prolog

101K 2.3K 22
                                    

Nama ku Aisya Syadza Madeira, biasa di panggil Aisya, umurku tahun ini menginjak 25 tahu. Kegiatanku sehari-hari mengajar di sebuah taman kanak-kanak di salah satu TK favorite dekat rumah ku.

Bicara masalah jodoh, aku memilliki harapan dan kriteria tersendiri, bagiku tidak mesti kaya harta atau mungkin harus tampan wajahnya. Cukup dengan iman yang tangguh yang insyaallah dapat membimbingku untuk jauh lebih dekat kepada Allah.

Ya Allah egoiskah aku jika berharap demikian padamu?

Jika mungkin sebagian orang diluar sana bangun di sepertiga malam bicara dan berdoa agar segera bertemu dengan jodoh pada sang pencipta, maka aku sebaliknya. Aku memang selalu menyempatkan sebisanya agar bisa sholat tahhajud di sepertiga malam tapi bukan minta jodoh atau meminta seorang imam harapan untukku,

Percaya atau tidak aku merasa terlalu egois untuk meminta kepada Allah.
Lagi pula aku takut, jika nantinya bukan dipertemukan dengan jodoh eh malah di jodohkan dengan kematian. Aku menggeleng kuat memikirkan itu.

Pagi ini aku sudah rapi dengan gamis longgar dan kerudung panjang menutupi dada warna senada dengan gamis yang kupakai. Aku sudah bersiap-siap untuk berangkat ke tempat kerjaku.

" Pagi Umi, pagi Abi" sapaku ketika melihat kedua orang tuaku sudah duduk rapi di meja makan.
Bicara Abi dan Umi aku sangat menyayangi mereka, sesuai dengan perintah Allah, bahkan Allah pun telah memerintahkan kepada setiap manusia untuk berbakti kepada orang tuanya, sakin tegasnya perintah tersebut bahkan Allah meletakkan nya satu tingkatan setelah takwa kepadaNya

" Pagi sayang,"
Jawab Umi, sedangkan Abi hanya tersenyum simpul menanggapiku.

"Mi, Aisya mau roti dong" ucapku dengan nada manja yang dibuat-buat.

Ya, aku suka sekali dimanja oleh mereka. Entahlah, tapi menyenangkan saja.

"Ah kamu ini, sudah besar masih saja pengen di manja sama Umi"
Abi yang mungkin cemburu melihatku manja kepada umi menasehati.

"Biarin lah Bi, Aisya kan anak kita satu-satunya wajarlah dia seperti itu"

Aku mamang anak tunggal di keluarga ini, kadang aku berfikir kalau aku menikah nanti pasti Abi dan Umi kesepian.

"Aisya, kamu tu udah cukup dewasa loh. Nggak ada kepikiran untuk menikah apa, nak?"
Aku sedikit terkejut mendengar pertanyaan abi, kenapa mendadak sekali?

"Iya nak, Umi sama Abi ini semakin hari semakin tua, kami kepengen juga punya cucu. Kamu lihat teman umi, semua udah nimang cucu. Nggak kasian kamu sama Umi?"

meendengar penuturan dari mereka aku hanya senyum-senyum sendiri.

"Umi sama Abi ini ada saja, lagian kalau aku menikah ya Mi..Abi..,pasti Umi dan Abi kesepian nggak ada aku. Udah dulu deh, aku berangkat dulu." kata ku bangikit dari duduk dan mencium tangan Abi dan Umi.
Baru beberapa langkah aku berjalan Abi sudah memanggilku lagi.

" Aisya..."

" iya Bi"

" Pikirin lagi ya nak"

Aku berpikir sejenak kemudian mengangguk pelan.
" Iya nanti deh Aisya pikirin lagi."

***

" Assalamualaikum, anak-anak"
Sapaku riang kepada anak-anak kecil yang sedang duduk di kursinya.

" Waalaikumumsalam bu guru"

" Wah... semangat sekali anak-anak ibu. Udah pada sarapan kan?"

" Sudah bu guru"

" Pintar, sekarang kita mulai belajarnya ya. Oh ya... siapa yang sudah hafal doa yg ibu ajarkan kemaren, ayo tujuk tangan"
Aku berusaha menampakkan senyum terbaikku, ku harap mereka nyaman belajar denganku.

MENIKAHLAH lagi suamiku (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang