Juan selalu merasa menjadi kakak tertua jika bersama mereka. Untunglah pertengkaran Hugo dan Blue berhenti setelah gadis itu meneriakkan nama Juan, lalu keluar dari mobil. Jadi, Juan tidak perlu melakukan tindakan agresif seperti memukul kepala Hugo misalnya untuk membuat keduanya berhenti.
Parkiran dan koridor masih terlihat sepi pagi itu, namun sudah cukup untuk membuat Blue ketar-ketir. Dia masih ingat betul bagaimana tatapan anak-anak waktu itu dan hal tersebut tanpa sadar membuat langkahnya mencicit.
Juan orang kedua yang sadar dengan kecemasan Blue, namun dia menjadi orang pertama yang melakukan sesuatu. Dia menepuk bahu Blue dan mengatakan sesuatu yang memang ingin didengar oleh gadis itu.
"Nggak papa, ada gue," katanya singkat.
Lain Juan lain Hugo. Jika sahabatnya itu mengatakan sesuatu yang menenangkan, Hugo justru sengaja memancing Blue. Akan terdengar menyebalkan memang, tetapi Hugo harap Blue paham maksudnya.
"Nggak usah sok lemah," ucap Hugo seraya menolak bahu Blue membuat gadis itu manyun. "Ngatain gue aja lo berani kan? Lo bahkan udah nantangin gue berantem dengan ngambil susu pisang gue."
Kelompak mata Blue melebar. "Enggak! Aku nggak ngambil," elaknya.
"Alah!" sahut Hugo tidak percaya.
Dan Blue memang berbohong.
Dini hari tadi Blue mengambil sebotol susu milik Hugo di lemari pendingin. Tengah malam dia lapar, tetapi tidak ada makanan. Ada buah, tetapi dia tidak suka. Permen cokelat juga tidak membuat kenyang.
"Kamu itungin ya?" tanya Blue menebak. Pasalnya, kemarin Nela beli banyak sekali; dua puluh lebih. Dan Blue hanya mengambil satu. Masa Hugo bisa tahu?
"Ingetan gue lumayan kalo lo lupa," ucap Hugo mengetuk-ngetuk pelipis.
Ah, iya! Blue memang lupa. Ingatan Hugo bukan hanya lumayan. Cowok itu bisa mengingat sesuatu secara detail, bahkan hanya dengan sekali lihat.
"Tuh kan, lo ngambil!" seru Hugo.
"Satu doang," lirih Blue tak mau balas menatap Hugo.
"Tetep aja!"
"Hugo pelit!"
Blue mendecak, lalu manyun. Hugo emang kadang pelit kebangetan kalau masalah minuman favoritnya itu.
"Emang," balas Hugo menyebalkan.
Blue sudah mau membuka mulut untuk membalas Hugo, namun tangan Juan lebih cepat membekap mulutnya. Dia hendak protes, tetapi ketika matanya mengikuti arah tatapan cowok itu Blue memilih diam.
"Hugo!"
Dari arah berlawanan Naya datang bersama Rena, Asya, Yuda dan Langit. Kening gadis itu berkerut samar, memandang Hugo tanpa putus.
Juan sudah menjauhkan telapak tangannya dari mulut Blue. Sekarang tangannya berubah merangkul bahu gadis itu.
"Mau taruhan nggak?" bisik Juan membuat Blue yang tengah menatap Hugo mengalihkan perhatiannya.
"Apa?" balas gadis itu berbisik.
"Putus nggak?"
"Enggak."
"Kalo putus lo traktir gue bakso," ucap Juan.
"Oke," jawab Blue mengakhiri taruhan mereka.
Hugo yang masih bisa mendengar percakapan dua orang di sebelahnya itu mendengus. Tangannya ingin sekali menoyor kepala mereka, namun harus Hugo tahan karena sekarang ia harus berhadapan dengan Naya terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Page
Teen Fiction[Sequel of Hugo's Journal] Saat menjabat menjadi ketua kelas XI IPS 3, takdir Hugo sedang dikaitkan dengan tiga nama; Naya, Langit, dan Blue. Jadi, begini sirkuitnya. Hugo -> Naya -> Langit -> Blue -> Hugo Hugo menyukai Naya yang menyukai Langit da...