PENGEN AJAHH
.
.
.
.
.
.
."Lo ngapain, Njun?" Tegur Chenle, teman sekelas Renjun yang menatap tak tega sambil tersenyum geli saat keluar Pustaka.
Renjun menghentikan aktivitasnya. Sejenak mengatur nafas seraya menoleh. "Ini, Le, sepatu gue di lempar sama berandal - berandal itu," katanya seraya menunjuk tumit sepatunya dengan ujung sapu."Canggih juga," celetuk Jisung Pwark, teman sekelasnya yang kemana - mana selalu berdua dengan Chenle. Dia menatap ke atas.
"Sini gue bantuin." Dia lekas mendekati Renjun.
"Serius, Sung?" Raut Renjun seketika berubah cerah. "Ah nggak sia - sia punya temen kelebihan kalsium."
Jisung meringis. "Lo jangan keburu seneng, gue coba dulu." Lantas dengan memaksimalkan potensi tubuh jangkungnya serta ukuran sapu, Jisung berupaya menjatuhkan sepatu itu. Sementara Renjun dan Chenle membantu mengguncang - guncang batang pohon. Ketiganya pun beberapa kali tertawa karena yang jatuh malah buah - buah mangga.Hingga akhirnya, sekian menit kemudian, sepatu hitam milik Renjun terjun juga. Tangan Jisung segera meraihnya "Gue lempar ke sana ya!" Dia menggodanya dengan ancang - ancang seolah benar - benar akan melempar sepatu itu ke balkon.
Gerakan bibir Renjun kontan membeku karena tatapannya yang mengarah ke balkon, khususnya lantai tiga, memergoki seseorang yang bersandar di sana sambil menatap ke arahnya. Keduanya sama - sama tertegun.
Hyunjin? Sejak kapan dia di situ? Batin Renjun.
.
.
.
.
.
.
.GUE MASIH RAPAT. SEJAM LAGI BARU LO JALAN KE HALTE.
"Mulai lagi nih." Renjun berdecak setelah membaca pesan yang masuk tepat sedetik setelah bel pulang berbunyi. Ini salah satu jenis penelantaran versi Jeno yang kerap ia rasanya sejak SMP. Selalu saja! Selalu ia yang harus menuruti instruksi cowok itu. Selalu ia juga yang harus menyesuaikan diri dengan jadwal Jeno. Mungkin kalau cowok itu tidak terlanjur berjanji pada papa untuk mengantar jemput Renjun, pasti ia sudah sejak lama disuruh jalan kaki kerumah.
Jadi begini skemanya : Setiap pulang sekolah, Renjun harus mengecek hpnya hingga muncul perintah pulang dari cowok itu. Setelah instruksi diterima, barulah Renjun naik Transjakarta menuju halte terdekat dari rumahnya. Di sanalah Jeno akan menjemputnya.
Kalau enggan menunggu, Renjun harus naik taksi dari halte kerumah, tapikan argometernya lumayan, apalagi kalau lagi macet. Naik angkot pun percuma karena angkutan tersebut tidak diperbolehkan masuk ke kawasan rumahnya, padahal gerbang perumahan ke pintu cluster nya sudah sangat jauh.
Terima nasib aja deh,ujarnya dalam hati sambil memakai earphone setelah Eunsang pamitan pulang. Katanya sang kakak telah menanti di depan--Seungwoo--. "Beruntung banget Lo, Sang. Punya kakak manusia bukan serigala!" Gumamnya iri. Untung saja lantunan suara Jaemin kembali mampu mendinginkannya. Renjun pun langsung menyusuri trotoar menuju halte sekolah sambil mengetikkan pesan balasan untuk makhluk yang nomornya dia simpan dengan julukan "Vampir".
GUE TUNGGU DI KAFE COKLAT, GAK PAKE LAMA
Renjun ragu kesibukan Jeno akan selesai hanya dalam satu jam. Kemungkinan besar cowok itu akan mengirimkan instruksi lagi supaya Renjun menunggu lebih lama seperti biasa. Jadi Comut itu memutuskan lebih baik menunggu di tempat yang nyaman, apalagi kafe itu hanya terpaut satu halte dari SMA Neo Culture. Kelihatannya, sampai tiga tahun kedepan kafe itu tetap akan menjadi tempatnya berlindung dalam situasi semacam ini.
.
.
.
.
.
.
.Lima belas menit kemudian, Renjun tiba di halte tujuannya. Sudah lama ia tidak menjejakkan kaki di sana. Halte itu sudah sepi, mengingat jam pulang para siswa putih biru telah lama terlewat. Renjun pun meneruskan langkah memasuki mulut gang yang cukup lebar, hanya beberapa meter sebelum bangunan SMP lamanya.
"Injuuuun!"
Panggilan itu mengejutkannya. Padahal ia baru saja sampai di depan bangunan bergaya minimalis yang cozy itu.
Senyum cerah Renjun mengembang saat melihat dua pelayan kafe yang tadinya sibuk membersihkan meja outdoor, kini melambai antusias ke arahnya."Kak Taeyeong! Kak Ten!" Renjun lekas menghambur riang ke pelukan hangat keduanya. Dekapan rindu itu pun lantas di akhiri dengan serbuan pertanyaan.
"Kok udah lama sih nggak main ke sini?"
"Jeno mana, Njun? Kok nggak kelihatan? Jangan bilang dia nyuruh kamu nunggu lagi!""Waah, kamu sekolah di Neo Culture sekarang? Hebat!" Renjun tersenyum senang. Hatinya berdebar haru menyadari kerinduannya pada dua orang yang tahu kisah hidupnya. Di depan mereka, Renjun tak perlu bersandiwara atau menyembunyikan perasaannya, seperti dihadapan teman - temannya.
"Eh, ayo masuk dulu, Njun. Kita ngobrol di dalam." Renjun menyambut antusias.
Siang begini, bagian dalam kafe yang sejuk hanya diisi sejumlah siswa berseragam SMP. Pemandangan itu nyaris mengundang tawa karena bangga ia hari ini resmi naik level dari seragam putih biru itu.Renjun lantas mengedarkan pandangan. Cowok itu tersenyum. Tak ada yang berubah di tempat ini. Musik - musik yang diputar juga masih familiar. Satu hal unik dari kafe ini adalah tidak adanya nama resmu. Tetapi, karena menunya di dominasi makanan berbau coklat, ditambah dengan seragam pegawai dan interior jae yang serba coklat, orang - orang menyebutnya "Kafe Coklat". Nama itu memang pasaran, tapi spesial bagi Renjun karena hampir separuh hidupnya terukir di sini.
.
.
.
.
.
.
.Kenangan demi kenangan pun muncul. Lokasi kafe yang dekat dengan SMP nya, membuat tempat itu sering dijadikan tempat berkumpul bersama teman SMP Renjun setelah jam sekolah. Tujuannya pun sepele, hanya untuk ngecengin teman - teman Jeno yang dulu sering nongkrong di sini. Sementara target utama mereka, alias Jeno, malah jarang terlihat, sampai - sampai teman Renjun geregetan. Kalau Jeno sering - sering nongkrong, itu sih ngajak ribut karena berarti kesibukan OSISnya fiktif!
"Kak Jaehyun!" Renjun menyapa ruang seraya berusaha meredam volumenya yang kelewat menggebu. Ia langsung berlari menghampiri Jaehyun. Lengkap sudah perjumpaannya dengan tiga sosok yang telah ia anggap kakak.
Jaehyun refleks mendongak dari mesin kasir yang dia tekuni. "Wah, beneran Injun nih? Kemana aja kamu? Eh, tingginya bisa nambah juga ya?" Goda Jaehyun sembari mendekatinya dan spontan mengacak - acak rambut Renjun.
"Tuh kan, kebiasaan, ngeberantakin rambutku," protes cowok imut itu seraya merapikan kembali helaian rambutnya. "Udah dua bulan aku nggak kesini, tapi kalian masih bertiga aja nih? Nggak ada pegawai cowok baru yang bisa bikin mata segar gitu?" Kelakarnya sambil melirik Jaehyun yang langsung mencibir geli.
"Kan aku aja udah cukup, Njun?" Sahut Jaehyun yang disambut seruan tak setuju dari ketiga cowok imut di sekitarnya. Cowok itu tergelak, kemudian memberi kode pada Renjun supaya masuk kedapur, yang memang selalu dijamahnya setiap kali datang ke sini.
"Eh, sebentar ya, Njun, nanti kami nyusul. Jangan buru - buru pulang," pesan Taeyong disertai senyum manis.
Renjun mengangguk paham karena melihat beberapa pelanggan baru memasuki pelataran kafe. Ten dan Taeyong pun dengan sigap mendekati pintu dengan buku menu.
Jaehyun juga turut kembali ke meja kasir. Namun ia menoleh sesaat dan mengedipkan satu mata pada Renjun.
"Abang kerja dulu ya, cari nafkah buat ngelamar kamu,"
"Hiii, om - om genit!"
.
.
.
.
.
.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
NeoCulturans || NoRenMin (END)
Fiksi Remaja" Pertama, nggak ada yang boleh tau tentang hubungan kita. Kedua, jangan ajak gue ngobrol disekolah. Dan ketiga, terserah lo mau berteman sama siapa aja di sekolah. Asalkan.... dia bukan anak IIS. " ~Jeno~ - Lokal - School and Family - Bromance - No...