Part 2

14.4K 1.5K 43
                                    


Untung saja seluruh ruang kelas satu ada dilantai dasar. Kalau tidak, mungkin ia akan naik tangga sambil ngesot.

Begitu tiba diujung koridor, Renjun sontak bertanya - tanya dalam hati karena mendapati lapangan di depan sana ramai oleh ratusan siswa yang serempak memunggunginya dan berebut tempat paling strategis untuk melihat ke pusat lapangan. Kondisi yang sama juga terlihat di balkon - balkon lantai atas yang dihuni para kakak kelasnya. Semua riuh berdesak - desakan dengan tatapan fokus ke bawah.

"HENTIKAAAN!"
Renjun terlonjak akibat seruan nyalang itu, yang kemudian disusul kemunculan Pak Jimin, sang guru piket, dari arah belakang yang langsung membelah kerumunan. Refleks, Renjun ikut menyelinap dibelakangnya. Begitu tiba dibarisan terdepan, tepat di sebelah Pak Jimin-- yang imut (upps oke lanjut), tubuhnya seakan tersengat.

.
.
.
.
.
.
.

Matanya mengerjai tak percaya saat menyaksikan pemandangan--kalau memang bisa disebut begitu-- dihadapannya.
Pantas saja!
Kontras dengan halaman depan yang sunyi, lapangan utama yang terdiri atas lapangan basket dan futsal berdampingan itu justru sangat hidup. Ternyata dia biang keladinya!.

Seorang cowok tengah melakukan lompatan - lompatan ekstrem bak akrobat, seperti di film - film action. Tubuhnya terlihat begitu ringan saat berlari - lari kencang, lalu melompati, bergayut pada dahan pohon ditepi lapangan, dan sesekali menumpukan kaki pada tepi bangunan semen, batang pohon, bahkan pilar - pilar raksasa, yang pagi ini tampak bersekongkol membantunya untuk melakoni putaran dan loncatan indah serta sangat itu. Hingga tangan cowok itu menggapai bibir ring basket disisi kiri Renjun, dan menggantung tas selempang merah diatasi sana. Aksi itu membuat seluruh mata terpukau, kalau tepuk tangan membayangi tamatnya aksi tersebut.

.
.
.
.
.
.
.

Para siswa lantas berkoar - koar,menuntut agar aksinya diulang, Sementara para wanita tenggelam dalam histeria masing - masing.

Namun berbeda dengan aksi di sekitarnya, mata Renjun menyipit kesal saat cowok tengil ini kembali menjejak tanah. Jiwanya seolah terbakar karena harus bertemu makhluk itu sepagi ini. Sejak awal ia memang telah mengenali sosok yang tersenyum tanpa takut itu, yang kini menghampiri tiga kawannya. Keempatnya berdiri sejajar.
Renjun mengerang kesal

Jeno!

.
.
.
.
.
.
.

Sori kalau pendek guys

TBC or END

NeoCulturans || NoRenMin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang