🍁SHANIA~End

34.3K 1.1K 102
                                    

Malam selalu tiba, bintang-bintang selalu bercahaya dengan indah menghias langit malam yang begitu gelap. Angin malam berhembus pelan, menerpa wajah cantik yang kini tengah bersedih.

Bersedih, inilah yang selalu ia lakukan setiap malam. Menangis memandang langit seolah mencurahkan isi hatinya pada bintang. Berharap hari esok adalah hari awal kebahagiaannya yang tiada henti.

Dia adalah, Nia.

Semenjak kepulangannya dari kantor ia terus mengurung dirinya di kamar sembari menangis. Bahkan Azka yang memanggil-manggilnya dari luar pun tak ia hiraukan. Karena yang ia butuhkan sekarang adalah ketenangan dan mempersiapkan hari esok yang mungkin akan menyayat hatinya.

Ia akan kembali mengulang masa lalu. Mengulang di mana dia harus meninggalkan pria yang begitu ia sayang. Nia tak tahu, akan sesakit apa itu. Entah sama seperti dulu atau malah lebih menyakitkan dari pada yang dulu. Yang terpenting menurutnya sekarang adalah ia harus siap.

Siap untuk menghadapi hari esok. Siap untuk fisik maupun hati.

Nia menenggelamkan wajahnya di lutut yang ia tekuk. Menangis sejadi-jadianya, sepuas-puasnya seakan-akan tak ada lagi kesempatan menangis di kemudian hari. Karena itu yang ia inginkan, Nia tak ingin lagi ada air mata kecuali air mata kebahagiaan.

"Udah dong nangisnya, gak kasian sama air matanya yang terus jatoh? Jatoh itu sakit tau. Kecuali jatuh cinta Asekkk" celetuk Satria dengan merangkul Nia kedalam dekapannya.

"Kok bisa masuk?" tanya Nia dengan terkejut, seingatnya pintu telah ia kunci rapat. Lalu, bagaimana caranya Satria masuk ke dalam.

"Gue minta kunci serep sama Tio," jawab Satria sambil menghapus sisa-sisa air mata di pipi adiknya.

Nia tak menjawab, namun ia langsung memeluk Satria erat. Tangisnya kembali pecah, membuat senyum Satria perlahan memudar. Ia tahu apa yang sedang adiknya pikirkan, Satria mengusap pelan pucuk kepala Nia. Kadang mencium keningnya sesekali.

"Sesak kak hiks, sakit Nia gak kuat"

Mata Satria berkaca-kaca mendengarnya, ia tak tega melihat Nia harus seperti ini. Rasanya ia ingin mendatangi Gerry lalu membunuhnya dengan cepat. Namun, ia tak bisa membunuh apa yang di sayang oleh adiknya sendiri.

"Sthhh, iya kakak tau. Kakak tau princess, kakak juga ngerasain apa yang kamu rasa. Pesan kakak cuma satu, untuk kali ini ikuti kata hati kamu dek. Jangan ikuti logika yang kadang bersikap egois dan menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Karena kali ini masalah hati bukan logika" ucap Satria menangkup kedua pipi Nia dengan tangan besarnya. Ibu jarinya menghapus semua air mata Nia, menyisakan hidung dan matanya yang memerah.

Nia mengangguk mengerti, kemudian ia tersenyum lebar membuat Satria ikut tersenyum. "Thanks My Brother, I Love My Prince" ucap Nia lalu memeluk Satria erat.

Mendengar itu Satria tertawa keras, "Love You to my Princess"

Malam itu mereka habiskan dengan tertawa bersama, kadang saling mengeluarkan isi hati. Kadang juga mereka berkelaihi kecil lalu kembali tertawa. Terus berlanjut hingga Nia yang tertidur pulas di pelukan Satria.

Satria mengelus pelan pipi adiknya, "Tatak tayang NyaNya" ucapnya. Itu merupakan ucapan cadel Satria saat mereka masih kecil dulu dan yang selalu di ucapkan Satria sebelum mereka tidur.

"Tatak tayang NyaNya" ucap Satria kecil sembari memeluk Nia kecil yang tengah mendekap boneka doraemonnya.

Nia kecil tersenyum senang, "NyaNya duga tayang tatak"

"Sebentar lagi dek, sebentar lagi kebahagiaan kamu dimulai" ucap Satria lalu membawa tubuh Nia ke ranjang. Menyelimuti Nia hingga leher, lalu mengecup pelan kening Nia.

SHANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang