Pintu kamarnya sudah diketuk berkali-kali sejak Hugo masuk ke kamar mandi. Bahkan, sekarang dia sudah keluar dan dua orang di balik pintu kayu itu belum menyerah juga ternyata. Namun, Hugo masih tidak ingin memedulikannya. Ia hanya berdiri di depan pintu sembari mengeringkan rambutnya.
"Hugo buka pintunya! Aku kasih susu pisang!"
Hugo memutar matanya. Pasti ambil dari kulkas. Itu namanya cuma ngambilin aja.
"Hugo," panggilan itu terdengar lebih lirih.
"Heh, buka nggak? Gue dobrak juga nih!" teriak Juan mulai kesal dengan sikap Hugo yang satu ini.
Tak membiarkan Hugo terdiam terlalu lama suara gedoran pintu semakin keras, lalu kalimat selanjutnya yang Hugo dengar berhasil membuat cowok itu segera membuka pintu.
"Sumpah ya, seneng banget sih lo nangisin Blue!"
Saat pintu terbuka, Hugo melihat Juan dan Blue berdiri di depan kamarnya. Tatapannya tak lepas dari gadis yang malam ini memakai piama lengan panjang berwarna hijau. Mata Blue sudah berkaca-kaca dan hidungnya memerah. Ekspresi yang Hugo tahu bahwa gadis itu tengah menahan tangis.
"Biru, maaf," ucapnya menyesal.
Juan mendengus kesal mendengarnya. Tangannya gatal untuk memukul kepala temannya itu.
"Cowok bukan sih lo? Baru juga sehari," sungut Juan kesal. "Udahlah, Blue! Besok lo balik aja atau enggak tinggal sama Varo!"
"JANGAN!" bentak Hugo cukup keras hingga membuat dua orang di depannya terlonjak kaget.
Melihat Blue yang mulai terisak membuat Hugo menunduk, lalu menurunkan volume suaranya. Lagi-lagi dia kelepasan berbicara keras di depan cewek itu.
"Biru, di sini aja. Jangan pindah kemana-mana," ucap Hugo terdengar serak.
Juan menghela napasnya, lalu meminta Blue untuk kembali ke kamarnya yang langsung dituruti oleh gadis itu. Saat melihat gadis berkepang dua itu sudah menghilang di balik pintu, Juan segera mendorong Hugo untuk masuk ke dalam kamar.
"Lo gimana sih?" tanya Juan geregetan.
"Apa?"
"Nggak usah sok bego deh! Capek gue," kesal Juan, lalu menjatuhkan dirinya di sofa.
"Gue lebih ikhlas Blue pindah sumpah! Daripada dia sakit hati mulu disini," ujar Juan yang mendapat penolakan tegas dari Hugo.
"Enggak, Biru nggak akan pindah kemana-mana udah dibilang juga."
Juan mengembuskan napas kasar. Rasanya dia ingin memukul Hugo sekarang juga.
"Gue liat pas lo sama Naya minta maaf ke Blue," ucap Juan yang membuat Hugo yang tengah duduk di depan meja belajar memutar kursinya. "Segampang itu."
Hugo membelalakkan matanya melihat Juan tersenyum miring. Kenapa ini jadi melebar kemana-mana? Padahal, tadi dia cuma marah karena tidak terima kalah baik dari Jeka.
"Lo tau nggak kalo tadi dia nangis?"
"Biru nangis?"
Juan mendengus. Memorinya kembali memutar kejadian siang tadi. Juan yang niatnya keluar kelas hanya untuk ke toilet, lalu mampir sebentar ke kantin justru harus melihat ketiga temannya saling meminta maaf. Kemudian, dengan iseng dia mengikuti Blue berniat untuk mengajak gadis itu ke kantin.
Namun, belum sempat Juan menghampiri Blue gadis itu sudah lebih dahulu bertemu dengan Nica. Juan melihat Blue menangis ketika menerima kamera mirrorless berwarna hitam itu dari kakak kelas mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Page
Teen Fiction[Sequel of Hugo's Journal] Saat menjabat menjadi ketua kelas XI IPS 3, takdir Hugo sedang dikaitkan dengan tiga nama; Naya, Langit, dan Blue. Jadi, begini sirkuitnya. Hugo -> Naya -> Langit -> Blue -> Hugo Hugo menyukai Naya yang menyukai Langit da...