23| Sore Itu

126 24 3
                                    

Jam digital di pergelangan tangannya menunjukkan pukul setengah lima lebih saat Blue keluar dari ruang redaksi majalah sekolah. Mereka baru saja selesai rapat rutin mingguan. Kali ini mereka membahas mengenai materi utama untuk edisi bulan depan. Sedangkan, untuk bulan ini sendiri libur karena mereka baru saja masuk.

"Blue, nggak balik?" tanya Olin daat melihat Blue masih berdiri di depan ruangan tengah mencatat beberapa hal di notes miliknya.

"Oh, Kak Olin. Mau pulang kok ini." Blue berhenti menulis, lalu menyimpan notes berwarna merah muda itu ke dalam tasnya. "Udah keluar semua ya?"

Olin mengangguk, mengeluarkan sebuah flashdisk dari dalam tasnya. Dia memberikan benda berwarna putih itu pada Blue.

"Tolong mintain profil atlet terbaru ke Juan ya," pinta Olin. "Tadi gue lupa bilang."

"Oke!" Blue menyimpan benda itu ke dalam tasnya.

Kedua gadis itu berjalan bersebelahan. Tak ada obrolan lagi sampai mereka tiba di samping lapangan basket. Terlihat beberapa anak sedang berebut bola di tengah sana. Sore itu lapangan basket terlihat ramai karena ada beberapa anak yang berkumpul di samping lapangan untuk menonton. Pemandangan yang rutin dijumpai setiap kali cowok-cowok itu latihan.

Olin menghentikan langkahnya, diikuti oleh Blue. Mereka berdua tak bisa tidak menoleh melihat keriuhan tersebut. Mulut Olin rasanya gatal ingin berkomentar saat melihat seorang gadis tengah membidikkan kameranya ke arah pemain bernomor punggung sepuluh. Olin mengerling dan mendapati Blue sudah mengeluarkan ponselnya.

"Anak basket emang keren," puji Blue sembari menyentuh layar ponselnya.

Kekehan kecil lolos dari bibir Olin melihat Blue sudah berjongkok, meletakkan ponselnya di atas lantai semen yang mereka injak. Dia ikut berjongkok di samping gadis itu.

"Naya udah tanggung jawab?"

Pertanyaan Olin berhasil menghentikan gerakan Blue. Gadis itu tak jadi mengabadikan momen Naren yang baru saja tersungkur sambil memeluk bola. Blue meremas ponsel dalam genggaman, lalu menoleh pada Olin yang sudah duduk bersila.

"Dia udah minta maaf."

Olin tertawa, jenis tawa sarkastis. Dia menoleh pada Blue yang masih jongkok di sebelahnya. Saat pertama kali mengenal Blue, Olin sudah dapat menebak jika adik kelasnya itu pasti tipe orang terlalu naif. Tidak terlalu suka menjadi pusat perhatian, tidak pernah suka mencari ataupun membesar-besarkan masalah.

"Lo maafin?"

Rasanya Olin ingin mengatai Blue bodoh saat gadis itu mengangguk. Namun, Olin tidak setega itu. Lagi pula, dia juga tidak berhak menghakimi Blue.

"Blue!"

Merasa namanya dipanggil Blue menoleh ke arah datangnya suara. Gadis itu melambaikan tangan saat melihat Yuna berdiri di sisi lapangan yang lain. Tak jauh dari gadis itu ada dua orang teman sekelasnya yang lain; Ariska dan Jihan.

Terlihat Yuna berlari ke arah jaring-jaring kawat yang mengelilingi lapangan basket, mendekat ke arahnya yang memang berdiri di sisi luar. Gadis itu dengan ramah menyapa Olin, lalu membisikkan sesuatu pada Blue. Tidak dapat dibilang berbisik sebenarnya karena Olin yang duduk di sebelahnya saja masih dapat mendengarnya.

"Blue, bukannya Kak Naya pacarnya Kak Hugo ya? Kok dia abis ekskul bukannya ke kolam malah ke sini sih?" tanya Yuna terlihat kesal. "Mana motoin Kak Langit mulu."

Blue menahan senyum melihat ekspresi Yuna. Dia juga tidak tahu jawabannya. Mungkin karena Naya masih menyukai Langit meski Hugo yang menjadi kekasihnya.

Tak lama kemudian Naren dan Ariska menyusul sembari menyerukan namanya membuat beberapa anak memberi perhatian pada mereka. Blue meringis, memberi isyarat agar diam.

Our PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang