Part 47

5.6K 599 197
                                    

Siang ini Renjun kembali melangkah tak tentu menyusuri jalan-jalan ibu kota. Sudah berjam-jam. Sesekali ia mampir
untuk minum dan beristirahat, tapi nafsu makannya belum juga kembali. Meski perasaannya sedikit lebih baik. Renjun berbelok menyusuri gang yang cukup lebar. Di kanan-kirinya ada sederet kafe dan toko-toko lucu. Renjun tersenyum tipis. Benar saja keputusannya. Beban di hatinya sedikit terangkat dan ia bisa rileks.

Ia terus melangkah perlahan seraya mengamati sekitar, hingga matanya tertarik pada logo bulat bertuliskan 'Frish' di ujung gang.
"Frish?" Mata Renjun membulat menyadari itu adalah merek cokelat favoritnya. Renjun berlari kecil memasuki toko sederhana berisi berbagai macam cokelat yang tak asing di matanya. Renjun mengangguk-angguk. Rupanya di situlah Elmi dan Tera membelikan cokelat-cokelat untuk Jeno.

Renjun menyusuri rak demi rak jati yang dipenuhi beragam cokelat yang disusun rapi. Tanpa sadar keranjang rotan yang menggantung di lengannya penuh dalam sekejap. Ia lalu membawa mood booster-nya ke kasir. Dua petugas laki-laki membantunya. Satu menghitung belanjaan dan yang lain lagi menata cokelat itu di keranjang rotan sebelum membungkusnya bagai parsel.

Renjun menunggu dengan tak sabar. Tetapi kemudian matanya tertuju pada name tag hitam si petugas kasir yang
berseragam oranye dan seketika Renjun membeku.

Helmi Tjahya.

Renjun sontak menoleh pada laki-laki lain yang membantu mengemas cokelatnya dan membaca namanya.

Sutera Jano.

"What?" desis Renjun tanpa sadar, membuat kedua pegawai itu menoleh bertanya.
Hel... elmi?! Sutera... Tera?!
Renjun tak bisa berkata-kata. Ia lantas merogoh tasnya dan memasang kembali baterai serta SIM Card ponselnya. Ia
memilih salah satu foto Jeno dari galeri foto ponselnya dan menunjukkannya pada mereka.

"Kalian kenal cowok ini?"
"Oh..." Keduanya langsung mengangguk, membuat Renjun semakin terpana.
"Jeno, kan? Dia pelanggan setia di sini. Selalu beli seabrek." Dan Renjun pun terdiam.

.
.
.
.
.
.
.

Mark berlari menghampiri dua sahabatnya yang sedang bermain basket sepulang sekolah. Dia menepuk-nepuk dadanya seraya berupaya mengatur kembali napasnya.
"Gawat, men!"
"Kenapa? Injun? Dia baik-baik aja, kan?" Hyunjin dan Jaemin langsung menghentikan permainan mereka. Mark menggeleng wajahnya pucat.
"Injun cabut dari hotel!"
"Hah?" Hyunjin dan Jaemin membeliak. "K­ok bisa?"
"Sori banget, bro, kayaknya dia kesel gara-gara gue nanya-nanya dia semalam. Gue udah pesan ke front office buat ngabarin gue kalau dia check out. Tapi Injun cabut gitu aja. Mereka baru sadar pas nganterin makan siang ke kamarnya, tapi nggak ada yang nyaut. Awalnya mereka kira dia tidur, tapi dua jam kemudian-barusan ini-gue suruh staf ngecek ke dalam. Ternyata barang-barangnya, termasuk baju yang dia pakai pas ketemu gue minggu lalu, udah nggak ada! Padahal selama ini Injun nggak pernah keluar hotel."

"Kan..." Jaemin mendadak pucat.
"Gue bilang juga kemarin langsung kami samperin aja ke sana, Mark!" Mark mendengus.
"Kalau kalian samperin, dia bakal langsung kabur dari kemarin."
"Kira-kira kapan dia cabut?" Hyunjin langsung memutar otak.
"Nggak ada satu pun staf lo yang liat?" Mark menggeleng frustrasi.
"Kayaknya pagi ini. Soalnya, besok hari kemerdekaan jadi seluruh hall hotel gue disewa perusahaan-perusahaan buat ngadain event. Makanya, mereka sibuk banget hari ini, jadi nggak merhatiin segitu banyak orang yang keluar-masuk."

Jaemin mengembuskan napas.
"Kalau kita diam aja di sini, sampai kapan pun Injun nggak bakal ketemu." Dia menepuk bahu Mark.
"Lo tolong bantu cari di area hotel lo ya. Gue sama Hyunjin bakal cari dia di sekitar rumah dan Kafe Cokelat." Mark mengangguk. Mereka bertiga lantas berlari ke arah parkiran yang telah sepi sore itu. Namun, langkah mereka terhenti saat menyadari kehadiran cowok yang berdiri diam sambil menenteng sekeranjang cokelat.

NeoCulturans || NoRenMin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang