Part 21

4.8K 688 21
                                    

Tamatlah gue! Renjun menciut.

Saat nama "Vampir" kembali muncul dilayar, Renjun nyaris memekik. Celakanya, kali ini berupa telepon! ia otomatis menghentikan langkah lagi sebelum memasuki mulut koridor. "Eh, Kak, kalian duluan aja. Gue....." Renjun kembali melirik monitor ponselnya yang masih menyala-nyala. "ada telepon penting."

"Jeno?" tebak Jaemin.
Renjun membeliak. Tapi, getaran panjang ponselnya membuat Renjun tak mampu memikirkan tebakan Jaemin yang tepat itu. Dan akhirnya ia terpaksa mengangguk lirih.

"Cepet juga radarnya." Jaemin tersenyum tipis. Mendengar omongan Hyunjin tentang Renjun dan Jeno, Jaemin yakin keduanya memiliki hubungan khusus, Tak peduli berapa kali pun Renjun Mengingkarinya. Jaemin sudah cukup lama mengenal Jeno dan tahu kehidupan asmaranya yang mati suri, jadi bisa dipastikan hubungan mereka serius.

"kalau gitu, buruan jawab," kata Hyunjin seraya menunjuk pilar dikiri mereka.
"Lo punya satu menit." Suara dingin Jeno langsung memojokkannya, membuatnya bergidik ngeri. memangnya Jeno tahu dari mana sih? Tidak mungkinkan dari mata-matanya? kalau abangnya sampai merekrut seseorang hanya untuk mencintainya, itu sih sama saja membongkar kedok sendiri.

"Gue bukannya mau membela diri," kata Renjun seusai mengatur napas. "Lo pasti kenal Kak Hyunjin yang bareng gue tadi, kan? Ternyata dia langganan Transjakarta juga dihalte deket rumah. Jadi gue ketemu dia disana dan itu murni nggak sengaja/Nsa yang sengaja buat Jen/. terus tadi Kak Hyunjin nawarin gue nebeng mobil temennya, yang ternyata Kak Jaemin!" Renjun menahan sesaat penjelasannya. "Eh iya, kok lo nggak pernah bilang Jaemin sekolah disini juga? Lo kan tau dia idola gue."

"Tinggal sepuluh detik," tugas Jeno
Renjun berdecak keki. "Ya udah, gitu ceritanya. gue pikir gak ada salahnya juga nebeng. Kan searah," sindirnya terang-terangan.

"segitu gampangnya lo percaya sama orang asing." Jeno mengatupkan rahangnya kuat-kuat, berusaha menahan amarah, apalagi ketika mendengar ucapan Renjun berikutnya.

"Mereka bukan orang asing," katanya. "Kak Jaemin jelas-jelas idola gue. Dan kak Hyunjin, lo nggak lupakan, dia yang bantuin gue menghadapi ulah lo kemarin?"

"Lo bahkan belum seminggu sekolah disini? Apa yang lo tau tentang mereka, sama sekali bukan jaminan untuk lo pergi bareng mereka." Intonasi Jeno mulai tak terkontrol.

"Toh buktinya gue aman-aman aja. Kenapa harus dipermasalahin sih?" Renjun bersungut-sungut, benar-benar tak mengerti letak permasalahannya. "Gue udah telat masuk nih".

"Kenapa tadi lo nggak ngehubungin gue?" Jeno seolah tak mendengarnya.
"Emangnya kenapa gue harus laporan sama lo?" tanpa sadar Renjun balas menantang.

"Karena lo harus!" Jeno tak mampu lagi membendung amarahnya. Dia akui dia lengah. Situasi ini bahkan melewati prediksi terburuknya. "Nanti kita bahas lagi," pungkasnya, lalu menutup panggilan.

Renjun menatap kesal layar HP. "Nyebelin!" rutuknya seraya berjalan keluar dari balik pilar. Seketika itu juga ia menjerit mendapati Jaemin dan Hyunjin bersandar rileks di dinding yak jauh dari tempatnya berdiri. "Kok kalian masih disini?"

Hyunjin tersenyum samar, lantas mengulang ikrarnya. "Kita hadapi bareng-bareng."

Renjun terpana. Ia bener-bener tak mengerti dengan jalan pikiran dia cowok itu, tapi toh ia tetap menghampiri mereka.
"Jaket lo, Njun." Jaemin mengingatkan seraya melepas jaket dan kacamatanya sendiri menjelang memasuki lorong koridor, yang seperti biasa dijaga oleh sepasang guru piket.

Untungnya, mereka hanya mendapat teguran lisan karena terlambat delapan menit. Renjun pun meneruskan langkah sambil menerka-nerka. Apakah dua cowok itu mendengar perdebatannya dengan Jeno di telepon tadi? Entahlah.... tak satu pun dari mereka mengungkit soal itu sepanjang jalan.

NeoCulturans || NoRenMin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang