28| Ada Manis-Manisnya

150 17 3
                                    

Setelah menyerahkan kotak bekal dan membiarkan teman-temannya menikmati buah kesukaannya itu, Blue berlari keluar ruang kesehatan. Cewek itu menoleh dan mendapati koridor sepi. Kakinya yang dibalut converse high cut berwarna hijau mint itu berlari pelan di koridor mencari seseorang. Dia memutuskan untuk berbelok menaiki tangga dan berhasil menemukan orang itu di sana.

"Hugo!"

Cowok berkacamata itu menghentikan langkahnya. Dia memutar tumit dan mendapati Blue sudah berdiri di satu anak tangga di bawahnya. Hugo tersenyum miring melihat napas Blue terengah.

"Kenapa?"

Blue tidak menjawab. Gadis itu menaiki dua anak tangga, lalu menghadap punggung Hugo. Membuat cowok itu kembali memutar tumitnya. Sekarang Blue jadi lebih tinggi dari cowok itu.

"Makasih, Hugo," bisik Blue pelan, namun dapat dengan jelas di dengar oleh Hugo.

Bagaimana Hugo mau tidak dengar jika Blue berbicara di samping kepalanya. Iya, cewek itu tiba-tiba berhambur memeluknya. Melilitkan tangan di lehernya. Membuat tubuh Hugo kaku seketika.

Cowok itu hanya bisa mengerjapkan mata. Rasanya seperti ada yang menghimpit dadanya, namun tidak sakit. Justru menciptakan sebuah euforia yang ingin ia ulang lagi.

Ketika Hugo berhasil menguasai diri dan mengangkat tangan untuk balas memeluk, Blue sudah lebih dulu menjauh. Gadis itu melepaskan Hugo yang tiba-tiba linglung.

Di depanya senyum Blue merekah cerah dengan pipi merona. Tangannya melambai sebelum berlalu pergi dari hadapan Hugo yang masih saja mematung.

"Putusin buruan!"

"WHOAA!"

Hugo memekik kaget melihat Juan tiba-tiba muncul dari balik tembok. Saking kagetnya Hugo sampai turun satu tangga dan memutar lengannya demi menjaga keseimbangan.

"Apaan sih hah? Ngagetin gue aja!" sewotnya setelah mendapatkan kembali keseimbangannya. Tangannya ia bawa untuk menyentuh dada.

"Putusin!"

Setelah mengatakan itu, Juan berlalu begitu saja melewati Hugo yang masih berdiri di tengah tangga. Cowok itu sempat menjulurkan kakinya untuk menendang Hugo yang langsung mengumpat.

"Lo mau kemana, Ju?" tanya Hugo memutar badannya menghadap bawah. Juan sudah hampir menghilang di belokan tangga. "Nggak masuk kelas?"

"Lihat jam!" balas Juan yang sudah benar-benar tidak terlihat.

Hugo mengecek jam di pergelangan tangannya, meringis menyadari bel masuk sudah lewat bermenit-menit lalu. Tanpa banyak bertanya lagi Hugo ikut menuruni tangga. Mengurungkan niatnya untuk pergi ke kelas. Dia baru ingat jam pertama hari ini diisi oleh Bu Lusi, guru Ekonomi mereka yang memang terkenal sangat disiplin. Guru perempuan itu tidak memberi toleransi terlambat satu detikpun.

♧♧♧♧♧

Pagi itu untung saja jadwal pertama Sepuluh IPA Satu adalah matematika. Jadi, kedua puluh penghuninya tidak harus kembali dimarahi dan mendapat hukuman lebih parah. Wali kelas mereka yang baik hati itu justru bertanya dengan khawatir dan meminta mereka untuk segera merapikan kelas yang sudah seperti gudang.

Bersama Hesa, Jeka dan Bima kembali dari ruang kesiswaan setelah kelasnya sudah kembali rapi. Ketiga cowok itu entah kenapa tidak terlihat murung. Padahal, dua di antara ketiganya baru saja mendapat pengurangan poin dan skorsing akibat tindak kekerasan yang mereka lakukan.

Saat Bu Fitri bertanya kemana perginya tiga temannya yang lain, dengan tenang Hesa menjawab bahwa ketua kelas mereka serta dua temannya yang lain pergi ke rumah sakit bersama guru BK.

Our PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang