38

970 50 1
                                    

Sudah seminggu Arafah diam dan mengurung diri. Dia lebih senang melamun sekarang. Jika rumah sepi, Arafah santai di depan tv atau di pendopo. Tapi kalau Sahara, Fathur, atau Fatma pulang, Arafah bergegas masuk kamar dan mengunci pintu. Diajak bicarapun dia sama sekali tidak menggubris. Bahkan bi Onah yang biasa jadi perantara, kini juga didiamkan oleh Arafah. Makananpun berhenti hanya di depan pintu kamarnya, bi Onah tidak lagi bisa mengantar makanan sampai ke dalam kamar Arafah.

Lelah. Itu yang dirasakan Fatma dengan sikap Arafah. Hanya karena pertunangan Sahara dan Fathur yang tidak melibatkan Arafah, anak sulungnya sampai berdiam seperti itu. Padahal masih ada banyak lelaki di luar sana yang mendambakannya. Bahkan ada Yoga yang selalu mengunjunginya dan membujuknya untuk kembali seperti semula walaupun berakhir sia-sia.

"Ma, Arafah belum juga keluar kamar?" tanya Yoga.

Siang itu, dia sengaja ke rumah Fatma untuk kembali membujuk sahabatnya itu keluar kamar. Meski Yoga tahu pada akhirnya ini semua akan gagal juga, tapi dia tetap berusaha untuk membuat sahabatnya kembali seperti sedia kala.

"Belum, Yoga." Fatma menghela nafas gusar "Mama bingung sama Arafah, kenapa dia sampe segitunya?"

"Kenapa hanya karena Sahara tunangan sama Fathur, dan dia nggak dikasih tau, dia jadi marah sampe ngurung diri begini?"

"Padahal waktu itu kan dia lagi sakit, dan persiapan pertunangan Sahara dan Fathur sudah siap semua. Mama salah ya, Yog?"

"Mama nggak salah. Arafah sampai marah kaya gitu itu karena Arafah menyukai Fathur, ma!" celetuk Yoga.

Fatma tertegun sesaat "Yang bener kamu?"

Yoga mengangguk "Setau Yoga begitu."

Fatma kembali menghela nafas gusar. Apa lagi ini? Dia baru tahu kalau Arafah menaruh hati kepada Fathur.

"Tapi kan Fathur itu dijodohkannya sama Sahara." Fatma menghela nafas lagi "Dan setahu mama, Arafah dekatnya sama kamu Yoga."

"Deket bukan berarti saling suka kan, ma?" Yoga menatap Fatma "Yoga sama Arafah itu sahabatan dari kecil. Kita saling sayang, saling melengkapi, tapi cuma sebagai sahabat, ma. Kita nggak mungkin lebih."

"Terus mama harus bagaimana, Yoga? Mama frustasi melihat Arafah bersikap seperti ini!" Fatma menitikkan air matanya.

"Mama tenang, ya!" Yoga menghela nafas "Yoga akan berusaha terus buat bicara sama Arafah. Karena Yoga juga pernah ada di posisi Arafah..."

Yoga menjeda kalimatnya. Kembali hatinya bergelayar aneh. Dia masih mencintai Sahara, bahkan masih sangat besar cintanya. Tapi dia harus bisa menerima pilihan Sahara. Tapi apa mungkin dia akan menceritakan semuanya kepada Fatma?

"Arafah hanya butuh waktu untuk menerima semuanya, ma!"

***

Tok tok tok

"Arafah!"

Sudah beberapa kali Yoga mengetuk pintu kamar Arafah, juga memanggil namanya. Tapi tidak ada sahutan dari dalam.

Tok tok tok tok

"Fah, ini gue Yoga. Please, bukain pintunya!"

Tok tok tok tok

"Lo butuh temen buat cerita semua yang lo rasain, Fah! Lo masih anggep gue sahabat lo kan?"

"Mau sampe kapan lo kaya gini? Ngurung diri begini nggak akan nyelesaiin masalah lo!"

"Atau lo mau mati? Kalo mau mati, jangan nyusahin orang begini! Minum aja racun apa bunuh diri pake apaan gitu! Kan nggak berasa sakitnya tuh!" celoteh Yoga di ujung kekesalannya karena tak ada respon dari Arafah.

Di Atas Langit [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang