Sahara?

Sebutir bening lolos dari pelupuk mata Sahara. Sebutir yang memancing berbutir-butir lainnya. Bahu Sahara bergetar, dan Yoga tahu emosi Sahara sudah tidak dapat ditahan. Segera Yoga merengkuh Sahara ke dalam pelukannya. Sahara pun meluapkan segala kesedihan serta kesakitannya dalam tangis di dekapan Yoga, seorang kakak bagi Sahara yang ternyata mencintainya.

"Jangan ditahan, lepasin aja!" Pinta Yoga.

Tidak ada sahutan dari Sahara. Dia tetap dengan tangisannya. Yoga tahu, Sahara memang tidak menangis karena dirinya. Tapi setidaknya kini hanya Yoga yang ada di saat-saat terburuk Sahara. Itu sudah cukup!

***

Fathur memasuki rumah dan melewati ruang tamu begitu saja. Pikirannya kacau, hatinya tidak tenang, sampai dia tidak menyadari ada sepasang mata mengamati gelagatnya yang tidak biasa.

"Fathur!" Sapa Arafah sembari beranjak mendekati Fathur.

Fathur berhenti dan berbalik menghadap Arafah. Meskipun Fathur berusaha menutupi segala kekacauan dirinya dengan bersikap sok tenang, tapi entah mengapa kali ini dia tidak bisa sempurna menutupinya. Sebagai seorang wanita, pasti Arafah sangat bisa membaca kegelisahan Fathur.

"Arafah! K-kenapa? Emmm... Ada apa?" Tanya Fathur tergagap.

Arafah mengernyitkan keningnya sembari memperhatikan raut wajah serta gelagat Fathur.

"Nggak pulang sama Ara?" Tanya Arafah.

Fathur sedikit tersentak. Memang sudah bisa di tebak, Fathur pulang tanpa Sahara pasti akan menjadi pertanyaan untuk keluarga Sahara. Apalagi Fathur pulang di jam-jam Sahara pulang sekolah.

"Eng... Tadi Ara.... Dia...." Fathur berpikir, alasan apa yang bisa dia berikan. Fathur bukan tipe orang yang bisa menyembunyikan sesuatu, kecuali gejolak hatinya.

Di Atas Langit [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang