Dua minggu kemudian saat Fildan ke rumah sakit untuk terapi berjalan bersama Lesti, rasa syukur terus terucap dari mulut keduanya karena Fildan sudah bisa berjalan dengan normal lagi. Satu luka Fildan telah sembuh tinggal satu lagi yaitu kesempatan untuk dapat melihat kembali. Sepulang dari rumah sakit, Fildan berniat menunjukkan kepada Selfi dan bi Ami jika dirinya sudah bisa berjalan normal tanpa bantuan apapun untuk menopang tubuhnya namun saat sampai dirumah ternyata Selfi tidak ada. Fildan sedikit kecewa karena istrinya itu seringkali pergi tanpa pamit padanya. Fildan curiga jika Selfi melakukan sesuatu yang aneh diluaran sana karena saat ditanya suaranya terdengar seperti sedang menutupi sesuatu namun Lesti selalu meyakinkan Fildan jika Selfi tidak seperti yang dipikirkannya.
Lesti juga penasaran dengan perubahan sikap Selfi, dia juga merasa ada yang tidak beres dengan keadaan perempuan itu karena tubuhnya semakin hari semakin kurus dan wajahnya juga sering terlihag sangat pucat. Setiap ditanya Selfi selalu menjawab jika dirinya baik-baik saja. Lesti hanya mencoba untuk berbaik sangka pada Selfi dan menunggu sampai perempuan itu dengan sendiri bercerita padanya.
"Mungkin mbak Selfi sedang ada urusan dengan temannya, Ru istirahat aja ya.. Nanti kalo mbak Selfi sudah datang, Mi bangunin.."ucap Lesti meredam kekecewaan suaminya.
"Ru hanya merasa dia sedang menyembunyikan sesuatu Mi dan Ru takut sesuatu itu bisa.."
"Sssttsss.. Istigfar Ru, pikiran buruk datangnya dari setan.. Itukan yang sering Ru katakan pada Mi, jadi Ru juga nggak boleh berpikiran buruk.. Mbak Selfi pasti akan bercerita suatu saat nanti, percayalah padanya.."potong Lesti.
"Astagfirullahal adzim.. Makasih Mi sudah menyadarkan Ru.."ucap Fildan.
"Sama-sama.. Ayo Mi antar ke kamar, tapi jangan berisik ya.. Bara juga lagi istirahat.."
"Siap.."
Fildan merangkul mesra lengan Lesti yang membantunya melihat jalan agar dia tidak menabrak apapun sehingga sampai dengan selamat di dalam kamar. Fildan tidak mendengar suara ocehan putranya yang menandakan jika sang putra memang sedang tertidur. Fildan merebahkan dirinya diatas ranjang dengan hati-hati agar tidak mengusik kedamaian sang putra yang terlelap. Dibantu Lesti, Fildan memposisikan dirinya bersebelahan dengan Bara, bayi mungil yang berusia hampir delapan bulan itu tampak nyaman saat tangan Fildan merangkul tubuhnya.
"Dia tersenyum Ru.. Tapi jangan terlalu ditekan ya, kasian nanti dedeknya susah nafas.."bisik Lesti pada Fildan.
"Iya Mi.."
Fildan meraba perlahan tubuh putranya dan mendaratkan kecupan singkat dikening Bara.
"Semoga kamu kelak menjadi anak yang soleh ya sayang.."bisik Fildan ditelinga Bara.
Lesti terharu melihat suaminya yang sangat menyayangi Bara. Dia mengelus perut ratanya dan berharap suatu saat bisa diberikan kepercayaan untuk memberikan suaminya kebahagiaan baru yaitu seorang putra kandung dari rahimnya sendiri.
Setelah memastikan Fildan sudah tertidur karena efek obat yang diminumnya dan Bara yang tidak rewel karena kedatangan Abinya, Lesti pun meninggalkan keduanya di dalam kamar untuk membantu bi Ami di dapur.
"Bi, mbak Selfi nggak bilang gitu dia mau kemana?"tanya Lesti seraya mengupas kentang.
"Enggak nyonya, nyonya Selfi cuma pamit mau ketemu temennya gitu tapi katanya sebentar kok.."jawab bi Ami.
"Apa mbak Selfi ketemu sama laki-laki itu ya.."batin Lesti berspekulasi.
Lesti meneruskan kegiatannya mengupas kentang saat mendengar bel rumah berbunyi. Bi Ami bergegas membukakan pintu untuk melihat siapakah tamu yang datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SR 2 : PERNIKAHAN IMPIAN (FIN✔)
FanfictionIni bukan sekuel, ini kisah sebuah rasa yang berbeda. Pernikahan impian sebagai akhir sebuah rasa. Pernikahan adalah muara dari sebuah rasa yang hadir. Sebuah ikatan suci yang dihiasi janji kepada sang pemilik hati. Janji setia sehidup semati, tapi...