12| Sepuluh IPA Satu

151 23 2
                                    

Di sekitarnya sudah mulai berbisik-bisik, namun Blue masih tenang menyendok kuah baksonya. Gadis yang sudah mengikat satu rambutnya itu sepertinya belum sadar dengan seseorang yang berjalan mendekat ke arah mejanya. Seseorang yang menjadi topik bisikan anak-anak.

"Airin!"

"Blue!"

Dua orang memanggil Blue secara bersamaan dengan panggilan berbeda. Lalu, berselang dua detik setelahnya disusul satu orang lagi.

"Biru!"

Jangan heran mendengar Blue punya banyak nama panggilan. Blue adalah panggilan akrabnya. Orang yang belum akrab biasanya memanggil nama depannya; Airin. Sedangkan, Biru hanya Hugo yang memanggilnya begitu.

Blue mendongak, berhenti menikmati makanan gratisnya. Keningnya berkerut mendapati tiga cowok datang menghampiri mejanya dari arah berbeda.

"Ya?" Blue menatap mereka bergantian setelah sebelumnya melirik teman-temannya. Lagi-lagi dia menjadi pusat perhatian. "Kenapa ya?"

"Lo berdua ngapain manggil-manggil Biru?" Hugo yang sudah berdiri di belakang punggung Blue bertanya pada dua teman sekelasnya.

"Lo juga manggil-manggil kali, Bang!" celetuk Jeka yang langsung mendapat hadiah toyoran dari Hugo.

"Sorry, bisa nggak kalo ada urusan sama Blue nanti aja?" tanya Ije pada ketiga pemuda yang terlihat mulai perang mata.

"Iya, Kak, ganggu tahu kita lagi makan," sahut Nina yang mulai terganggu saat melihat Blue merasa tidak nyaman.

"Kalo mau deketin Blue harus ijin kita." Jeka kembali mengatakan celetukannya waktu itu. Ekspresi konyol sudah hilang dari wajahnya. Sepertinya, ucapannya waktu itu serius.

"Pergi, kelas gue lagi makan." Varo yang sejak tadi paling anteng ikut buka suara. Dia merasa terganggu karena menjadi pusat perhatian.

Setelah dijemur tadi, Ije dan pasukannya memang memilih untuk menginvasi pojokan kantin. Mereka menyatukan beberapa meja agar bisa makan bersama. Dan tiba-tiba ketiga cowok populer Prida itu muncul mengganggu mereka.

Tanpa protes ketiganya memilih pergi setelah ditarik paksa oleh Naya dan Juan. Meski tidak protes ditarik pergi, Hugo sempat menarik ikat rambut Blue hingga surai kecokelatan itu tergerai.

"Laku bener, Blue," goda Arlan mengacungkan ibu jarinya.

Blue yang sedang menyisir rambutnya menggunakan jari, tertawa geli mendengar hal itu. Bukan sekali ini dia merasa tertolong.

"Pengen deh direbutin cowok juga. Kayak di drama Korea gitu," celetuk Yuna, salah satu teman seperjuangan Ariska menggilai oppa-oppa.

"Reksa juga deketin lo, Blue?" tanya Hesa agak kaget saat tadi melihat ketua OSIS mereka menjadi salah satu cowok yang menghampiri Blue.

"Kak Reksa?" Blue balik bertanya dengan kening berkerut. Lalu, gadis itu menggeleng. Dia bahkan tidak pernah mengobrol dengan cowok itu.

"Kalo lo merasa dia mengganggu bilang aja sama gue," kata Hesa yang langsung diangguki oleh Blue.

"Makasih ya."

Bukan karena Blue yang paling cantik di kelas sepuluh IPA 1 sehingga teman-teman cowoknya bersikap protektif seperti ini. Tetapi, karena mereka mengganggap Blue adalah si adik bungsu yang wajib dijaga.

Jika masalah cantik, jelas Galuh Emilya Muller lebih cantik. Gadis keturunan Jerman itu memiliki mata biru dan rambut pirang. Dan lebih tinggi dari Blue. Pokoknya jika ada perlombaan yang mementingkan visual, sepuluh IPA 1 akan memilih dua bule mereka; Galuh dan Jeka.

Our PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang