2| Hugo Aviceena Catra

300 39 4
                                    

Pada akhirnya, Varo tidak jadi tinggal di rumah Hugo seperti keinginan cowok itu. Mengharuskan Damar mencarikan tempat Varo bermalam untuk beberapa hari ke depan. Pasalnya, dia sudah mengiakan untuk dititipi Varo. Jadi, Damar tidak boleh lepas tangan begitu saja hanya karena Hugo tidak mengizinkan Varo tinggal.

Tetapi, meskipun semuanya berjalan seperti kemauan Hugo cowok itu tetap mengambek pada kedua orang tuanya. Dan pada Varo serta Blue juga tentu saja karena mereka sudah mengatainya. Seharian Hugo mengurung diri di kamar dan menolak saat Mbak Yuni membawakan camilan untuk teman membaca buku.

Malam harinya syukurlah Nela berhasil menjinakkan Hugo dengan cara membuat kulkasnya penuh susu pisang. Kadang sesederhana itu memang untuk menghentikan aksi merajuk seorang Hugo Aviceena.

Sebagai anak tunggal Hugo memang sering bertingkah kekanakan. Tetapi, sebagai ibu Nela tidak pernah mempermasalahkannya. Dia percaya Hugo bisa menempatkan diri dengan baik. Hugo tahu bagaimana harus bersikap. Meskipun, tidak selalu. Tetapi, sejauh ini anak itu bisa diandalkan.

"Mau kemana?"

Pertanyaan itu dilontarkan oleh Nela ketika mendapati putranya tengah merapikan rambutnya di depan cermin.

"Astaga," balas Hugo agak kaget saat mendapati dua orang perempuan berdiri di depan pintu kamarnya.

"Hari senin pagi jam enam ya mau ke sekolah lah, Bun. Kemana lagi?" jawab Hugo yang membuat sang ibu berdecak.

"Yakin mau ke sekolah dengan penampilan cute kayak gitu, Kak?" tanya Nela memastikan.

Hugo mendengus, kembali memandang bayangannya di cermin. Kacamata berangka bulat sudah bertengger di hidungnya. Cute? Oh, please! Cowok nggak suka dibilang cute.

Bagi Hugo kata-kata itu terdengar seperti penghinaan. Dibanding cute Hugo lebih memilih jika ibunya memanggilnya culun sekalian.

"Nanti kursinya bakal di-rolling. Takutnya dapet di belakang dan nggak keliatan," alibinya.

Kening Blue berkerut mendengar jawaban Hugo. Bukankah semester kemarin cowok itu juga duduk di belakang? Nomor dua dari belakang dekat jendela seingat Blue. Dari jarak itu Blue yakin tulisan di papan tulis tidak terbaca oleh Hugo. Tetapi, pemuda itu masih keras kepala tidak mau menggunakan kacamata.

"Bukannya Kak Naya nggak suka?" celetuk Blue yang ingat betul alasan Hugo tidak mau menggunakan kacamata.

"Lah emang kenapa? Mata gue emang silinder susah kalo nggak pake kacamata di kelas."

Blue dan Nela sama-sama saling pandang ketika mendengar respons Hugo. Itu anak kenapa sih?

"Hugo, Kak Naya nggak suka cowok berkacamata. Ingat?" tanya Blue berniat mengingatkan Hugo. Siapa tahu cowok itu lupa.

"Terus?"

"Ya, nggak suka," balas Blue.

Hugo tersenyim miring. "Masa gara-gara kacamata dia bakal minta putus?"

"Ya, mana aku tau," cicit Blue jadi bingung sendiri.

"Udahlah, sekarang gue nggak sebodoh itu. Gue udah pinter," kata Hugo membuat kening Blue berkerut. Hugo kan sudah pintar dari dulu.

"Oh ya, ntar lo berangkat bareng gue. Motor Juan masuk bengkel."

Blue belum sempat menjawab saat melihat Hugo sudah berjalan melewatinya dan Nela begitu saja. Hugo aneh banget. Pasalnya, selama ini jangankan menawari, Blue merengek minta ikut bareng ke sekolah saja Hugo selalu tega menyuruhnya naik ojek. Lah ini?

"Tan, aku kelewatan apa sih? Padahal, aku cuma liburan tiga minggu," bisik Blue yang masih dapat didengar oleh telinga Hugo.

"Kalo nggak mau ya udah! Naik ojek aja sana!"

Mata Blue melebar mendengar Hugo mengomel sembari menuruni tangga. Tak ingin membuat cowok itu makin kesal akhirnya Blue menurut saja.

"Iya, iya! Astaga," balas Blue lalu ikut turun ke bawah.

Nela yang menyaksikan tingkah kedua anak itu hanya tersenyum dan menggeleng geli. Dasar anak itu, sok malu-malu.

♧♧♧♧♧

Hugo sudah memutuskan bahwa mulai hari ini dia akan berubah. Ah, tidak! Bukan berubah, tetapi menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya ke semua orang. Keputusannya itu jelas saja membuat Blue dan Juan bingung—sebenarnya, hanya Blue. Juan tidak bingung karena dia sudah tahu apa alasan sahabatnya itu. Juan justru bersyukur akhirnya anak itu sadar juga.

Blue sebenarnya juga bersyukur mendengar Hugo katanya tidak akan bersikap kalem dan sok cool lagi seperti Langit. Namun, jujur saja cewek itu masih bingung. Soalnya Hugo dan Naya baru beberapa minggu menjalin hubungan lebih dari sekadar sahabat. Apa Hugo sepercaya diri itu Naya tidak akan mempermasalahkannya? Karena sebatas pengetahuan Blue Naya suka cowok seperti Langit. Ah, bukan! Sepertinya Blue harus meralatnya. Naya suka Langit.

Sampai sekarang sebenarnya Blue juga masing bingung kenapa mereka bisa jadian. Jangan anggap Blue berpikir seperti itu karena cemburu. Yah, walaupun sebenarnya Blue memang cemburu. Tetapi, selama Hugo tidak menatapnya dengan sorot benci seperti waktu itu Blue akan menahannya. Dia tidak mau perang dingin lagi dengan cowok itu. Blue akan memilih diam jika itu bisa membuat hubungan mereka aman-aman saja.

"Go, kayaknya lo harus urungin niat lo," usul Juan.

"Setuju!" Blue yang duduk di jok belakang mengangkat tangan. "Mending jangan sekarang."

"Kenapa sih?" tanya Hugo mengernyit. Ia melepaskan sabuk pengaman dan berniat untuk turun. Namun, jawaban kompak dari Blue dan Juan membuatnya urung.

"Belum siap."

Juan dan Blue kaget saat mendengar mereka menyuarakan kalimat yang sama persis. Keduanya tertawa merasa takjub sendiri.

"Apaan sih lo berdua?!" balasnya sewot.

"Kamu udah siap? Kalo misalnya harus kehilangan fans, temen atau pacar karena mereka nggak suka Hugo yang..."

Blue menggantungkan kalimatnya, meringis, lalu mengalihkan fokus matanya saat Hugo sudah menatapnya dengan mata menyipit tajam. Dia jadi ragu untuk melanjutkan. Bisa-bisa Blue disuruh untuk memotong rumput saat sampai di rumah nanti.

"Banyak bacot dan suka ngegas."

"Bukan aku yang ngomong!" seru Blue cepat. Tangannya menunjuk Juan yang sudah memasang cengiran lebar ketika melihat Hugo mendelik.

Bukannya takut Juan justru melanjutkan untuk mengata-ngatai Hugo. Mengabsen semua sifat jelek yang tidak dapat disangkal oleh cowok itu.

"Gampang pundung, manja, penakut, suka ngomel, dan suka gibah."

"Gue nggak suka gibah," elak Hugo tidak terima. "Biru tuh suka gibahin tukang kredit panci sama Mbak Yuni."

"Kok jadi aku?"

"Apa, apa? Hah?"

"Dasar Es Pisang!"

"Es Pisang Jenius."

"Ih enggak! Es Pisang Monyet."

"Apa? Manis?"

"Kak Juan!" pekik Blue setiap kali merasa kalah dari Hugo.

Juan menghela napas lelah melihat kedua temannya adu mulut. Ini yakin mereka saling suka, tapi kelakuan kayak begini? Juan sih yakin.

♧♧♧♧♧

Tbc. 18 Agustus 2019

Haloo, haii!

Adakah yang besok hari pertama melakukan sesuatu? Hehe

Semoga beruntung ya! Kamu bisa kok. Pasti bisa. Semangattt, Manusia Hebat! ❤❤

Our PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang