40| Pengakuan Langit

88 14 0
                                    

Ketika kembali ke kelas, Hugo melihat Rena, Naya, Asya dan Elma sudah duduk di kursinya masing-masing. Dia dapat merasakan tatapan mata gadis-gadis itu tampak masih tak bersahabat. Mengikuti arah pandangan Rena Hugo mendapati bahwa titik fokus Rena adalah Kila. Sepertinya memang benar bahwa masalah pagi ini tak selesai hanya dengan pengurangan skor Asya, Elma dan Rena yang diskors satu hari.

"Kayaknya Rena nargetin lo," bisik Hugo saat melewati meja Kila. Gadis itu mengangguk.

Kila sudah menduganya. Bukan karena Kila melaporkan Rena, tetapi sejak Juan ikut berlari keluar kelas Kila sudah tahu bahwa target Rena selanjutnya adalah dirinya.

Melupakan masalah Rena, Hugo memperhatikan Langit yang ternyata sudah duduk di kursinya. Cowok itu menyumpal kedua telinganya dengan earphone dan memejamkan mata. Hugo tidak akan menegur. Dia akan menunggu Langit yang menegurnya lebih dulu.

Dan ternyata Hugo tak perlu menunggu lama sampai Langit yang menegurnya lebih dulu. Saat bel istirahat berbunyi, Langit mengiriminya pesan dan keluar kelas lebih dulu. Pemuda itu mengatakan bahwa ingin berbicara empat mata dengannya di gedung olahraga.

Permintaan maaf adalah hal pertama yang terlontar dari mulut Langit. Cowok itu memalingkan wajah menghindari tatapan Hugo membuat Hugo mendengkus.

"Kayaknya yang butuh denger permintaan maaf lo Naya bukan gue," kata Hugo mengangkat kedua bahunya ringan.

"Gimanapun gue udah nyium pacar lo," kata Langit masih belum berani menatap Hugo. "Lo sahabat gue," tambahnya lirih.

"Gue nggak merasa rugi apapun. Jadi, gue pikir gue nggak butuh permintaan maaf lo."

Kali ini Langit mengerling menatap Hugo. Ada kilat tidak suka dan amarah yang terpancar dari mata cowok itu.

"Gue, cowok lain, nyentuh cewek lo, cewek yang lo suka," kata Langit penuh penekanan. "Harusnya lo marah!"

Hugo mengeluarkan kedua tangannya yang semula ia simpan di dalam saku celana. Cowok itu mengembuskan napas panjang, lalu berkacak pinggang.

"Cewek yang gue suka?" lirih Hugo yang terdengar seperti pertanyaan. Pemuda itu menggeleng, lalu menatap Langit.

"Lo beneran pengen berantem sama gue ya?!" tanya Hugo kesal. "Harusnya lo seneng dong? Bagus gue nggak marah sama lo," omelnya.

Langit tidak menyahut. Cowok itu hanya menatap Hugo tajam tanpa putus.

"Apa?!" sentak Hugo. "Sebenernya lo juga suka sama Naya? Tapi, karena lo merasa pertemanan kita lebih penting lo berlagak ngerelain Naya buat gue. Sampe-sampe lo nyuruh Naya nerima gue."

Mata Langit membelalak mendengar penuturan panjang Hugo. Dia tidak tahu bahwa Hugo sudah mengetahui hal itu.

"Lo..."

"Iya gue tahu," potong Hugo. Soal apa yang terjadi tanggal tujuh dan delapan Desember tahun lalu Hugo sudah mendengarnya dari Juan kemarin.

"Gue emang nyuruh Naya nerima lo, tapi gue nggak suka Naya," aku Langit secara jujur.

Hugo mengerutkan keningnya.

"Cewek yang gue suka lebih penting dari pertemanan kita," ujar Langit yang membuat Hugo mengerjap kaget.

"Yah!" teriak Hugo kehabisan kata.

"Dan gue suka Airin Blue Narendra Kanya."

Hugo mematung karena terlalu kaget. Bahkan dia masih tetap diam saat Langit berlalu pergi melewatinya.

Gue suka Airin Blue Narendra Kanya... Airin Blue Narendra Kanya... Cewek yang gue suka lebih penting dari pertemanan kita...

Kalimat Langit terus berulang di kepalanya membuat Hugo merasa benar-benar marah. Kedua tangannya terkepal erat. Tak akan ia biarkan.

♧♧♧♧♧

Blue mengatupkan bibir urung memakan melon di tangannya saat mendengar seseorang menyerukan namanya. Gadis itu berjalan di koridor seorang diri. Tadinya dia pergi ke kantin bersama Jihan dan Eja. Namun, Jihan sudah kembali ke kelas lebih dulu, sedangkan Eja ada urusan dengan klub ekstrakurikulernya.

Gadis beriris abu-abu gelap itu menoleh dan mendapati Hana berlari kecil menghampirinya. Dia melambaikan tangan, lalu melahap satu potong melon. Pipinya agak mengembung membuatnya terlihat lucu hingga Hana terkekeh.

"Kamu kok sendirian?" tanya Blue setelah menelan melon di mulutnya.

"Yang lain masih mau nyegerin mata katanya."

Jawaban Hana membuat Blue menggeleng dan terkekeh geli. Teman-temannya memang sudah mengembangkan hobi mengagumi cowok populer padahal masih junior.

Baru beberapa langkah lagi-lagi Blue harus menoleh karena mendengar seseorang memanggil namanya. Kedua gadis itu berhenti melangkah.

"Kak Langit," bisik Hana ketika melihat seseorang mendekat ke tempat mereka berdiri. Blue mengangguk dengan kening berkerut.

"Ada apa ya, Kak?" tanya Blue kikuk. Saat ini keadaan sedang kurang kondusif, ia harus lebih berhati-hati.

"Lo mau ke kantin? Atau ke kelas?"

Blue dan Hana saling lempar pandang mendengar pertanyaan Langit sebelum akhirnya Blue mengangkat gelas plastik berisi melon di tangannya, lalu menjawab, "Kita habis dari kantin."

Tak direncanakan sebelumnya, namun kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut Blue justru sebuah kebohongan.

"Mau ketemu Bu Fitri ngambil tugas."

Alis Hana berkedut mendengar jawaban Blue. Mereka tidak membuat kesepakatan untuk berbohong, namun saat Langit menatapnya seolah mencari kebenaran Hana mengangguk dengan yakin.

"Kita duluan, Kak," pamit Blue sopan dan menjauh pergi dengan langkah senormal mungkin.

"Kenapa kita bohongin Kak Langit?" tanya Hana agak berbisik saat mereka sudah menjauh dari kakak kelas mereka itu.

"Aku juga nggak tau," bisik Blue bingung sendiri.

"Oke, kita ketemu Bu Fitri beneran biar nggak bohong-bohong banget," usul Hana. Blue mengangguk setuju.

Tak jauh dari sana, di seberang lapangan Hugo melihat bagaimana Langit pergi menghampiri Blue. Meski tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan Hugo cukup yakin jika Blue tidak nyaman. Jika saja Hugo tidak mengingat pesan Jeka dan Juan, sudah pasti dia akan segera menghampiri mereka dan menyela apapun yang diucapkan Langit. Namun, sekarang ini Hugo harus lebih hati-hati jika tidak ingin menempatkan Blue dalam masalah.

Pada akhirnya, Hugo memilih untuk berbalik pergi menghampiri Juan yang katanya sedang berada di kantin. Cowok itu beberapa kali mengembuskan napas panjang sembari memainkan ponselnya untuk berkirim pesan. Setelah mendengar cerita Kila dan pengakuan Langit, mau tidak mau Hugo merasa sedikit khawatir.

♧♧♧♧♧


Tbc. 18 November 2020

Our PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang