46. Andai Bahagia Semudah Itu

22.4K 1.4K 204
                                    

Menjelang pukul 3 dini hari,
Terlalu sunyi disini.

Harapan untuk bisa hidup denganmu mencuat keluar bersama napasku.
Meronta dalam pikiran ku,
Menggeliat dalam hatiku.

Jika saja waktu bisa di percepat, dan takdir dapat ditentukan sendiri... Semoga saja Tuhan mendengar doa ku, Semoga kamu menjadi bidadariku.

Tanah tempat ku berpijak sering bergetar kala ku merindu.
Cermin tempat ku menatap, mengingatkanku pada senyummu.
Sayang ...Andai bahagia semudah itu.

=Muhammad Al-Furqan=

Wanita itu madrasah pertama bagi anak-anaknya, guru pertama yang harus dimiliki oleh seorang anak. Begitu juga Aisya, wanita berwajah teduh itu ingin menyiapkan kurikulum terbaik bagi kedua buah hatinya. Ia ingin anaknya kelak menjadi pribadi yang berakhlak luhur, ia ingin menjadikan anaknya menjadi dambaan setiap orang tua. Putri cantik yang bersahaja, bercahaya dengan tutur katanya. Begitu pula putranya, dia ingin Nafis kelak tumbuh menjadi pria yang menghormati wanita, dan tidak menginjak harga dirinya. Sebab menurut Aisya, laki-laki yang tidak menghargai wanita sama saja dengan menginjak harga dirinya sendiri.

Begitulah tugasnya sekarang, memastikan buah hatinya mendapatkan kurikulum terbaik yang akan menjadi bekal bagi kehidupan mereka kelak. Dia tak mau kehilangan momen sebesar itu. Ya, walaupun ia sangat sadar, tugas sebesar itu akan sangat berat jika hanya seorang ibu yang berperan di dalamnya. Peran seorang ayah juga sangat di butuhkan. Lagi, untuk kesekian kalinya Aisya menepis pikiran itu.

Sejak kelahiran baby twins beberapa bulan yang lalu, tentu saja setelah kesedihan terus menderanya, sekarang Aisya Syadza Madeira, wanita itu sudah mencoba mengikhlaskan kondisi Hyranya. Bayi mungil perempuannya itu pasti bisa tumbuh sehat seperti anak lainnya.

Hal yang biasanya ia lakukan adalah mendengarkan muratal Al-quran di dekat baby twins, Sederhana.. tapi sarat akan manfaat. Hal kecil yang di kemudian hari akan membawa perubahan besar bagi anak-anaknya.

Begitu menurut uminya. Dulu ketika Aisya kecil sedang menangis akibat demam, umi dan abinya kehabisan cara untuk menengkannya, tetapi setelah mereka memutar muratal Al-quran di dekatnya, Aisya kecil akan tenang dan tak lama kemudian tertidur pulas.

Aisya meletakkan baby twins kedalam box bayi. Aisya baru selesai memberikan mereka Asi. Aisya tersenyum melihat baby Nafis yang langsung memejamkan matanya.

Tapi baby Hyra, bayi mungil itu masih membuka matanya menampakkan manik hitam pekat yang ia dapatkan dari uminya. Tak lama kemudian, mata bayi mungil itu menyipit, dan bibir pink alami yang cantik itu terbuka. Terdengar suara rengekkan nya.

Aisya tersenyum sendu, apa gerangan yang Hyra rasakan? Ia tatap kaki sebelah kiri bayi cantik itu.

" Kenapa sayang? Hyra tidak nyaman ya pakai alat ini? Maafin umi nak, umi ingin sekali lepas alat bantu ini dari kaki Hyra" Jeda sesaat. "Tapi ini yang terbaik sayang, walaupun awalnya Hyra tidak nyaman pakai alat ini...Tapi ini bentuk ikhtiar kita supaya Hyra sehat. Insyaallah berhasil ya, sayang"

Aisya meringis melihat kaki bayi cantiknya itu dipasangkan Pavlik Harness, sebuah alat bantu berbentuk huruf M bagi bayi pengidap DHH. Mungkin bayi itu tidak nyaman di pasangkan alat itu di kakinya, geraknya pasti terhambat. Aisya ingin sekali melepasnya, mana ada seorang ibu yang tega melihat anaknya kesakitan seperti itu... Tapi, Pavlik Harness sangat membantu bayi pengidap DHH seperti Hyra. Aisya juga ingin memberikan yang terbaik bagi putrinya.

Aisya tidak masalah jika harus kesulitan ketika akan memandikan Hyra, ia hanya perlu berhati-hati agar bayinya nyaman dan tidak kesakitan. Begitu juga ketika akan memasangkan popok, ia tak pernah merasa letih. Tapi sayangnya wanita itu tidak pernah tau rasa seperti apa yang harus di alami putrinya. Rasa seperti apa yang bayi sekecil itu rasakan saat hari-harinya harus dijalani dengan alat bantu yang menghambat pergerakan nya itu?

MENIKAHLAH lagi suamiku (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang