Jika kelas XI IPS I dicap sebagai kelas unggulan di jurusan angkatannya karena dari dua puluh penghuninya hampir semuanya merupakan anggota tim olimpiade, kelas Hugo dikenal sebagai kelas artis karena hampir semua anak populer berkumpul di kelasnya. Mulai dari Anak Kepala Sekolah, Ketua OSIS, Kapten Tim Basket, Kapten Tim Pemandu Sorak, Kapten Tim Futsal, Model, Wakil Ketua Lensa—klub ekstrakurikuler fotografi, sampai setter unggulan SMA Prida berkumpul di XI IPS 3.
"Pang, si Juan mana?" tanya Hugo pada teman semejanya ketika tak mendapati Juan di kursinya.
Hugo menyimpan tasnya di atas meja, mengabaikan tatapan anak-anak yang mengarah padanya. Jangan heran, di sekolah ini gosip memang cepat sekali menyebar. Jadi, Hugo sudah dapat menebak kenapa pagi ini dia mendapat tatapan penuh tanda tanya dari teman-teman sekelasnya.
"Bukannya tadi itu anak ke kelas duluan?" gumam Hugo bertanya pada diri sendiri.
Cowok berambut kecokelatan itu hanya bergumam untuk menjawab pertanyaan Hugo tanpa mau mengubah posisinya. Namun, saat teman semejanya itu kembali bersuara alisnya berkerut. Lalu, tanpa ragu mengangkat pipinya dari atas meja.
"Masya Allah!"
Hugo terlonjak kaget saat mendengar Opang berteriak. Dia tersenyum miring ketika mendapati cowok itu menatapnya kaget.
"Ini teh Hugo temen Aa Opang?!" seru Opang heboh. Dia menangkup pipi Hugo, lalu tertawa. "Ma men! Pangling gue!"
"Bacot sia," balas Hugo menirukan logat Opang. Pemuda itu membenarkan letak kacamatanya, lalu kembali menanyakan keberadaan Juan. "Mana Juan? Tadi dia jalan ke kelas duluan."
Opang mengerjapkan matanya, lalu berseru heboh mendengar Hugo bicara padanya lebih dari tiga kata. Selama satu semester menjadi teman semeja Hugo, baru kali ini Opang mendengar cowok itu bicara sepanjang ini.
"Ternyata akun gosip sekolah teh tidak berbohong," ujar Opang mengusap sudut matanya dengan dramatis. "Aa terharu."
"Pang, jijik gue sumpah," balas Hugo setengah berteriak seraya meringis melihat kelakuan teman semejanya. Akhirnya, setelah sekian lama menahan diri hari ini Hugo bisa mengatakan itu pada Opang.
"Ya ampun, Hugo! Akhirnya, gue bisa denger suara seksi lo pas marah-marah."
"Gue pikir bakal ilfeel pas liat lo bawel kayak si Opang, ternyata gue makin cinta, Go!"
"Woy inget woy! Si Hugo udah ada pawangnya!"
"Sirik aja lu!"
Hugo memutar mata mendengar teman-temannya mulai berisik. Namun, dia malas untuk menanggapi. Bukan karena ingin sok cuek seperti sebelumnya, tetapi karena ingin menelepon Juan.
Belum sempat menempelkan benda pipih itu ke telinganya, orang yang Hugo cari muncul di depan kelas bersama Langit dan Yuda. Entah kemana perginya Naya dan kedua temannya.
"Tadi gue ketemu Pak Bayu, katanya jangan lupa buat rolling tempat duduk," kata Juan menyampaikan informasi dari wali kelasnya. Cowok itu menghampiri gadis berjilbab yang duduk di barisan depan. "La, tolong lo bikinin shuffle-nya ya? Si Naya katanya masih ada urusan di Lensa."
"Oke."
Setelah Kila menyanggupi, Juan mengacungkan jempol, lalu menghampiri Hugo yang sudah melambaikan tangan diikuti Opang. Kedua temannya itu belum apa-apa sudah membuatnya kesal.
"Mana Naya, Ju?" tanya Hugo ketika tak melihat Naya datang bersama ketiga cowok itu.
"Makanya, punya pacar jangan ditinggal," sahut Yuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Page
Teen Fiction[Sequel of Hugo's Journal] Saat menjabat menjadi ketua kelas XI IPS 3, takdir Hugo sedang dikaitkan dengan tiga nama; Naya, Langit, dan Blue. Jadi, begini sirkuitnya. Hugo -> Naya -> Langit -> Blue -> Hugo Hugo menyukai Naya yang menyukai Langit da...