Pertandingan babak penyisihan akan berlangsung hari ini. Sayang sekali Blue tidak dapat menonton karena dari pihak sekolah tidak menyediakan jam kosong. Katanya, mereka bebas menonton jika Prida berhasil masuk semifinal. Sebenarnya bisa saja Blue bolos, tetapi sayangnya Hugo dan Juan tak mengizinkannya.
"Berani nggak lo taruhan sama gue?" tantang Hugo di tengah perjalanan mereka menuju sekolah.
"Taruhan apa?"
"Kalo gue menang, kabulin satu permintaan gue," kata Hugo sembari memakai kaus kakinya.
Juan yang duduk di samping Pak Rudi melirik kedua temannya. Dia menggeleng mendengar taruhan Hugo yang menurutnya sangat kekanakan. Ia sudah dapat menebak permintaan macam apa yang akan diminta cowok itu.
"Kalo kamu menang, kabulin satu permintaan aku," kata Blue sedikit meralat taruhan yang ajukan Hugo. Gadis itu menjulurkan tangannya. "Deal?"
Hugo menggeleng.
"Kalo gitu nggak mau," kata Blue menarik kembali tangannya. Gadia itu bersedekap dada. "Kamu udah pasti menang, masa juga dapet satu permintaan? Enggak."
"Yaudah, iya!" putus Hugo pada akhirnya mengalah. "Tapi, kalo gue kalah lo kabulin permintaan gue."
Blue tersenyum lebar, lalu mereka saling menjawab tangan. "Deal. Lagian kamu nggak akan kalah."
"Lo nggak akan pernah tahu sampe hal itu kejadian."
"Jangan coba-coba main jelek dan ngalah ya lu!" ancam Juan di kursi depan. "Cuma biar dikabulin permintaannya sama Blue."
"Nggak akan, astaga!"
♧♧♧♧♧
Kurang dari dua menit sebelum bel masuk, Blue melihat masih banyak kursi yang kosong. Padahal, teman-temannya tidak ada yang suka datang terlambat.
Ije mengirim pesan di grup kelas menanyakan keberadaan mereka dan ternyata anak-anak yang belum datang memang berniat untuk bolos kelas.
"Je, apa kita semua bolos aja sekalian?" tanya Moza menatap miris keadaan kelasnya yang terlihat kosong karena hampir separuh temannya tidak hadir. "Dasar penghianat!"
Pasalnya, setelah berdiskusi semalam mereka setuju untuk tidak bolos dan Jeka juga tidak masalah dengan hal tersebut. Cowok itu hanya mewajibkan teman-temannya untuk datang menonton jika Prida masuk final. Namun, pada kenyataannya pagi ini ada sembilan anak yang tidak datang.
"Jangan. Bisa-bisa nanti Bu Fitri lagi yang kena masalah," kata Ije yang dibenarkan oleh semuanya.
"Iya, juga sih. Segini aja kayaknya kita bakal kena masalah," ujar Lala meringis.
Blue melirik meja di sebelahnya yang kosong, lalu menghela napas. Nina juga ikut membolos tanpa mengajaknya. Tahu begitu tadi dia tidak menurut pada Hugo dan Juan.
"Bahkan, Hesa sama Bima ikut bolos," keluh Moza merasa kesal. "Ja, lo beneran nggak tahu temen-temen lo mau bolos?" tanyanya pada Eja.
"Kagak tahu gue," balas Eja.
"Ih kesel banget!" pekik Yuna setelah memeriksa ponselnya. Dia meminta teman-temannya untuk mengecek grup kelas. Di sana Ariska baru saja mengirim foto mereka yang tengah duduk di tribun penonton. "Gue kan juga nggak pengen ketemu Fisika!"
Pagi itu kelas Sepuluh IPA Satu mengawali hari dengan menghela napas berat. Semangat mereka rasanya sebagian besar sudah menguap. Apalagi hari ini Hesa–murid kesayangan guru fisika–tidak hadir. Habislah mereka.
♧♧♧♧♧
Jam makan siang Blue duduk dengan lesu bersama Ije dan Varo di kantin. Seperti dugaannya hari ini mereka mendapat masalah. Guru fisika mereka tidak mau mengajar saat melihat keadaan kelas yang berisi beberapa anak saja. Akhirnya, jam pelajaran fisika mereka diisi oleh bimbingan konseling. Untung saja Bu Uli–konselor sekolah sekaligus penanggungjawab BK–tidak menghakimi mereka. Namun, tetap saja hari ini terasa begitu panjang dan membosankan.
"Mau makan apa?" tanya Ije yang sudah beranjak dari duduknya.
"Samain," jawab Varo sembari memainkan ponselnya.
"Oke," kata Ije. "Blue?"
Blue mengangguk. "Samain juga kayak kamu."
Ije mengangguk, lalu melangkah pergi setelah mendengar ucapan terima kasih dari Blue dan juga Varo–atas sedikit paksaan dari Blue.
Tak selang berapa lama setelah Ije pergi memesan makanan Langit datang seorang diri dan duduk di depan Blue. Belum sempat Blue bertanya, Langit sudah dulu mengatakan bahwa Opang bolos untuk menonton pertandingan voli. Seakan-akan pemuda itu sudah tahu apa yang akan ditanyakan oleh Blue.
"Kak Langit nggak ikut bolos?" tanya Blue.
"Enggak."
Jawaban singkat dari Langit hanya dibalas anggukan oleh Blue. Gadis itu tak berkomentar apa-apa. Namun, di kepalanya muncul spekulasi bahwa sepertinya hubungan pertemanan Langit dan Hugo benar agak merenggang. Bukan apa-apa, teman-teman dekat Hugo di XI IPS Tiga selalu ikut bolos jika salah satu dari mereka ada perlombaan atau pertandingan yang memang bisa ditonton. Bahkan kabarnya ketua OSIS mereka ikut membolos.
"Kayaknya nggak nyaman kalo gue ikut nonton," kata Langit. "Naya nonton Hugo."
Varo merasa gerah, tidak suka duduk satu meja dengan orang yang tak begitu dia kenal. Bahkan kakak kelasnya itu tidak meminta izin saat bergabung, langsung duduk begitu saja. Tanpa mengatakan apapun akhirnya Varo memilih beranjak.
Buru-buru Blue menarik ujung kemeja Varo saat pemuda itu berniat berdiri. Dia tak mengatakan apapun, hanya menggeleng kecil. Dan untung saja Varo mengerti. Pemuda itu kembali duduk, menahan emosinya.
Embusan napas lega lolos dari bibir Blue melihat Ije datang saat atmosfer di mejanya terasa mulai sangat tidak nyaman. Ketua kelasnya itu terlihat mengerutkan kening, namun tak mengatakan apa-apa.
"Kita gabung sama anak-anak," kata Varo, mengambil alih nampan yang dibawa Ije.
Ije dan Blue mengikuti arah pandang Varo. Tangan Blue melambai ketika melihat empat teman sekelasnya baru saja memasuki kantin. Langit ikut menolehkan kepala dan menemukan Naren dan tiga anak lain yang tak ia kenal.
Varo memberi isyarat agar Ije dan Blue melangkah lebih dulu. Keduanya mengangguk patuh dan berjalan pergi setelah berpamitan pada Langit.
"Lo nggak ikut," kata Varo pada Langit sebelum pergi. Itu bukan pertanyaan, tetapi perintah.
Langit mendengkus ketika mendapati dirinya menurut.
♧♧♧♧♧
Tbc. 25 April 2022
Demi apa terakhir update 8 bulan lalu (☉。☉)! maaf yaa kalo lupa bisa dibaca ulang (〒﹏〒)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Page
Teen Fiction[Sequel of Hugo's Journal] Saat menjabat menjadi ketua kelas XI IPS 3, takdir Hugo sedang dikaitkan dengan tiga nama; Naya, Langit, dan Blue. Jadi, begini sirkuitnya. Hugo -> Naya -> Langit -> Blue -> Hugo Hugo menyukai Naya yang menyukai Langit da...