Fildan memanggil petugas medis dengan panik setelah sampai di depan UGD sebuah rumah sakit. Dia terus menggenggam tangan Lesti yang terlihat sangat khawatir dan cemas dengan kondisi perempuan yang mereka tolong. Fildan mendekap erat tubuh Lesti yang bergetar menahan tangisnya.
"Mereka akan baik-baik saja kan Ru? Mereka tidak akan kenapa-napa kan?"tanya Lesti cemas.
"Kita serahkan pada Allah sayang.. Semoga mereka baik-baik saja, kamu tenanglah Mi.. Jangan seperti ini, Ru jadi sedih melihat Mi.."ucap Fildan menenangkan istrinya.
Lesti mengangguk pelan, dia mengatur nafasnya agar perasaannya lebih tenang dan paniknya mereda. Dia sangat takut jika sesuatu akan terjadi pada perempuan yang ditolongnya, terlebih pada nyawa yang belum sempat menikmati udara dunia ini. Jiwa seorang perempuan yang sangat mendambakan kehadiran buah hati mengusik Lesti dan membuat dia menjadi sangat khawatir pada perempuan dan bayi dalam kandungannya itu.
Tiga puluh menit menunggu dalam kecemasan, seorang dokter keluar dari dalam ruang UGD. Lesti langsung menghampiri dokter tersebut dan mencercanya dengan beragam pertanyaan.
"Tenang bu, pasien tidak mengalami cedera serius pada fisiknya tapi sepertinya dia tertekan secara psikis yang membuat dia bisa berbuat nekat seperti itu.."
"Bayi dalam kandungannya bagaimana dok?"tanya Lesti.
"Alhamdulillah kandungannya tidak bermasalah, tapi jika sang ibu terus tertekan dan lemah seperti ini saya khawatir pada bayinya.."jawab dokter tersebut.
"Usia kandungan pasien menginjak bulan kelima, ini adalah saat-saat rawan dan riskan untuk janin.."sambung sang dokter.
"Lakukan apapun untuk keselamatan dan kesehatan mereka dok.."pinta Lesti.
"Baik bu, kami akan melakukan apapun untuk keduanya.."
Dokter tersebut kembali masuk ke dalam ruang UGD untuk kembali memeriksa keadaan perempuan yang mereka tolong. Seorang perawat menghampiri Fildan dan Lesti untuk menanyakan data diri perempuan itu dan meminta mereka untuk mengurus administrasi. Karena tidak tau tentang identitasnya, Fildan menyebutkan namanya dan akan memberitahu lagi jika perempuan tersebut telah siuman.
Lesti menemani perempuan yang masih terlelap itu untuk menuju kamar rawatnya sementara Fildan mengurus administrasi. Lesti memandang wajah cantik perempuan itu. Rambut hitam panjangnya semakin menambah kecantikan yang dimiliki oleh perempuan tersebut. Pandangan Lesti beralih pada perut buncit perempuan tersebut, matanya berkaca-kaca meratapi nasib bayi dalam kandungan itu.
Sampai di ruang rawat, Lesti mengambil posisi duduk di dekat perempuan itu. Dia menatap sendu perempuan yang masih tak sadarkan diri itu. Tangan Lesti mengusap lembut perut buncit dihadapannya, senyum terukir dibibirnya kala membayangkan dia yang akan mengandung dikemudian hari.
"Jadilah anak yang berbakti saat nanti kamu lahir ya nak.. Ibumu pasti bangga memiliki kamu.."ucap Lesti berbisik didekat perut buncit itu.
Lesti melantunkan surah Ar-Rahman seraya mengelus lembut perut tersebut. Setiap mengulang ayat yang memiliki arti, 'maka nikmat tuhanMu yang manakah yang akan engkau dustakan?', mata Lesti memanas menahan tangis. Dia tidak bisa membayangkan jika tadi suaminya terlambat menginjak pedal rem mobil mereka. Dia tidak tahu sesedih dan semenyesal apa jika sampai sesuatu terjadi pada perempuan dan bayinya itu.
"Ya Allah, jagalah perempuan dan bayi dalam kandungannya ini.. Ijinkanlah bayi ini melihat dan menikmati indahnya duniaMu.. Biarkanlah dia menghirup segarnya udara dibumi ini.. Biarkanlah dia tumbuh dewasa dan mengamalkan agamaMu di dunia ini.."
Airmata Lesti turun membasahi pipi halusnya.
"Kamu harus kuat demi bayimu.. Dia tidak salah apapun, kamu harus bisa melewati cobaan ini.."ucap Lesti setaya mengelus wajah perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SR 2 : PERNIKAHAN IMPIAN (FIN✔)
FanfictionIni bukan sekuel, ini kisah sebuah rasa yang berbeda. Pernikahan impian sebagai akhir sebuah rasa. Pernikahan adalah muara dari sebuah rasa yang hadir. Sebuah ikatan suci yang dihiasi janji kepada sang pemilik hati. Janji setia sehidup semati, tapi...