42| Gemuruh

105 16 4
                                    

Hugo memejamkan mata, berusaha mengatur emosinya. Menghela napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Dia bukan tidak tahu jika akhir-akhir ini Langit semakin sering mendekati Blue. Seperti sekarang ini contohnya, teman sekelasnya itu terlihat bergabung dengan teman sekelas Blue. Duduk di sebelah gadis itu untuk menonton pertandingan uji coba sebelum babak penyisihan besok. Namun, kali ini Hugo memilih untuk tidak melakukan apa-apa.

Suara sorak sorai penonton terdengar dengan jelas. Biasanya jika sudah berada di lapangan, fokus dan perhatian Hugo tidak mudah terpecah. Namun, kali ini sepertinya tidak begitu. Juan yang tengah membenarkan letak pelindung lututnya dapat menangkap hal tersebut. Saat ini pikiran Hugo sedang tidak berada di lapangan. Ketika mengedarkan mata ke bangku penonton, Juan segera tahu apa penyebabnya.

"Kak Juan! Semangat!" seruan Blue sampai di telinga Juan. Gadis itu melambaikan tangan yang dibalas Juan dengan senyuman dan acungan jempol.

Juan menghampiri Hugo yang masih berdiri di pinggir lapangan. Dia menyeringai melihat sahabatnya itu berulang kali menghela napas dalam.

"Kayak baru pertama kali tanding," ujarnya mengejek. "Mau disemangatin Blue juga?"

Hugo mengangguk, lalu menjawab tanpa ragu. "Iya!"

Telapak tangan Juan langsung mendarat di kepala Hugo setelah mendengar jawaban tersebut. Cowok itu mendelik yang dibalas decihan oleh Hugo.

"Jangan nyari masalah," kata Juan yang membuat Hugo mengeluh dan mengomel panjang lebar.

"Langit yang nyari masalah duluan, Ju! Lo nggak liat? Ngapain dia duduk di sana hah? Kenapa gabung sama kelasnya Jeka? Kenapa nggak gabung sama Opang sama Reksa aja?! Sialan!"

Juan mengembuskan napas panjang. Melihat Hugo yang baru saja selesai mengomel hingga napasnya tidak teratur membuatnya merasa kasihan sekaligus terhibur. Juan tahu, Hugo sudah menceritakan padanya bahwa Langit secara terus terang mengakui bahwa cowok itu menyukai Blue dan menganggap pertemanan mereka tak lebih penting.

"Tahan bentar lagi. Beres OSK silakan ngekorin Blue kemana pun," kata Juan berusaha menenangkan. Hugo menghela napas dalam, lalu mengangguk. Dalam hati dia berulang kali menyakinkan diri bahwa Blue menyukainya. Blue suka Hugo.

Berulang kali Hugo merapalkan kalimat tersebut dan dengan begitu Hugo berhasil menyelesaikan pertandingan uji coba dengan baik. Hasil akhir pertandingan sesuai dengan apa yang diharapkan pelatih. Mereka berharap besok SMA Prida dapat tampil sebaik atau bahkan lebih baik dari sore ini.

"Lompatan lo keren banget tadi, Jek!" puji Hugo menepuk punggung adik kelasnya itu bangga.

"Umpan lo juga! Pas," balas Jeka memamerkan giginya.

Selesai pertandingan anak-anak tim voli tampak sangat senang dan saling memuji. Mereka berjalan meninggalkan lapangan dengan wajah cerah meski dipenuhi peluh. Walaupun hanya pertandingan uji coba mereka sangat puas dengan pertandingan hari ini; menang dan tak ada yang terluka. Bagaimanapun hal tersebut telah berhasil menaikkan rasa percaya diri mereka untuk melakukan pertandingan esok hari.

♧♧♧♧♧

Selepas bersih-bersih Hugo keluar ruang ganti dan menuju parkiran dengan tangan kanan menenteng sepatu. Dia pergi lebih dulu, sedangkan Juan masih ada urusan dengan Andre. Sembari menunggu sahabatnya itu Hugo duduk di bangku panjang yang tersedia di parkiran sambil menggosok rambutnya yang masih basah.

Langit sudah mulai gelap dengan semburat kekuningan yang memudar menandakan bahwa malam sebentar lagi tiba. Hugo ingin cepat-cepat sampai di rumah dan bergelung di bawah selimutnya. Dia akan tidur cepat guna menghimpun tenaga untuk pertandingan besok.

Saat mendengar langkah kaki mendekat, Hugo kira Juan yang datang. Namun, ternyata tebakannya keliru. Bukan Juan yang datang melainkan Naya. Hal tersebut membuat Hugo mengerutkan kening bingung. Kepalanya menoleh ke sekitar mencari keberadaan mobil gadis itu. Namun, Hugo tak melihatnya. Di parkiran hanya tersisa beberapa mobil dan Hugo tak mendapati Brio merah milik Naya.

Kening Hugo semakin berkerut saat melihat gadis itu justru berjalan ke arahnya, lalu berhenti tepat di hadapannya. Hugo belum bersuara begitu juga gadis itu.

"Boleh duduk?"

Hugo mengangguk. Ini bukan kursi miliknya, jadi dia tidak memiliki hak untuk melarang gadis itu, bukan?

"Selamat ya, tadi keren banget," ucap Naya tersenyum. "Aku yakin besok Prida bisa lolos penyisihan."

Kepala Hugo mengangguk. Dia juga punya keyakinan yang sama.

"Ngapain belum balik?" tanya Hugo yang sebenarnya tak benar-benar ingin tahu.

Ini bukan percakapan mereka yang pertama setelah putus. Satu minggu setelah ulang tahun Naya mereka sudah kembali mengobrol seperti biasa layaknya teman. Awalnya memang terasa agak canggung, tetapi waktu itu demi tugas kelompok mereka berusaha untuk mengubahnya. Untung saja akhirnya dapat berjalan cukup normal.

"Anak-anak masih di toilet," jawab Naya dan obrolan mereka berhenti di sana.

Tak lama kemudian Juan datang dan tampak heran saat melihat Hugo tak sendirian. Cowok itu melempar kunci mobil pada Hugo yang dapat dengan mudah ditangkap oleh sahabatnya itu.

"Biru mana?" tanya Hugo karena melihat Juan datang sendiri.

"Balik sama Nina," jawab Juan sembari menyimpan barangnya di jok belakang.

"Kita duluan, Nay," pamit Hugo saat melihat Juan sudah duduk di jok samping kemudi tanpa sempat membiarkannya memprotes.

"Biru beneran balik sama Nina kan, Ju? Bukan sama Langit?" tanya Hugo pada Juan sebelum menutup pintu mobil.

Pertanyaan itu masih dapat didengar oleh Naya. Gadis itu tersenyum getir saat melihat mobil Hugo perlahan menjauh setelah membunyikan klakson. Benar kata orang; sesuatu baru terasa berharga setelah hilang dan penyesalan selalu muncul di akhir. Sejak putus dan Hugo berhenti membayanginya Naya baru sadar jika selama ini keberadaan Hugo berarti untuknya.

♧♧♧♧♧

TBC. 16 Agustus 2021

Demi apa, terakhir update Hugo 9 bulan lalu 🥲

Our PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang