Empat remaja itu bergegas menaiki tangga setelah dipersilakan masuk. Pemuda dengan celana hitam selutut itu memimpin ketiga temannya menuju pintu di ujung lorong lantai dua. Dengan napas agak terengah dia membuka pintu cokelat itu dan mendapati sebagian besar teman-temannya sudah berkumpul di dalam.
"HUHU IJEE!"
"IJE PANUTANKU!"
Ariska dan Yuna langsung memekik heboh melihat ketua kelas mereka duduk bersandar di atas tempat tidur dengan lutut dan lengan dibalut perban. Dua gadis itu bereaksi berlebihan membuat Naren yang berdiri di belakang mereka segera menoyor keduanya.
"Astaga, malu gue!"
Blue mengulum bibir melihat Naren bersungut-sungut, lalu melangkah masuk lebih dulu. Cowok itu langsung bergabung dengan anak lain yang sudah lesehan di depan sofa setelah menyapa si pemilik kamar.
"Ije, nggak parah kan?" tanya Blue berjalan mendekat. Ije mengulas senyum, lalu mengangguk.
"Cuma memar sama lecet dua jahitan, nggak ada yang patah kok."
"Ih kok bisa kecelakaan sih, Je?" tanya Yuna masih cemas-cemas heboh. "Pasti lo ditabrak orang kan?"
"Gimana ceritanya sih, Je?" Ariska ikut menyahut. Dia duduk di ujung tempat tidur setelah menggeser kaki Jeka yang sudah asyik telungkup memainkan ponsel.
"Ditabrak dari samping di lampu merah depan situ," jawab Nina mewakilkan.
Kasihan Ije jika harus kembali menjelaskan untuk keempat kalinya. Anak IPA satu memang agak kurang ajar. Mereka datang bergantian dan semuanya menanyakan pertanyaan yang sama. Dan hanya mau dijelaskan oleh Ije.
"Untung pelan sama pake helm," tambah Moza yang tadi sudah datang lebih dulu.
"Udah jelas yang salah yang nabrak Ije! Kalo Jeka yang ditabrak, baru mungkin emang Jeka yang salah," celetuk Ariska songong. "Dia kan kalo bawa motor asal!"
Jeka mendelik tidak terima mendengar tuduhan itu. Ia membalikkan tubuhnya, lalu menendang Ariska yang memang duduk di dekat kakinya.
"Yak, Jeka!" pekik Ariska yang hampir saja jatuh jika tidak segera ditahan oleh Blue. Gadis itu mendelik, memukul kaki Jeka. "Lo tau nggak gue melihara apa?!"
"Apa?"
"Anjing!"
"Jenis apa, Ris?" sahut Jeka dengan wajah antusias membuat Ariska berdecak kesal. "Kawinin tuh sama si Brownie!"
"Eh iya, yuk besanan, Ris!" ajak Naren sama antusiasnya dengan Jeka.
"Aish, ngapain malah bahas anjing sih?!" omel Nina kesal. Dia segera menjambak Jeka agar turun dari tempat tidur saat melihat Ije meringis kecil karena Jeka menyenggol kakinya. "Lo tuh emang ya! Ije lagi sakit juga masih aja ngerusuh!"
"ADUDUDUH NIN! WOY GUE BISA BOTAK!" teriak Jeka menghadapi amukan Nina yang menarik rambutnya.
Blue dan Lala yang melihat itu meringis, lalu segera menjauhkan Nina dari Jeka yang sudah berlutut di lantai. Cowok itu meringis sakit betulan.
"Lan, harusnya lo ngajak Yaya!" sungut Jeka pada Arlan yang sejak menit ketiga kedatangannya sudah mulai asyik dengan ponsel.
"Lah ngapain juga gue ngajak Yaya?"
"Biar dia lawan tuh induk macan!"
Nina mendelik. "Heh, ngimpi lo dibelain Yaya! Dia bakal belain gue!"
Arlan mendengkus. Dia hanya melirik sekilas Jeka yang tengah mengusap kepalanya. Bukannya kasihan dia justru mencibir.
"Musnah lo sana!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Page
Novela Juvenil[Sequel of Hugo's Journal] Saat menjabat menjadi ketua kelas XI IPS 3, takdir Hugo sedang dikaitkan dengan tiga nama; Naya, Langit, dan Blue. Jadi, begini sirkuitnya. Hugo -> Naya -> Langit -> Blue -> Hugo Hugo menyukai Naya yang menyukai Langit da...