Pukul delapan lebih Hugo baru tiba di rumah. Cowok itu tampak sangat letih hingga Blue yang tengah duduk di depan laptop di ruang tamu tidak berani untuk menyapa lebih dulu. Dia hanya menatapnya dan mengulas senyum saat tidak sengaja mata mereka bertemu.
"Ngerjain apa?"
Pertanyaan tak terduga keluar dari mulut Hugo. Cowok itu sudah meletakkan sepatu dan tasnya begitu saja sebelum akhirnya merebahkan diri di sofa di belakang Blue. Selain tampak lelah, suara Hugo juga terdengar serak membuat Blue agak khawatir.
"Mau kubilangin Mbak Yuni biar bikin jahe anget?" tawar Blue bukannya menjawab pertanyaan Hugo. "Suara kamu serak."
"Nggak papa," tolak Hugo.
Saat Blue menoleh dia tidak tahu jika ia akan dapat melihat wajah Hugo dengan jarak sedekat ini; tak lebih dari dua puluh senti. Hal itu jelas saja membuat Blue terbelalak kaget dan kembali memalingkan wajahnya.
Hugo yang tidak memejamkan matanya tentu dapat melihat hal tersebut. Cowok itu terkekeh, menepuk kepala Blue sebelum beranjak dari posisi telungkupnya.
"Pengen gangguin lo, tapi gue capek," kata Hugo yang membuat Blue menatap cowok itu tidak percaya.
"Nggak tau kenapa ya, tapi aku kesel dengernya," ujar Blue berdecak.
Hugo hanya tertawa, memungut sepatu dan tasnya, lalu melangkah masuk meninggalkan Blue di ruang tamu. Cowok itu naik dan masuk ke kamarnya. Hingga keesokan harinya Blue tidak melihat lagi Hugo turun ataupun keluar kamar. Entah apa yang sudah dilakukan Hugo seharian ini sampai mereka bahkan tidak berpapasan di sekolah. Tetapi, sepertinya cowok itu memang benar-benar lelah.
Turnamen voli diselenggarakan sebentar lagi begitu pula dengan pelaksanaan olimpiade sains tingkat kabupaten/kota. Blue tidak mau membayangkan sesibuk apa Hugo belakangan ini. Pasti sangat melelahkan bagi cowok itu. Setelah melakukan beberapa pertimbangan dan meyakinkan diri, akhirnya Hugo memutuskan untuk ikut olimpiade Astronomi seperti apa yang diinginkan cowok itu. Meski awalnya Damar terlihat agak keberatan, namun pada akhirnya setelah lolos seleksi tingkat sekolah Damar mendukung penuh keinginan putra sematawayangnya tersebut.
♧♧♧♧♧
Akhir-akhir ini Prida terasa menjadi jauh lebih luas dari sebelumnya bagi Blue. Rasanya sangat sulit hanya untuk dapat berpapasan atau melihat Hugo di sekolah. Seakan-akan keberadaan cowok itu tak kasat mata.
"Kayaknya emang bukan Prida yang meluas," keluh Blue mengembuskan napas panjang. Gadis itu berdecak, lalu bertopang dagu.
Nina yang duduk di sebelah gadis itu mengernyit mendengar perkataan yang baru saja dilontarkan oleh sahabatnya tersebut. Dia menggeleng prihatin melihat tampang lesu Blue di sampingnya dan dia tahu betul apa penyebabnya.
"Hugo yang sibuk banget," ucap Blue yang diangguki Nina.
"Turnamen voli tinggal beberapa hari lagi, sedangkan anak kelas 12 udah hampir sepenuhnya lepas tangan. Mereka cuma bakal ikut tanding di babak penyisihan, selebihnya Kak Juan yang ngurus. Kak Hugo pasti bantuin Kak Juan, bahkan Jeka juga kelihatan sibuk," tutur Nina cukup panjang.
Blue tidak bisa tidak sepemikiran dengan Nina.
"Belum lagi Kak Hugo ketua kelas," kata Nina menambahkan fakta mengenai kesibukan Hugo. "Udah pasti dia juga jadi penanggungjawab soal study tour kelasnya. Terus belum lagi kegiatan klubnya yang lain kan?"
Lagi-lagi Blue hanya mengangguk. Sebelumnya dia sudah tahu jika Hugo sibuk, tetapi mendengar penjabaran Nina membuat Blue semakin meyakininya. Kedua gadis itu mengembuskan napas secara bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Page
Teen Fiction[Sequel of Hugo's Journal] Saat menjabat menjadi ketua kelas XI IPS 3, takdir Hugo sedang dikaitkan dengan tiga nama; Naya, Langit, dan Blue. Jadi, begini sirkuitnya. Hugo -> Naya -> Langit -> Blue -> Hugo Hugo menyukai Naya yang menyukai Langit da...