Part 13

6.1K 886 12
                                    

"Jemuraaannnn!" Renjun berseru panik begitu motor Jeno didepan pagar rumah. Seruan itu membuat tetangga seberang yang juga baru pulang sekolah tersenyum jenaka, Renjun mengernyit tengsin sambil berkutat membuka gembok.

Situasinya mulai genting. Meskipun sudah ngebut sepanjang jalan, atmosfer senja yang semakin kelam, disertai seruan petir yang disusul air mata langit, telah mengejar mereka dari gerbang kompleks.

"Biar gue yang urus jemuran. Lo buruan nyetrika," instruksi Jeno, mendahului langkah Renjun.

Renjun menoleh cepat. "Yaudah, buruan!" Sahutnya, lalu masuk ke kamarnya yang berada di lantai dasar. "Duh, udah jam segini lagi." Ia menatap iba pada jam dinding. Sambil mengganti pakaian, bibirnya mulai melafalkan tugasnya setiap sore. "Gue belum nyetrika, nyapu, ngepel, mandi, nyiapin pelajaran, ngerjain tugas, masak, oh Tuhan...." Renjun buru-buru menghapus daftar keluhan dikepalanya.

.
.
.
.
.
.
.

Embusan napasnya terdengar. Ternyata sulit juga untuk tidak meratap, karena sudah empat tahun berlalu sejak ia harus merampungkan sembilan puluh persen pekerjaan rumah seorang diri setiap hari. Selain karna Jeno kelewat sibuk hingga jarang berada di rumah untuk membantunya, kakaknya itu juga tak pernah setuju kalau rumah mereka dirawat ART. Dalihnya, supaya Renjun bisa mandiri. Padahal Renjun sangat yakin alasan sebenarnya karena cowok itu gemar menyiksanya. Dan inilah salah satu cara ampuh yang Jeno terapkan.

Renjun pun menatap pantulan tubuhnya pada cermin setinggi badan dihadapannya. "Mirror mirror on the wall... Siapa orang termalang di muka bumi?" Tanyanya sambil bertolak pinggang. "Eh, stop stop! Nggak jadi deh, Lo nggak perlu jawab. Karena udah pasti 'gue' jawabannya." Renjun pun kontan memutar bola matanya yang secerah sarang lebah madu. "Gue titip salam aja buat Putri Salju, Putri Tidur, atau..eh, kayaknya dalam kasus gue pesan itu lebih cocok buat Cinderella. Iya bener, di aja deh! Tolong ya bilangin, kalau kutukan..."

Rentetan kalimatnya tiba-tiba tertelan kembali karena sudut matanya mendeteksi kehadiran sosok menyebalkan yang entah sejak kapan memandanginya dari celah pintu. Renjun langsung berpaling. Tampang snobbis Jeno langsung menyambutnya dengan satu alis terangkat.

"Lo ngapain?"
"Pemanasan!" Balas Renjun keki seraya melebarkan celah pintu kamarnya. "Jemuran udah?"
Jeno menyodorkan sekeranjang pakaian kering yang berhasil dia selamatkan. "Titip kemeja gue ya. Tolong setrikain  duluan, mau gue pakai habis ini."

Renjun langsung melirik Hem abu-abu ditumpukkan teratas jemuran. Tetapi ia tak sempat protes karena cowok arogan itu keburu minggat ke kamarnya sendiri di lantai atas. "Pantesan dia mau ngambil jemuran," desisnya keki.

.
.
.
.
.
.
.

Renjun menuju ruang tengah yang dulu merupakan tempat berkumpul keluarga mereka dan menarik meja setrika dari dinding di ujung ruangan. Sambil menunggu setrikanya panas, Renjun mendekati DVD player yang dilengkapi dua speaker jumbo. Kemampuan suaranya sanggup menjangkau seantero rumah, bahkan sampai mencapai rumah rumah tetangga kalau volumenya disetel maksimal.

Seketika Renjun tersenyum. Matanya memandangi sampul salah satu album musik kesayangannya. Satu dari lima album dan dua single gubahan Jaemin yang dikoleksinya lengkap. Ia segera menyetel CD tersebut, yang otomatis tersambung dengan TV berlayar jumbo diruangan itu. Video klip pertama lantas muncul, menghadirkan potret wajah sang idol--yang ketika itu tampakanya telah memasuki jenjang SMA.

Jaemin...... Cowok itu memiliki rahang tegas.  Senyumnya sangat khas senyum itu tampak tidak pernah luntur dan wajahnya yang sedikit mirip campuran Indo-Arab.

Dinilai dari segi penampilan, cowok itu pantas dilabeli sebagai artis cuek dan tidak neko - neko karena di setiap konser, pakaian wajib Jaemin hanyalah jaket bertudung, atau terkadang kaos tanpa lengan. Itu pun motifnya tidak macam-macam. Namun potongan rambut Jaemin sering dijadikan patokan mode dikalangan anak muda karna stylenya selalu berubah-ubah. Pada album yang disetel Renjun ini, rambut lebat Jaemin ditata berantakan ala badboy, tapi tetap terlihat sopan, bak anak SMA pada umumnya. Dan dari seluruh keunggulan fisiknya, ada satu yang menurut Renjun paling menawan, yaitu bola matanya, warna matanya tidak begitu pekat, tapi memiliki sorot teduh. Tidak seperti mata kecoklatan Jeno yang sering kali menakutkan.

"Kerjaan Lo kurang ya?"
Renjun terlonjal kaget. Ia langsung sewot melihat abangnya. Jemarinya pun langsung membesarkan volume suara Jaemin, kemudian berlalu meninggalkan Jeno yang telah menyampirkan handuk di satu punda seraya berseru, "Sidik tanda tak jantan!".

Jeno tak menggubris. "Inget, kemeja gue dulu," titahnya sebelum masuk ke kamar mandi.

"Oke, Juragan!" Renjun balas berseru kesal lalu menyambar Hem abu-abu dari keranjang. Ingin rasanya ia hangsukan kemeja itu dengan setrikaan. Untungnya, buaian suara Jaemin yang telah memasuki bagian refrein pada lagu kedua, mampu membuat hatinya berangsur tenang.

.
.
.
.
.
.
.

Setengah jam kemudian Jeno kembali menghampiri Renjun. Dari sudut mata ia melihat cowok itu sudah mengenakan jeans hitam panjang serta kaos berwarna senada. Aroma mint menguar dari rambut hitamnya yang masih basah.
"Mana kemeja gue?"

"Udah di lemari Lo."
Tangan kiri Jeno yang semula sibuk mengenakan arloji dipergelangan kanannya, otomatis terhenti. Mata samurainya langsung menghujam Renjun yang tampak enggan membalas tatapannya. "Kenapa nggak bilang dari tadi? Lo sengaja ya?"

"Lo kan baru nanya."
Jeno menghembuskan napas keras. Cowok itu terpaksa kembali meniti tangga menuju kamarnya, meninggalkan adiknya yang terkekeh puas.

"Biar Lo olahraga." Renjun mencebik sembari mencabut kabel setrika.

Tiba-tiba dering ponsel terdengar. Renjun cepat-cepat berlari kekamar, berharap telepon itu dari papanya. Tapi ada daya nama Yang - yang, salah satu karibnya semasa SMP, yang terpampang dilayar. "Halo, Yang, tumben Lo telepon gue?" Sambutnya dengan kening berkerut karena mereka biasanya chatting.

"Njun, Lo masih ngefans nggak sama Jaemin?" Tanya Yang - yang to the point.

"Masihlah!!! Kenapa????" Antusiasmenya langsung memuncak mendengar nama itu.

"Kalau giti, sekarang Lo setel TV! Dia mau nyanyi live tuh."

Renjun terlonjak dari kasur. "Channel apa, Yang? Channel apa?" Todong ya panik, langsung ngibrit menuju TV dan menekan angka 6 pada remote. Sosok Jaemin seketika hadir di hadapannya. "Thanks ya, Yang!!" Ucapnya riang sebelum memutuskan sambungan

.
.
.
.
.
.
.

Lama tak jumpa kawan lama

TBC

NeoCulturans || NoRenMin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang