Part 11

7.1K 1K 144
                                    

Begitu memasuki dapur, Renjun disambut aroma coklat yang menjadi favoritnya. Tapi, disana sepi sekali.
Ia melangkah semakin jauh menyusuri dapur hingga mendengar irama adukan sendok. Ia mencari - cari asal bunyi dibalik rak - rak perabot masak yang tersusun rapi. Dan begitu berbelok ke kiri, ia menemukan wanita berusia tiga puluhan di ujung rak cangkir, berdiri memunggunginga. Blazer moka serta celana putih panjang yang membalutnya membuat pria itu tampak manis.

Renjun tersenyum lembut. Jika tiga pegawai didepan tadi dia anggap seperti kakak, pria ini ia anggap seperti mama sendiri. Dimata Renjun, dia pria teranggun, tercantik, terpintar, terbujak, serta terbaik di dunia, setelah almarhumah eommanya.

"Tante Baekhyun," sapanya lembut seraya merengkuh pria itu dari belakang.

Beliau kontan terkejut dan menoleh kaget. Begitu menyadari siapa yang mendekapnya, pria itu refleks mengurai lengan Renjun dan memutar cepat tubuhnya. Matanya berbinar senang. Dia langsung mengusap pipi Renjun dengan rindu dan balas memeluknya.

"Anak kesayangan Tante," ucapnya penuh haru. "kamu kenapa sudah dua bulan nggak ke sini, Njun? Tante kira kamu sudah lupa sama kami," imbuhnya begitu pelukan mereka terurai.

Renjun tertawa geli, senang bila dimanja dan diharapkan seperti ini. Suasana ini sungguh bertolak belakang dengan apa yang ia rasakan di rumah. "Maaf, Tante, banyak banget halangannya. Ujian nasional, urusan pendaftaran sekolah baruku, dan segala tesnya yang lebay itu tuh, ditambah masa orientasi SMA. Penyiksaan lahir batin deh, Tan." Renjun mengelus - elus dada.

.
.
.
.
.
.
.

Tante Baekhyun tertawa geli mengamati gaya berbicara Renjun yang tak berubah. "Ayo duduk dulu, kebetulan Tante baru bikin hot chocolate kesukaanmu."

Renjun bertepuk tangan riang sembari mengekor masuk keruang kerja Tante Baekhyun--mama sekaligus pendiri kafe ini. Letaknya persis di samping dapur, didepan taman. Seperti biasa, Renjun memilih duduk di sofa krem yang seketika menelan tubuhnya dalam pelukan busa.

"Jeno masih ikut OSIS, Njun?"
"Masih, Tan, makanya aku ditelantarkan lagi nih. Malas sekarang dia jadi Ketos lagi. Heran deh, kalau nggak ikut OSIS, bisa sinting kali ya?" Renjun mencebik seraya mengaduk - aduk minumannya, sementara Tante Baekhyun tampak sibuk mengeluarkan stoples - stoples kudapan dari lemari. "Nggak usah repot, Tante. Sini, duduk aja. Aku masih kenyang kok."

"Tante lihat kamu tambah kurus, Njun," komentar beliau sembari ikut duduk di samping Renjun. "Memangnya masa orientasi seberat itu, Sayang? Bukannya kamu sekarang satu sekolah dengan Jeno? Dia nggak bantu kamu?"

"Boro - boro, Tan," tepis Renjun sambil meletakkan gelasnya dimeja. "Yang ada ya, Tan, kalau aku dihukum atau dikerjain teman - teman OSISnya, dia malah sok nggak lihat dan nggak dengar gitu. Dia juga sama sekali nggak mau bantuin aku bikin atribut. Jangankan bantuin bikin atribut, bantuin ngasih clue atau nunjukin tempat beli alat - alatnya pun dia nggak mau! Pokoknya," Renjun menarik napas dalam - dalam, "dia nggak pantes banget - banget - banget buat disebut Kakak!"

.
.
.
.
.
.
.

Tante Baekhyun tersenyum miris.
Dia memandangi Renjun dengan lembut, lalu membelai rambut halusnya. Ia bukan pertama kalinya Renjun curhat soal kakak semata wayangnya. Bisa dibilang Tante Baekhyun saksi hidup dari kisah perang saudara Renjun dan Jeno. Tetapi, Tante Baekhyun jarang sekali melihat mereka berdua bertengkar didepannya. Sebab meski jarak dari SMP Jeno ke kafe memang hanya sekitar dua atau tiga kilometer, tapi tidak seperti teman - temannya, Jeno jarang berkunjung.

"Tetap sabar ya, Sayang." Tante Baekhyun mengembuskan napas. "Tante jadi makin ingin cepat - cepat bertemu Jeno dan papamu, Njun. Kalau memang kakakmu nggak sanggup merawatmu dengan baik, Tante kan bisa coba mengadopsi kamu, Sayang."

Gantian Renjun yang mengembuskan napas. Wajahnya berubah sendu. Tante Baekhyun memang sudah berulang kali menawarkan diri untuk mengadopsinya, apalagi beliau telah menikah puluhan tahun tapi belum juga dikaruniai keturunan. Renjun selalu menyambut baik niat mulia itu. Hanya saja, situasinya sering kali tidak pas. Seperti sekarang.

"Gimana caranya, Tan? Tante Taukan Papa sudah hampir dua tahun gak pulang. Bahkan sudah tiga bulan nggak ngehubungin aku sama sekali. SMS. Chatting ataupun E-Mail pun nggak." Renjun menerawang jauh, seolah tatapannya bisa menembus dinding putih dihadapannya. "Semoga...... Semoga Papa baik - baik aja disana."

.
.
.
.
.
.
.

"Perfect!" Desis Renjun seraya menyandarkan bahu kirinya pada pintu bus Transjakarta yang baru saja tertutup. Pada halte persinggahan terakhir menjelang halte dekat rumahnya, penumpang yang naik semakin membludak. Jangankan duduk, berdiri saja ribet! Semua berjejalan. Bahkan Laki - laki dan Perempuan bercampur baur. Beruntungnya, di sekitar Renjun hanya ada wanita kantoran, jadi terbilang aman dari modus - modus pelecehan om - om genit. Tapi tetap saja sumpek! Hawa AC yang biasanya sejuk tak mampu meredam sesak. Dalam sepuluh menit berikutnya ruang didalam bus benar - benar menjadi ajang perebutan oksigen yang amat brutal.

Renjun menyalahkan Jeno.
Sesuai dugaan, cowok itu rapat lebih dari satu jam--lebih tepatnya, tiga jam! Renjun baru bisa pulang pukul setengah enam sore, alias pada jam - jam terpadat disemua halte karena berbarengan dengan jam pulang kantor dan murid - murid sekolah yang full day. Meskipun tidak perlu transit, tapi tetap saja ia merasa letih, suntuk, gerah, lemas dan marah!

Kondisi itu membuatnya lengah, apalagi Renjun terpaksa berdiri membelakangi kaca depan bus. Ia menjerit kaget ketika lamunannya dibuyarkan oleh pintu bus yang mendadak terbuka. Tubuhnya seketika oleng keluar.

Tiba - tiba sepasang tangan  refleks menangkap pinggang Renjun, persis sebelum ia terjeblos ke cerah antara halte dan bus. Tangannya pun spontan mencengkram bahu orang itu, dan mereka bergerak ke halte.

"Syukurlah." Renjun mendesah lega, mengetahui dirinya selamat. Renjun lantas mendongak dan matanya terbelalak melihat penolongnya. "Kakak?".

.
.
.
.
.
.
.

Yuhhuuuuuuuu ada yang rindu.

TBC

NeoCulturans || NoRenMin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang