Part 39

3.2K 597 20
                                    

"Apa? Lo kelahiran tahun 2000 juga? Umur lo enam belas? Bukan lima belas?" Jaemin begitu lemas mendengar hal itu karena selama ini Renjun selalu memanggilnya 'Kak' bak junior lain. Jadi siapa sangka? Renjun mengangguk sambil meringis kecil.

"Gue jadi malu deh." Namun Renjun memutuskan untuk bercerita.
"Jadi, pas dipungut itu umur gue enam tahun. Dan itu karena kecelakaan. Kondisi gue parah, Kak. Jadi di saat anak-anak seumuran gue udah masuk SD, gue masih belum TK juga dan bolak-balik rehab selama setahun lebih. Mama bahkan berhenti kerja demi nemenin gue. Mama juga yang ngajarin gue banyak hal. Untungnya, setelah pulih gue bisa menyerap pelajaran dengan cepat, itu juga berkat Mama. Gue baru masuk SD di umur delapan tahun. Telat bangetkan? Untungnya gue berhasil masuk kelas akselerasi. Jadi seenggaknya, gue cuma ketinggalan setahun dari anak-anak seumuran gue." Hyunjin terpana.

"Njun, bukannya lo bilang lo dipungut di
jalan? Gimana caranya keluarga lo tau hari ultah lo?"
"Itu dia, kayaknya mereka ngarang tanggal aja deh." Renjun menyandarkan punggungnya.
"Soalnya, gue bahkan nggak inget apa pun tentang saat itu. Nama gue, asal gue,
keluarga gue, bahkan kenapa gue ada di situ, nggak ada yang gue inget satu pun. Gue cuma tau gue udah di rumah sakit begitu gue sadar. Keluarga Jeno yang nemuin gue."

"Tunggu..." Tangan Jaemin mencengkeram tepi meja.
"Njun... lo amnesia?" Renjun mengangguk sedih.
"Ingatan masa kecil gue berhenti di umur enam." Hyunjin dan Jaemin k­ompak mengempaskan tubuh ke sandaran kursi. Ini jelas ada yang salah. Suara Hyunjin mendadak serak saat cowok itu kembali memajukan tubuh.

"Njun, lo nggak inget apa pun sampai sekarang?" Renjun menggeleng lemah, tapi tidak tampak begitu murung karena ia sudah lama mengikhlaskan ingatannya.

"Emang dokter bilang kemungkinannya kecil gue bakal inget. Soalnya umur gue waktu itu masih enam tahun dan kondisi gue parah. Gue bahkan sempat lumpuh selama empat bulan." Renjun membuang napas pelan.

"Tapi gue rasa, kalau ingatan gue balik dan ternyata banyak hal buruk yang terjadi sebelum kecelakaan itu, lebih baik gue tetep lupa."Namun menit berikutnya keheningan itu dipecahkan oleh Tante Baekhyun yang datang tergesa-gesa dari pintu depan.

"Injun, ada Elg­o di-" Langkah Tante Baekhyun seketika terhenti. Tubuhnya tersentak hingga menabrak meja kosong
di belakangnya. Sementara Hyunjin dan Jaemim yang k­ompak menoleh tak kalah terkejut. Keduanya seketika berdiri dengan kasar hingga kursi mereka terempas mundur. Renjun yang mendengar nama kakaknya disebut langsung menengok ke depan. Wajahnya pucat. Tubuhnya seakan disengat listrik bertegangan tinggi.

"Mampus gue!" jerit Renjun panik. Taeyong dan Ten yang menyadari arah tatapan Renjun juga sontak terlonjak. Di depan sana, pada celah longgar di antara dua buah mobil yang terparkir, seseorang bertengger di atas motor sportnya dengan tatapan lurus kepadanya menembus dinding kaca. Satu kaki cowok itu dilipat rileks di atas tangki, sedangkan kaki yang lain menjejak tanah. Sepertinya Jeno telah memandanginya… sejak tadi!

.
.
.
.
.
.
.

Jeno menilik wajah pucat cowok yang masih membatu di dalam sana. Cowok itu telah tiba sepuluh menit lalu dan telah mendeteksi kehadiran sang adik bersama dua rivalnya. Renjun pasti tak mengira Jeno akan datang setengah jam lebih cepat, karena biasanya dia terlambat lebih dari satu jam. Tangan Jeno terkepal kuat. Sulit rasanya memadamkan bara di dadanya. Namun, fokus cowok itu teralih saat Tante Baekhyun datang dan menghampiri meja Renjun. Dari jauh Jenobisa melihat gestur wanita itu menjadi aneh saat melihat dua cowok di sisi Renjun. Jeno semakin yakin ada yang tidak beres saat Jaemin dan Hyunjin juga tampak sangat terkejut melihat Tante Baekhyun. Namun Renjun yang sudah panik sepertinya tidak menyadari hal itu dan buru-buru pamit, lalu dengan langkah ciut Renjun itu bergegas menghampiri Jeno.

Renjun berdiri canggung begitu kakinya tiba di samping ban motor Jeno. Kabur pun percuma. Toh mereka masih akan bertemu di rumah. Cowok di depannya duduk dengan gaya yang sama. Matanya tetap menghunjam Renjun, membuat Renjunmerasa berada di ambang hidup dan mati. Renjun spontan mundur selangkah saat melihat mata kakaknya berkilat nyalang dan kedua kaki berpjak pada aspal. Namun Renjun hampir melongo saat Jeno tanpa kata hanya menyodorkan helm. Dengan bingung Renjun pun memakainya dan naik ke motor.

.
.
.
.
.
.
.

Gimana neh? Apa neh? Gua siapa neh?

TBC

NeoCulturans || NoRenMin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang