Fildan menatap pusara kakeknya dengan linangan airmata yang tak tertahan. Dia teringat semua kenangan antara dirinya dengan sang kakek yang selalu menyenangkan. Fildan kini merindukan sosok bersahaja itu, sosok yang selalu bisa membuat hatinya nyaman dan tenang.
"Kakek, Fildan bingung.. Apa yang harus Fildan lakukan sekarang kek?"
Fildan teringat percakapannya dengan sang kakek sebelum malaikat maut membawa pulang kakeknya menghadap Yang Maha Esa.
"Fildan, jadilah imam yang baik untuk keluargamu.. Seorang istri shalehah sudah datang untuk menemani masa tuamu, jangan pernah sia-siakan dia.. Kakek senang akhirnya keinginan untuk melihat kamu menikah sudah terwujud.. Jadilah laki-laki tangguh untuk keluargamu, jangan pernah melenceng dari syariat.. Sekarang kamu harus bisa mengambil sikap dan keputusan dengan cepat namun tepat.. Kamu bukan lagi laki-laki yang bisa bebas kemana saja.. Ingat kewajibanmu sebagai seorang suami.. Jagalah bidadari batu keluarga kita dengan sepenuh hatimu, sayangi dia, cintai dia dengan sungguh.."
Fildan menatap sayu wajah sang kakek yang sudah sangat pucat. Dua hari sudah sang kakek dirawat di rumah sakit karena penyakit jantung yang dideritanya semakin memburuk. Fildan yang saat itu sedang ada pekerjaan diluar kota langsung bergegas pulang setelah Lesti mengabarinya.
Fildan dan kakeknya adalah dua orang yang tak terpisahkan. Fildan juga jauh lebih sering bercerita kepada kakeknya dari pada orang tuanya. Dari kakeknya dia belajar banyak hal termasuk belajar untuk mencintai.
"Fildan janji kek, Fildan janji akan selalu bahagiain Lesti seperti kata kakek.."ucap Fildan.
Fildan menggenggam erat tangan kakeknya, tangan renta itu mulai terasa dingin. Lesti mengusap punggung suaminya agar dia kuat dan tidak rapuh dihadapan kakeknya.
Lirih terdengar lantunan dua kalimat syahadat di telinga Fildan. Kyai Syamsudim Baihaqi perlahan menutup matanya dan berhentilah nafas yang dihirupnya seiring suara alat deteksi detak jantung yang melengking. Fildan tak bisa lagi membendung tangisnya, dia memeluk erat tubuh sang kakek yang sudah tidak bernyawa.
"Kakek jangan tinggalin Fildan.. Kakek bangun.."
Lesti menarik tubuh suaminya dan memeluknya erat. Dia ikut sedih melihat suaminya yang sedang kacau setelah ditinggal kakek tercintanya.
"Ru tenanglah, ikhlaskan kakek Ru.. Kakek pasti sedih melihatmu seperti ini.. Istghfar Ru.."ucap Lesti.
"Jangan tinggalkan aku Mi, jangan pernah.."
"Iya Ru, aku akan selalu mendampingimu.."
Dering ponsel membuyarkan kenangan Fildan, dia menghapus airmata yang masih mengalir dipipinya. Fildan melihat nama istrinya dilayar ponsel.
"Astagfirullah, aku sampai lupa pada istriku.. Dia pasti khawatir karena aku pergi sejak subuh.."batin Fildan.
Fildan mengangkat panggilan tersebut.
"Assalamu'alaikum.. Maaf ya Mi, Ru tadi.."
"Ru cepat kembali, Selfi Ru.. Cepatlah.."
Suara Lesti teedengar sangat panik, Fildan juga bisa mendengar suara teriakan diujung sambungan itu.
"Iya Ru kesana sekarang.."
Setelah telepon terputus Fildan langsung bergegas menuju mobilnya dan meninggalkan area pemakaman. Pikiran Fildan kacau, dia takut terjadi sesuatu di rumah sakit.
"Ya Allah, semoga semuanya baik-baik saja.."gumam Fildan.
***
Lesti mengajak Selfi berjalan-jalan di taman rumah sakit agar Selfi bisa menghirup udara segar. Wajah pucat Selfi masih diselimuti mendung dan dingin meski sinar mentari menghangatkan wajah itu. Lesti mencoba mengajak Selfi berbicara banyak hal, dia juga mengajak Selfi bercanda namun senyum tak juga ada dibibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SR 2 : PERNIKAHAN IMPIAN (FIN✔)
FanfictionIni bukan sekuel, ini kisah sebuah rasa yang berbeda. Pernikahan impian sebagai akhir sebuah rasa. Pernikahan adalah muara dari sebuah rasa yang hadir. Sebuah ikatan suci yang dihiasi janji kepada sang pemilik hati. Janji setia sehidup semati, tapi...