Part 32

3.5K 579 35
                                    

Renjun melompat naik ke dalam bus tujuan sekolahnya. Renjun mengerang kecil mendapati kondisi TransJakarta yang lebih ramai daripada biasa. Ia yang awalnya berdiri di dekat pintu otomatis terdorong masuk oleh desakan penumpang di belakangnya yang menyusul naik dari halte yang sama. Ia pun terjepit di antara beberapa penumpang.

Tangannya bahkan kesulitan menggapai besi pegangan diatas karena terlalu sesak. Jadi, ia hanya dapat menunduk
rendah-rendah sembari menjejakkan kaki kuat-kuat sebagai tumpuan, sekaligus berharap agar Pak Sopir TransJakarta tidak mengerem mendadak.

"Tumben berangkat siangan, Njun?" Renjun tersentak. Ia menoleh ke kiri dan Hyunjin telah menyambutnya dengan senyuman.
"Loh... Kakak baru berangkat juga?"
Hyunjin tergelak mendengar pertanyaan yang lebih terdengar seperti protes itu. Dia menggeser posisi tasnya ke sisi
kanan tubuh.

"Pegangan tas gue aja." Renjun tercengang sesaat, lantas buru-buru menolak.
"Eh, nggak usah, Kak.” Hyunjim berkeras menarik lembut pergelangan tangan Renjun dan meletakkannya di tali ranselnya yang terjuntai. Dia tersenyum kecil ketika menangkap rona merah yang
menjalari wajah Renjun.

Renjun mencengkeram kuat-kuat tali ransel hitam itu berupaya melenyapkan debaran aneh yang tiba-tiba muncul
di dada.

"Kalau gue nawarin lo berangkat bareng lagi sama Jaemin kayak kemarin, l­u mau?"
"Nggak lah!" jawab Renjun yakin. Hyunjin terkekeh puas.
"Ya tapi ini sih sama aja judulnya ‘berangkat bareng’,Kak" keluh Renjun dengan perasaan campur aduk.

Ia sedikit menggeser badannya kekanan tetapi ketika tidak sengaja menoleh keningnya berkerut melihat cowok yang
sejak tadi dipunggunginya. Matanya otomatis menajam seraya memindai pakaian cowok itu.

Berjaket dan… celananya sama! Renjun semakin curiga. Apalagi di balik jaketnya yang tidak dikancingkan sebentuk dasi yang serupa dengan milik Renjun tersemat di sana. Tapi Renjun tidak
bisa melihat wajah cowok itu dengan jelas karena dia memakai tudung jaket dan topi snapback yang sepenuhnya menyembunyikan wajah.

Tapi, kacamata hitam itu… Renjun semakin lekat menatapnya. Cowok itu mendadak sedikit mendongak lalu memamerkan senyum tipisnya yang menghanyutkan.

Renjun terenyak. "Kak Jaem-" Mulutnya seketika dibekap ­oleh Jaemin. Cowok itu lantas maju selangkah dan sambil menunduk dia menurunkan kacamatanya lalu menatap Renjun. Renjun seketika bungkam. Bukan hanya karena tangan beraroma sitrus itu masih menyekap mulutnya, bukan pula
karena cowok keren itu mengintimidasi jantungnya dengan tatapan intens penuh peringatan. tetapi ia baru teringat
status cowok itu sebagai public figure.

.
.
.
.
.
.
.

Renjun pun buru-buru menurunkan tangan Jaemin dari mulutnya, lantas
mengernyit miris.
"Sori, gue lupa!" bisiknya seraya mengedarkan pandangan pada orang-orang di kanan-kirinya sekilas. Untungnya tidak ada yang menguping mereka.

Bisa-bisa seisi bus gempar karena tahu ada artis tenar di sini.
"Kalian tuh ya…" Renjun akhirnya memilih berdiri menghadap kaca depan bus. Sementara Hyunjin di sisi kirinya tetap menghadap ke arahnya, begitu pun Jaemin di sisi kanannya.

Mereka kompak memegang hand grip dengan satu tangan.
"Kalian tuh bener-bener pengin gue mati ya?"
Hyunjin spontan tergelak. Tawa renyahnya sukses membuat beberapa siswi SMP yang sejak tadi telah memandanginya jadi semakin terhipnotis.

"Memangnya si Mini ke mana?" Renjun menoleh sekilas pada Jaemin.
"Gue pikir-pikir, dia butuh istirahat, Njun jadi gue parkir di gedung seberang halte," jelas Jaemin dengan v­olume terjaga.

"Naik bus ternyata enak juga. Jalurnya khusus, bayarnya murah, nggak capek nyetir, nggak takut bakal ditilang kalau terpaksa ngebut karena mepet jam masuk. Dan yang paling gue suka, gue jadi punya alasan logis kalau telat."

NeoCulturans || NoRenMin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang