27| Terbaik

118 25 1
                                    

Hugo mengerjap, lalu tertawa saat Ije dan Hesa berlalu melewatinya. Dia sempat menonton adu jotos di kelas itu dan apa yang dilakukan Hesa. Juniornya di klub renang itu menendang meja, lalu dengan tenangnya mengajak Ije keluar. Membuat hawa panas di kelas itu mencair seketika. Meninggalkan penonton dengan pikiran bertanya-tanya. Udah gini doang?

"Selese gitu aja?" tanya Opang tidak percaya dengan apa yang dia lihat. "Sumpah?!"

Moza sudah berlari masuk ke dalam kelas. Cewek itu segera menghampiri Varo yang masih ditahan Naren di belakang kelas. Sinta ikut masuk bergabung dengan teman-temannya di belakang kelas.

Tadi Hugo sudah melongokkan kepalanya ke dalam kelas dan tidak menemukan Blue, membuatnya bisa bernapas lega. Setidaknya dia tidak perlu melihat Blue yang menangis karena menonton teman-temannya berkelahi.

"IJE JANGAN PINDAH KELAS!"

Nina yang masih berdiri di tempatnya, di depan jendela bersebelahan dengan ketiga kakak kelasnya dan beberapa anak kelas sebelah yang memang sedang menonton bertunjukan gratis, memutar mata saat melihat Jeka berlari keluar kelas dengan lebam di pipi kiri untuk mengejar ketua kelas mereka. Lalu, disusul Varo dan Bima.

"Bar-bar!"

"Ck, emang bermasalah banget tuh anak-anak!"

"Kok nggak ada guru yang dateng sih?"

"Untung gue nggak masuk kelas itu!"

"Emang harusnya Ije masuk kelas kita!"

"Iya, semoga Hesa sama Ije beneran mau pindah."

Rasanya Nina ingin menjambak dan menendang anak-anak IPA Dua yang seenaknya mengomentari kelasnya, namun Nina harus menahannya. Dia tidak ingin menambah masalah untuk Ije.

"Selese gini aja, Nin?" tanya Hugo mengerling ke dalam kelas yang mulai agak kondusif. Di luar juga hanya tersisa mereka berempat.

"Enggaklah," jawab Nina menggeleng. Gadis itu berjalan ke arah pintu dan mengembuskan napas panjang melihat Deva masih terkapar di dekat meja guru. "Kak, bawa pergi gih mantan Kapten futsal lo!" perintah Nina pada Opang sebelum melangkah masuk.

Ketiga cowok itu meringis ketika melihat keadaan Deva yang tampak mengenaskan. Bisa-bisanya sudah dalam keadaan begitu, Deva masih saja ingin memperbesar api.

Opang dan Juan melangkah masuk, memapah Deva. Kedua cowok itu menggelengkan kepala melihat bibir Deva masih saja menyeringai padahal tadi saat lengannya diangkat agar mengalung di leher Juan saja cowok itu meringis kesakitan.

"Kak, jangan ke UKS! Langsung bawa ke rumah sakit aja!" seru Ariska.

"Kenapa?" Hugo bertanya.

"Ada Galuh, Lala sama Blue," jawab Ariska yang membuat mata Hugo melebar. "Ije sama Hesa paling juga kesana. Biar anak-anak lain nyusulin mereka."

"Blue di UKS juga?" pekik Nina baru tahu. "Kenapa?"

Belum sempat Nina mendapat jawaban Hugo sudah berlari keluar kelas menuju ke ruang kesehatan. Memang tidak seharusnya Hugo merasa lega sebelum melihat dengan matanya sendiri bahwa Blue baik-baik saja.

♧♧♧♧♧

Hugo mengerjapkan matanya melihat pemadangan di ruang kesehatan yang dipenuhi oleh anak-anak sepuluh IPA Satu. Semua tirai yang biasanya digunakan untuk menutupi ranjang terbuka. Menampilkan ranjang yang sudah diisi oleh seseorang. Di sofa ada Ije dan Hesa yang tengah duduk sembari memainkan ponsel. Di ranjang pertama ada seseorang yang dia cari bersama dua orang temannya. Di sampingnya ada tiga cowok yang duduk berjajar tengah diobati oleh Mbak Laras.

Our PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang