Juan menempelkan pipinya di atas meja. Keadaan kelasnya cukup gaduh tipikal kelas yang gurunya berhalangan hadir. Guru Sosiologi mereka hari ini harus pulang lebih awal karena istrinya baru saja melahirkan. Alhasil, kelas Sosiologi kali ini hanya diisi dengan belajar mandiri dan tugas.
Teman-teman sekelasnya sudah menyelesaikan tugas itu saat lima belas menit awal karena bantuan catatan milik Hugo. Dan sekarang mereka tengah bersenang-senang. Ada yang menonton film, bergosip, menyanyi, dan entahlah Juan tidak ingin peduli. Ketua kelas mereka bahkan sudah menghilang entah kemana.
Tak ingin mengambil pusing dengan semua itu. Juan memilih untuk memejamkan mata. Di depan mejanya Langit memilih untuk menyumpal telinga menggunakan earphone. Sedangkan, Reksa tengah sibuk mengetik entah apa.
Setelah beberapa lama, Juan menegakkan punggungnya. Dia melirik jam di ponselnya. Sudah hampir dua puluh menit semenjak Hugo meninggalkan kelas dan sampai detik ini cowok itu belum kembali. Keadaan kelas semakin ramai membuat Reksa yang sepertinya mulai terganggu angkat bicara dan berhasil membuat kegaduhan anak-anak itu agak surut.
"Lo nggak mau gantiin gue, Sa?" tawar Juan. Pemuda itu meregangkan kedua lengannya, lalu menguap. "Atau gantiin Hugo sekalian. Dia katanya bosen jadi ketua kelas mulu."
"Thanks, Ju," balas Reksa tertawa. Pemuda itu kembali fokus pada laptopnya.
Juan mencondongkan tubuhnya ke depan, lalu mendengkus ketika melihat layar laptop Reksa. Dia pikir cowok itu tengah mengerjakan tugas atau apa. Ternyata Reksa sedang bermain game. Melihat itu Juan mengambil konsol dari dalam tasnya, lalu bergabung di sebelah cowok itu. Langit entah sudah pergi kemana.
"Mane si Langit?"
"Hah?" Reksa mengangkat kedua bahunya tanpa menoleh. Sekarang mereka sudah adu gesit menekan konsol. "Kalo nggak salah dia bilang perpus kayaknya."
Juan hanya mengangguk. Tidak kaget dengan jawaban Reksa. Jawaban yang sebenarnya sudah muncul dalam opsi tempat yang akan disebutkan Reksa. Kelas ini pasti sudah sangat bising untuk Langit.
Tetapi, jangan salah paham dulu. Langit bukan tipe cowok pendiam yang pergi ke perpustakaan untuk membaca buku. Hanya ada dua hal kemungkinan kenapa cowok itu memilih menghabiskan jam kosong di perpustakaan. Pertama, tidur dan yang kedua adalah mencari sinyal wifi terbaik untuk streaming pertandingan basket tim favoritnya. Juan berani bertaruh untuk ini.
"Kampret!" maki Juan saat gawangnya kembali kebobolan. Cowok itu melirik sinis Reksa yang menepuk dadanya bangga.
Namun, belum sampai satu menit mereka berdua sudah bertukar ekspresi. Juan tertawa senang, lalu mengata-ngatai Reksa yang bahunya sudah merosot lesu itu. Baru saja berhasil menyamakan kedudukan, sekarang Reksa harus kembali tertinggal.
"Minggu ini main futsal gimana?" ajak Juan menantang. Cowok itu hanya mengerling dan terus menggerakkan jarinya dengan lincah. "Biar kali-kali lo olahraga beneran."
"Sialan," umpat Reksa, lalu tertawa menyanggupi. "Kebetulan banget kemaren anak IPA 1 nantangin gue."
"Lah nggak salah denger nih gue?" tanya Juan menoleh, tertawa hingga menghentikan permainannya. "Cowoknya kan cuma 4 biji."
Reksa memilih untuk menjeda permainan mereka. Cowok iu bahkan sampai melempar konsolnya ke atas meja. Raut wajahnya seketika berubah membuat Juan berhenti tertawa. Sepertinya ada yang tidak beres.
"Bukan angkatan kita," ucap Reksa menimbulkan kerutan di kening Juan.
"Kalo gitu Si Hesa?" tanya Juan menyebutkan nama si Wakil Ketua II.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Page
Teen Fiction[Sequel of Hugo's Journal] Saat menjabat menjadi ketua kelas XI IPS 3, takdir Hugo sedang dikaitkan dengan tiga nama; Naya, Langit, dan Blue. Jadi, begini sirkuitnya. Hugo -> Naya -> Langit -> Blue -> Hugo Hugo menyukai Naya yang menyukai Langit da...