*Karen's POV
"U... Uhu..." Aku mencoba sebisa mungkin untuk menahan suaraku keluar lebih dari ini namun rasa sakit yang kurasakan di dadaku membuatku tidak dapat berpikir dengan jernih.
Aku menggulung kakiku lebih dekat ke dadaku dan tangan kananku berada di atas dadaku sedangkan tangan kiriku menggenggam seprei kasur dengan kuat.
Air mataku terus keluar dan turun menuruni wajah kananku karena aku sedang berbaring menyamping dikasur—membuat kasurku lembab namun aku tidak peduli.
Aku menggigit bibir bawahku demi menahan isakanku keluar namun napasku menjadi sesak dan aku kesakitan.
Dadaku sakit... sesak... kosong.
"Karen..." aku mendengar suara dengkuran pelan dan lembut dari belakang tubuhku namun aku menghiraukannya. Mungkin lebih tepatnya aku tidak dapat berbuat apa – apa.
Suara Foyer yang kudengar di dalam kepalaku itu berhenti namun badan Foyer yang kecil dan hangat itu terasa di punggungku.
Dengan susah payah, aku menarik napas dalam dan mencoba untuk menenangkan diriku. Namun isakanku pecah lagi dan aku kembali menangis.
Foyer tidak bicara lagi namun aku terus merasa kehangatan tubuh Foyer di punggungku.
Setelah beberapa saat, aku kembali mencoba untuk menenangkan diriku dan kali ini aku berhasil. Mungkin karena air mataku telah kering jadi seberapa kerasnya aku menangis, air mataku sudah tidak dapat keluar lagi.
Aku membiarkan napasku perlahan – lahan menjadi tenang dan saat itu juga semuanya hening.
Mataku terbuka namun aku tidak berkedip. Untuk beberapa saat, bahkan aku tidak merasakan dadaku naik turun untuk menghirup udara.
Bahkan kepalaku berhenti berpikir.
Sudah berapa hari ya? Aku tidak ingat... Aku tidak ingin ingat dan tahu. Kenapa waktu tidak menyembuhkan lukaku dengan cepat?
"Aneh... Sharon bilang kalau waktu dapat menyembuhkan segalanya... Kalau begitu kenapa waktu belum membawa pergi rasa sakit ini? Kenapa..." Mataku tetap terbuka dan aku hanya mengatakan kata – kata itu berkali – kali seakan – akan ingin menghipnotis diriku sendiri agar percaya dengan perkataan Sharon.
'Karen!'
Aku langsung menutup mataku dan menggengam dadaku dengan kedua tanganku. Mencoba sebisa mungkin untuk tidak berteriak.
'Dasar, jangan hanya memanjakan Foyer dong!'
Suara itu terus terdengar di dalam kepalaku. Sangat jelas dan rasanya sangat dekat. Kali ini, aku menutup kedua telingaku namun suara yang kudengar ini terdengar dengan jelas di dalam kepalaku.
'Kau juga harus memanjakanku dong!'
"A—A... Ah..." Aku membuka mulutku—mencoba untuk menahan suara itu agar tidak kembali terdengar di dalam kepalaku.
'Habis aku kan... Mastermu!'
"Ugh... AAAHHH!!!" Aku menekan kepalaku dengan kuat sambil berteriak. Foyer segera mencoba untuk menenangkanku namun aku menghentak – hentakkan badanku di atas kasur.
Suara itu... Aku terus menerus mendengar suara orang itu. Kenapa? Padahal dia tidak berada di sampingku... Tapi kenapa suaranya terdengar begitu dekat? Begitu jelas?
Aku menarik napasku dalam – dalam dan sadar kalau air mataku masih dapat keluar dari mataku. Walaupun sedikit, aku sadar kalau tubuhku sendiri sudah mencapai batasnya.
"Ugh... Tolong... Claude..." aku membisikkan nama orang itu dan menutup mataku. Tiap kali aku menutup mataku, wajah orang itu bisa kulihat dengan jelas. Rambut merahnya yang sangat menarik perhatian, mata hitamnya yang terlihat tajam namun sangat ramah. Senyumannya yang tidak pernah lepas dari wajahnya dan suaranya...
KAMU SEDANG MEMBACA
LEGEND OF ASWALD - The Gift Holder
Fantasy"Tidak! Apapun yang terjadi aku harus menemukannya! Aku tidak bisa kehilangan dia 'juga'... Dia adalah orang yang paling berharga untukku. Kumohon... jangan ambil dia dariku." . . . Perebutan The Mystic Stone telah mencapai akhir, tapi perebutan The...