17| Gaun

138 24 2
                                    

Gaun outshoulder lengan panjang berwarna monokrom saat ini sudah membalut tubuh langsing Naya yang tengah mematut dirinya di depan cermin. Ini adalah gaun ketiga yang sudah ia coba. Dan sebanyak itu juga Hugo berkomentar cantik dan bagus setiap kali dia meminta pendapat.

"Go, jadi mending aku beli yang mana?" tanya Naya mulai kesal. Pasalnya, tujuan dia mengajak Hugo adalah agar tidak terlalu pusing memilih baju. Namun, jika seperti ini sama saja bohong.

Hugo menggaruk pelipisnya. Dia menatap tidak yakin Naya yang berdiri di hadapannya. Gadis itu sudah menenteng satu baju di masing-masing tangannya. Di tangan kanan Naya ada sebuah dress brokat merah dengan lengan sepanjang siku dan hiasan pita besar di bagian perut. Sedangkan, di tangan kirinya ada black dress simpel berlengan panjang.

"Semuanya bagus," kata Hugo yang membuat Naya menipiskan bibirnya. Dia menahan diri untuk tidak memutar mata.

Nela yang sedari tadi memperhatikan kedua remaja itu dari jauh memutuskan untuk mendekat. Perempuan itu tertawa kecil melihat ekspresi putra semata wayangnya itu.

"Kamu salah ajak orang, Sayang," celetuk Nela sesaat setelah tiba di sebelah Naya.

"Lah emang bagus semua kok, Bun," ucap Hugo tidak mau dipojokkan. Pemuda itu menjatuhkan diri di sofa biru tua yang tersedia di sana. "Mau pake yang mana juga Naya mah tetep cantik."

Mendengar pujian itu Naya tak dapat menyembunyikan semburat merah di pipinya. Bisa-bisanya Hugo sesantai itu memujinya di depan ibunya.

Nela tertawa, lalu menggeleng melihat tingkah putranya itu. Kemudian, dia beralih pada gadis cantik di sebelahnya yang tidak lain adalah kekasih Hugo.

"Nanti tema acaranya apa, Nay?" tanya Nela berniat membantu gadis itu memilih. Kalau menunggu Hugo, bisa-bisa Naya harus menunggu lama dan berujung membeli semuanya.

"Monokrom gitu sih, Tan," jawab Naya.

"Kalo menurut Tante sih, kamu jangan pake monokrom juga," usul Nela seraya mengambil dress di tangan Naya, lalu menempelkannya pada tubuh gadis itu. "Tunjukin kalo kamulah senter acara itu."

Naya menimbang sebentar, lalu mengangguk setuju dengan saran Nela. Dengan warna merah di tengah sekumpulan manusia berpakaian monokrom akan membuatnya menjadi pusat perhatian.

"Oke deh, Tan. Aku ambil yang ini," putus Naya.

Lambaian tangan Nela membuat seseorang menghampiri mereka. Nela mengisyaratkan pegawainya untuk mengantar Naya ke kasir untuk membungkuskan pakaian pilihan gadis itu.

Sementara Naya dengan wajah girangnya sudah berjalan ke kasir bersama seorang pelayan, Nela menghampiri Hugo yang masih setia duduk di sofa dengan mata yang fokus menatap sebuah maneken. Senyumnya ikut mengembang melihat maneken dengan ruffle skirt hitam selutut dan atasan outshoulder berwarna putih polos berlengan panjang.

"Nanti Bunda bungkusin," kata Nela memecah lamunan Hugo. Cengiran pemuda itu muncul diikuti lesung pipinya.

"Bunda tau aja. Makasih, Bunda Kesayangan," ucap Hugo girang, lalu menghambur memeluk wanita itu.

Nela tertawa, lalu melangkah bersama menuju kasir. Di sana Naya sudah menenteng tas belanjanya. Ketika hendak mengeluarkan dompet, Nela buru-buru menahannya.

"Anggep aja itu kado dari Tante," ucapnya yang membuat rona bahagia muncul di wajah cantik gadis itu.

"Makasih banyak, Tante," ucap Naya dibalas anggukan dan senyum ramah dari Nela.

Setelah berbincang sebentar, akhirnya Hugo mengajak Naya untuk meninggalkan butik milik ibunya. Mereka akan pergi makan sebelum pulang.

"Bunda, mau ikut makan?" tawar Hugo.

Our PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang