Ustadz Hisyam menatap pilu pada putra sahabatnya, dia melihat Fildan yang sangat kacau tidak seperti biasanya. Fildan lebih kacau daripada saat bertemu di masjid. Fildan mengajak ustadz Hisyam untuk mengobrol di musholla rumah sakit. Dia juga sudah memberi tahu sekretarisnya jika dia tidak akan datang ke kantor selama beberapa hari dan meminta Rizwan untuk menggantikannya sementara.
"Jadi bagaimana nak?"tanya ustadz Hisyam.
"Saya akan menikahinya ustadz.. Saya sudah mengatakannya tadi kepadanya.."jawab Fildan.
"Kamu sudah yakin dengan keputusanmu?"
Ustadz Hisyam masih melihat keraguan dan keterpaksaan diwajah Fildan.
"Insyaallah ustadz, bismillah saja.."jawab Fildan lirih.
"Ustadz tidak bisa membantu lebih kecuali mendo'akan kalian bertiga.. Apa kamu dan Lesti tidak ingin memberitahu keluarga kalian.. Mereka akan sangat terkejut mengetahui hal ini jika kalian tidak memberitahu sendiri.."
"Fildan mohon rahasiakan ini ya.. Suatu saat nanti Fildan akan mengatakannya sendiri, paling tidak setelah keadaannya jauh lebih baik.."
Fildan mengonsultasikan semua hal terkait pernikahannya dengan Selfi. Hari itu juga Fildan ditemani ustadz Hisyam mengurus semua keperluan termasuk membeli mahar. Fildan berniat untuk menikah dahulu secara agama karena jika harus mengurus langsung secara hukum akan lama prosesnya dan dia takut Selfi akan berubah pikiran. Fildan sebenarnya tak mengapa jika Selfi tidak bersedia menikah dengannya tapi yang dia takutkan adalah jika Selfi kembali nekat.
Fildan membeli sebuah cincin dan seperangkat alat sholat juga satu stel gamis syar'i yang akan dia berikan untuk Selfi. Sungguh berat hati Fildan untuk melakukan semua itu. Hati dan pikirannya bertolak belakang. Hatinya tidak ingin melakukannya tapi pikirannya terus memutar betapa sedihnya nasib Selfi.
Fildan duduk termenung di taman rumah sakit setelah selesai membeli keperluan mahar dan meminta tolong pada suami dr. Dina dan dokter yang merawat Selfi untuk menjadi saksi. Karena ayah Selfi telah meninggal, perwalian untuk Selfi dilimpahkan kepada wali hakim yang sudah sesuai syarat.
Fildan menatap cincin pernikahannya dengan Lesti yang masih melingkar dijari manisnya. Airmata kembali meleleh saat memorinya memutar kenangan saat pertama kali dia dipertemukan dengan istri tercintanya itu.
"Ya Allah, ampuni kesalahan hamba yang sengaja maupun tidak hamba sengaja.. Berikanlah hamba kekuatan untuk bisa melewati ini semua, berilah istri tercinta hamba kekuatan dan kesabaran yang maha besar.. Keputusan ini sangat berat pasti untuknya, tapi demi menyelematakan nyawa dua orang dia rela untuk membagi cintanya.. Ya Allah, jadikanlah hamba orang yang bisa adil kepada mereka nantinya, sungguh jika hamba bisa memutar waktu, hamba yak pernah berharap Engkau mempertemukan kami dengan perempuan itu.. Ya Allah, semoga Engkau bisa mencatat keputusan kami sebagai amalan baik yang dapat membawa kami menuju surgaMu.. Aammiinnn.."batin Fildan.
Fildan mengusap wajahnya dengan kedua tangan lalu membuang nafasnya kasar. Ijab kabul akan dilaksanakan selepas ashar di ruang rawat Selfi karena kondisi Selfi yang sangat lemah. Fildan hanya berharap keadaan ibu dan bayinya itu bisa segera membaik.
"Ya Allah hilangkanlah keraguan dihati hamba saat ini,.."
Fildan tidak tahu harus seperti apa lagi, dia sudah kepalang berucap akan menikahi Selfi dan tidak mungkin jika dia membatalkannya. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika hal tersebut sampai benar-benar terjadi.
Klung!
Bunyi pesan masum terdengar dari ponsel Fildan.
Mi💞 : bersiaplah Ru, sebentar lagi adzan ashar berkumandang.. Dia terlihat sangat cantik setelah Mi dandanin..😁😁
KAMU SEDANG MEMBACA
SR 2 : PERNIKAHAN IMPIAN (FIN✔)
FanfictionIni bukan sekuel, ini kisah sebuah rasa yang berbeda. Pernikahan impian sebagai akhir sebuah rasa. Pernikahan adalah muara dari sebuah rasa yang hadir. Sebuah ikatan suci yang dihiasi janji kepada sang pemilik hati. Janji setia sehidup semati, tapi...