21| Yang Harus Move On

127 18 4
                                    

Karena pagi tadi membuat kegaduhan di kelas akhirnya tujuh penghuni sepuluh IPA 1 harus lari keliling lapangan setelah pelajaran Bu Rini. Untung saja mereka semua sudah menyelesaikan tugas dan dapat mengerjakan soal dadakan yang diberikan oleh guru Fisika itu di papan tulis karena jika tidak maka kejadian Selasa kemarin akan kembali terulang.

"Mang, melonnya tujuh!" seru Blue mengucapkan pesanannya.

"Banyak banget, Neng?" tanya si penjual buah saat melihat botol air mineral yang dibawa Blue.

"Iya, buat temen-temen saya, Mang," jawab Blue.

Setelah menerima plastik berisi tujuh cup transparan dari Mang Sikin dan mengucapkan terima kasih, Blue berjalan keluar kantin menuju lapangan basket dimana teman-temannya sedang menjalankan hukuman. Harusnya Blue juga ikut lari keliling lapangan, namun teman-temannya yang baik hati itu melarangnya karena dia habis sakit.

"Biru?"

Blue menghentikan langkah, lalu menoleh saat mendengar namanya dipanggil. Dia tersenyum saat mendapati Hugo muncul dari arah tangga.

"Ngapain?" tanya Hugo seraya mengambil alih plastik hitam di pelukan Blue. Dari lantai atas tadi dia sempat melihat beberapa teman sekelas Blue tengah lari di lapangan. "Buat temen-temen lo?"

Blue mengangguk, membiarkan Hugo untuk membantunya membawakan air mineral yang tadi ia beli. Memang tidak ada yang menyuruhnya, namun dia berinisiatif untuk mentraktir mereka.

"Ngapain lagi lo pada ha? Kompak nggak ngerjain tugas?"

"Suudzon. Kita cuma rame di kelas," jawab Blue.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju pinggir lapangan. Hugo menarik pelan siku Blue saat gadis itu berdiri di tempat yang tidak dinaungi bayangan pohon di dekat mereka.

"Lo juga?"

Blue mengangguk. "Harusnya aku lari juga. Lima putaran, tapi mereka mau gantiin. Jadi, mereka lari enam putaran."

Hugo menyipitkan matanya untuk dapat melihat lebih jelas siapa saja yang tengah berlari sambil sesekali bercanda itu. Ada enam orang dan Hugo tidak mengenali dua orang.

"Itu yang lari paling depan siapa?" tanya Hugo menasaran. "Kayak pernah lihat."

Blue mengangguk. Jelas saja Hugo pernah liat. Beberapa tahun lalu mereka berdua adalah teman sparring.

"Kei," balas Blue menyebutkan nama seseorang yang cukup familier di telinganya.

"Ah, anak SD yang dulu songong itu?" ujar Hugo, kepala mengangguk-angguk saat berhasil memutar memorinya beberapa tahun silam.

"Tapi, sekarang dia dikenalnya Varo."

"Varo?" Hugo mengulanginya. Takutnya dia salah dengar.

"Iya, Varo. Alvaro."

"Namanya pasaran. Mirip kakak tiri lo," cibir Hugo yang membuat Blue mengulum bibir.

"Kalo yang lagi dipukulin sama Nina sama Jeka?"

"Naren."

Hugo mengangguk. Oh, jadi itu yang namanya Naren.

"Anak basket?"

Gantian Blue yang mengangguk. Jeda beberapa detik diselimuti keheningan. Lalu, Blue sadar dengan Hugo yang masih berdiri di sebelahnya. Ini belum jam istirahat.

"Oh ya, Hugo kamu ngapain keluar kelas?" tanya Blue agak mendongak karena perbedaan tinggi mereka.

"Nggak ada guru. Mending gue keluar cari angin," balas Hugo mengangkat kedua bahunya. Blue hanya mengangguk, lalu mereka kembali diam.

Our PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang