Part 9

7.3K 1K 27
                                    

Whatsss uppppppp gaessss

.
.
.
.
.
.
.

DIA ANAK ISS!!

Renjun tercekat. Matanya terkunci pada lembar terakhir itu. Kalimat itu, serta kenekatan Jeno menyambangi kelasnya pada jam padat begini yang sekaligus melanggar aturannya sendiri, seketika menyadarkannya bahwa itu peringatan serius, yang tak terbantahkan. Hingga kontan membuatnya mengembuskan napas kecewa. Pupus sudah harapannya mengenal cowok penyelamatnya lebih jauh. Sebab perkara apa pun itu yang terjadi antara Jeno dengan anak ISS di sekolah itu termasuk Hyunjin, tampaknya cukup serius.

.
.
.
.
.
.
.

Renjun memasang earphone seraya menunggu antrean masuk pustaka--di Neo Culture masuk pustaka antri gaes-- yang mengular pada jam istirahat kedua. Senyumnya merekah. Suara serak tipis ini memang selalu mampu memperbaiki suasana hatinya : suara milik Jaemin, mantan penyanyi cilik yang dikenalkan padanya oleh mendiang mama lewat lagu - lagu indahnya.

Nama Jaemin mencuat ketika Renjun kelas tiga SD. Bak paket lengkap, cowok itu dikaruniai warna vokal yang khas hingga mudah dikenali walau dengan mata tertutup. Jaemin juga pandai menciptakan lagu - lagu berlirik universal serta easy listening. Ditambah lagi, cowok itu mahir bergitar, baik akustik maupun elektrik. Tak heran prestasinya terus meroket.

Renjun melepas earphone saat giliran tiba. Ia lalu bergegas memasuki Pustaka seraya menyeka wajah dengan punggung tangan, tapi langkahnya mendadak berhenti.

Tiga aktivis edan di sekolah itu memblokir satu - satunya akses masuk masuk Pustaka. Padahal, ketiga cowok itu juga tidak merencanakan pertemuan ini. Semula mereka memang hendak keluar Pustaka.

Renjun melirik sengit. Tak percaya akan bertemu Jeno, Jisung, dan Felix ditempat sesakral ini. "Kalian abis ngapain?" Todong ya skeptis.
"Belajarlah," jawab Jisung. Tangannya sibuk mengikat slayer yang dilipat segitiga bdi lehernya seraya meralat ucapannya. "Eh, nggak deng, kami habis belajar PO."

.
.
.
.
.
.
.

"PO?" Renjun mengernyit. " Pre Order apaan? Siapa yang nggak tau diri jualan di Pustaka?"
"Narkoba ya?!"
"Gila aja!" Tampiknya langsung
"Terus?"
Jisung mengulum senyum lalu mengangkat kedua alisnya. "PO jodoh!" Renjun terpana sesaat. Jeno dan Felix kontan menyeringai geli. " Siapa tau jodoh gue belum lahir." Jisung mengangkat bahu. " Jadi gue nyari buku cara mem PO jodoh."
Renjun memutar bola mata. "Ya udah, minggir, gue juga mau masuk."

Jisung langsung pasang badan di depannya. "Perlu gue temenin?"

"Nggak perlu," tolak Renjun mentah - mentah, membuat ketiga cowok itu tertawa puas. "Buruan minggir, gue mau masuk."
"Wani Piro?" Felix semakin menghalangi pintu. Alhasil segelintir siswa yang mau masuk Pustaka terpaksa mengurungkan langkah dibelakang Renjun. Mereka takjub karena bule tampan itu rupanya cukup fasih mengucapkan istilah bahasa jawa--meskipun terdengar aneh dikuping mereka.

"Ayo cabut, Lix." Jenis lekas memberi kode pada dua temannya, kemudian tatapannya beralih pada Renjun."Hati - hati aja lo..." Sambil menatap Renjun ".... Boncel".

Felix dan Jisung berusaha menahan tawa sambil menepuk lengan comut tersebut. "Yang sabar ya, nanti gue beliin Denkow." Ucap Jisung sambil tersenyum geli.

Dengan cepat Renjun menoleh. Wajahnya memerah frustasi. "GUE GAK BONCEL DASAR VAMPIR GILAAAA!" jeritnya berang. Tapi tiga tersangka malah terpingkal - pingkal di pelataran Pustaka seraya mengambil ancang-ancang untuk kabur.

Jisung tersenyum puas. Chani tiba - tiba menyusul dan melengkapi formasi pemuda bahagia yang menikmati ekspresi marah Renjun.
Dengan kesal Renjun melepas sebelah sepatunya, lalu melayangkan pada empat cowok yang seketika menghindar. Timpukannya pun meleset. Jeno malah mengambil sepatu apes Renjun lalu melemparnya ke atas pohon.

.
.
.
.
.
.
.

Renjun terpana. Sepatunya terjebak di antara ranting -ranting rapat yang menjulang, hampir setinggi ring basket. Tapi tampaknya yang ini lebih susah diraih.
"Tanggung jawab!" Renjun semakin meradang. Raungannya kontan mengundang banyak tatapan penuh tanya. Keempat dalang itu malah tergelak puas dan pergi begitu saja. Renjun dengan satu kaki telanjang dan kaki lainnya dibungkus sepatu, Renjun cepat - cepat mencari cara menurunkan sepatu kanannya. Akhirnya, satu - satunya harapan yang Renjun temukan adalah sapu ijuk.

Tak ada pilihan. Ia segera kembali ke pohon mangga. Lalu, untuk kedua kalinya dalam hari ini, cowok mungil itu berjuang menggapai langit. Ia tak boleh menyerah. Lompatannya harus lebih tinggi dan energik karena kali ini barangnya sendiri yang dipertaruhkan.

"Lo ngapain, Njun?"

.
.
.
.
.
.
.

Akhirnya namanya Jaemin mulai muncul walaupun bagai serpihan debu.

Kalian juga ngerasa gak sih kalau partnya agak bertele - tele. Makanya Nsa usahain untuk nulis lebih panjang per partnya.

Juga part ini beda banget sama yang asli, supaya tidak menyinggung pihak manapun.

Jaemin : makasih Sa besok gue beliin boba

Jaesa : kalau bohong gue kutuk lu

TBC


NeoCulturans || NoRenMin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang