Si gadis kecil terbangun dari tidurnya, matanya terbuka sebelum akirnya menguap. Rambut panjangnya yang kusut buru-buru ia singkirkan dari wajahnya. Perlahan ia bangkit dari tidurnya.
Matanya memutar isi ruangan tersebut. Tidak ada siapa-siapa yang di lihatnya pagi itu.
"Umii" lirihnya sambil mengucek mata.
Tak ada sawutan, gadis itu berjalan menuju pintu. Mencari Umi dan Abangnya.
"Umiii...?" panggilnya lagi.
Ia heran sendiri tidak menemukan Umi dan abangnya, pun sang nenek.
Matanya berkaca-kaca, ia mengira di tinggal sendirian.
"Bang Nafis..." Ia mulai merengek, gadis kecil itu nyaris menangis kalau saja tidak melihat sang nenek berjalan tergopoh-gopoh dari arah dapur.
"Nenek disini, sayang" Wanita paruh baya itu langsung memeluk sang cucu.
"Nenek...Umi sama bang Nafis dimana? Kenapa Rara di tinggal?" Tanyanya.
Salma tersenyum, ia membelai surai kehitaman Rara.
"Rara lupa, ya? Bang Nafis kan sakit, makanya Umi harus tidur di rumah sakit."
Gadis kecil menatap penuh tanya pada neneknya. Ia baru ingat kalo Nafis sedang sakit.
"Ta-pi, kenapa tidak ajak Rara tidur bareng?"
Sebelum menjawab, Salma membimbing cucunya ke arah dapur,
"Bukan nggak mau, sayang. Belum boleh, Rara kan masih kecil. Udah ya, kamu mandi dulu, sholat subuh, dan berangkat ke sekolah."
Rara malah menggeleng,
"Kalau bang Nafis sakit, nggak sekolah dong nek? Rara juga nggak mau sekolah, mau jaga bang Nafis aja temankan Umi"
Ia hanya tidak dapat membayangkan jika Nafis tidak ada di sisinya. Tidak ada yang akan melindunginya di sekolah. Membayangkan saja dia sudah takut duluan. Matanya kembali berkaca-kaca.
"Rara mau jaga bang Nafis aja" lanjutnya lagi pelan.
Salma jadi tak tega melihat cucu perempuannya. Tumbuh bersama, apapun di lalui bersama. Salah satu diantara mereka sakit pastilah yang satu ikut merasa sakitnya.
"Sekarang mandi dulu aja, nanti kita telpon Umi. Kita tanya sama Umi, ya?"
Rara mengangguk cepat, berharap sang ibu membolehkannya.
*
*
*Saat ini ia tengah duduk di samping putranya yang tengah koma, ia baru saja menunaikan kewajibannya.
Aisya menatap kesal ke arah pintu kaca rawat inap putranya. Sungguh wanita itu tak habis dengan Fikram. Pria itu sama sekali tidak beranjak dari sana sejak semalam, pun ia tidak tidur. Wanita itu ingin marah rasanya. Tapi, melihat sorot mata Fikram ia tidak tega lagi memarahinya. Mata pria itu tak beranjak menatap Nafis dari luar sana.
Wanita itu mengenyahkan rasa ibanya, kemaren malam pria itu memohon sangat agar diperbolehkan masuk. Ingin mendampingi Nafis katanya. Permintaan itu membuat Aisya marah, apa-apaan pria itu. Apakah dia masih berpikir Nafis adalah anak kandungnya? Begitu?
Pria itu berakir diluar ruangan. Wanita itu tidak peduli.
Sekilas Aisya melihat Fikram melirik jam di tangannya, tak lama wanita itu menarik napasnya lega. Fikram beranjak dari sana, tidak tau kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENIKAHLAH lagi suamiku (SELESAI)
Espiritual#1-spiritual 9-Desember-2019 #1-nyesek 29-Desember-2019 #1-cerita islami 20-januari-2020 #1-cerita islami 31-maret-2020 #1-ikhlas 27-April-2020 Aisya Syadza Madeira ______________________________ Mata gadis itu sudah berkaca-kaca,tangan Aisya berger...