Minggu pagi kedua remaja itu sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tadinya setelah sarapan Blue berniat untuk kembali ke kamar dan mencetak beberapa foto yang semalam sempat ia abadikan menggunakan kamera milik Arlan saat di rumah Ije. Namun, Hugo dengan menyebalkannya justru meminta Blue menyiram tanaman karena Kang Epi akan mengecat ulang pagar rumah. Sedangkan, Hugo sendiri asyik memantul-mantulkan bola voli ke dinding. Cowok itu sudah siap pergi latihan bersama Juan.
"Bu Sari mau kemana?" tanya Hugo ketika melihat asisten rumah tangganya itu keluar dari rumah dengan dompet di tangan.
"Mau belanja bulanan, Kak," jawab perempuan yang hampir berusia setengah abad itu.
"Ada yang dibutuhin sekarang banget nggak?" tanya Hugo, berhenti melempar bola.
"Ndak ada."
"Kalau gitu, biar saya aja yang beli pas pulang nanti."
"Ya sudah, syukur kalau gitu. Bu Sari kebetulan masih banyak kerjaan," jawab Bu Sari.
Biasanya setiap akhir pekan dia libur. Namun, karena hari ini jadwal Nela menyediakan makanan untuk acara pengajian yang rutin dilaksanakan setiap Minggu, Bu Sari akhirnya datang bekerja.
"Nggak usah, Bu," kata Hugo saat melihat Bu Sari mengeluarkan uang dari dompetnya. "Kartu kredit Bunda masih di saya, pake itu aja," sambungnya.
Setelah Bu Sari kembali masuk, Hugo meneriakkan nama Blue. Gadis bersweter merah muda yang tengah menyiram pot-pot bunga di teras rumah itu menoleh.
"Masuk sana! Siap-siap, lo ikut gue!" perintah Hugo.
"Kemana?" tanya Blue.
"Udah ikut aja!" kata Hugo.
Meski dengan bibir mengerucut, Blue tetap menurut masuk ke dalam rumah. Meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Gadis itu mengganti sandal jepitnya menggunakan sepatu, lalu menyambar ransel dan kameranya.
"Lah ngapain masih pake rok?" tanya Hugo ketika melihat Blue belum mengganti rok putihnya. "Gue mau ngajak lo olahraga."
"Kamu nggak bilang," protes Blue tidak mau disalahkan.
Hugo mengembuskan napas, berkacak pinggang. "Ganti sana!"
Belum sempat Blue membuka mulut memprotes, dia sudah lebih dulu melihat Juan muncul dari balik gerbang dengan sebuah tas selempang tersampir di bahu kanannya. Cowok itu melambaikan tangan, menghampiri Hugo sembari mulutnya sibuk mengunyah.
"Pake motor lo kan?" tanya Juan setelah menelan roti bakar di mulutnya. Dia melirik ke carport dan tidak menemukan motor matik abu-abu milik Hugo. "Belum lo panasin?"
"Naik mobil," balas Hugo mengapit bola voli di lengan kirinya. Tangan kanannya merogoh saku, lalu melemparkan kunci mobilnya pada Juan.
"Biru ikut."
"Ngapain?"
"Gue nggak mau belanja bulanan."
"Lah bukannya ada Bu Sari?" tanya Juan mengernyit. Pasalnya, tadi pagi dia melihat perempuan paruh baya itu ke rumahnya untuk mengantar sup jagung pesanan Tyas.
"Jadi, kamu tuh mau ngajak aku olahraga atau nyuruh aku belanja sih, Hugo?" tanya Blue menyahut apa yang didengarnya dari Hugo. Gadis itu manyun, lalu memprotes. "Kalo nggak mau belanja ngapain kamu tadi nawarin Bu Sari?"
"Jadi, lo nggak mau nolongin gue?"
"Bukan gitu," balas Blue tidak terima. "Maksudnya, kan kamu sendiri yang nawarin bantuan ke Bu Sari. Kok jadi aku sih?"
"Intinya lo nggak mau kan?"
"Dibilang bukan gitu."
"HEH!" seru Juan menyela. Cowok itu berkacak pinggang. "Lu berdua ngapain? Malah adu bacot. Kayak pasangan aja lu berdua!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Page
Teen Fiction[Sequel of Hugo's Journal] Saat menjabat menjadi ketua kelas XI IPS 3, takdir Hugo sedang dikaitkan dengan tiga nama; Naya, Langit, dan Blue. Jadi, begini sirkuitnya. Hugo -> Naya -> Langit -> Blue -> Hugo Hugo menyukai Naya yang menyukai Langit da...